Semua tulisan dari Shantiwangi

Buddha dan Kristus

BUDDHA DAN KRISTUS

Budha
Budha

Ternyata banyak juga kesamaan, kemiripan yang hadir di antara agama Buddha (Buddha Dharma) dan para pengikut Kristus, apalagi dalam ajaran-ajarannya. Buddha pernah mengatakan jadilah ibarat lilin, dari satu lilin menyinari ribuan lilin-lilin yang lain. Di Bible ternyata hadir sabda-sabda serupa. Buddha selama mengembara menghidupkan yang mati, menyembuhkan ribuan orang yang sakit dan yang trance, dsb. Kristus bertindak serupa. Buddha amat sederhana, Kristus pun demikian. Ajaran Buddha amat mirip dengan ajaran kasihnya Sri Kristus. Di antara pengikut mereka hadir juga kebiasaan serupa seperti :
 Mencari makan dengan menerimanya dalam bentuk sedekah dari umat awam.
 Memakai pakaian sisa-sisa buangan orang lain, tanpa dijahit (mirip dengan Ihram).
 Menggunakan tasbih, sebuah tradisi dari Hindu yang disebut Ganatri.
 Tinggal dan belajar di bawah pohon pada waktu-waktu tertentu.
 Menyembuhkan luka dengan terapi air seni sendiri atau air seni sapi (tradisi yoga Hindu).
 Mengembara sambil mengajarkan agama/warta yang baik.
Pada era Buddhisme, agama dan ajaran ini mengalir masuk ke Timur-Tengah melalui Afghan. Banyak sekali terdapat Vihara-Vihara Buddhis sampai ke Iran dan Iraq, kata peneliti Pakistan yang berdomisili di Kanada, yang bernama Mohammed Hideyotollah (sekitar 110 ribu wihara Buddhis). Tidak mengherankan kalau hal ini berdampak juga ke ajaran Kristen dan Islam. Sampai saat ini sebenarnya arca-arca Buddha dan Hindu serta peninggalan arkeologi masih banyak terdapat di jazirah-jazirah ini tetapi lebih suka ditimbun kembali atau dimusnahkan karena khawatir masyarakat akan kembali ke ajaran-ajaran lama seperti sejarah masa lalu yang membuktikan demikian.
Sri Yesus sendiri, seperti halnya Sang Buddha amat menentang sistem kasta, dan seperti juga Sang Buddha, Beliau ini amat populer di kalangan rakyat jelata, baik di India maupun di Israel, musuhnya selalu kaum kasta tertinggi yaitu brahmana di India dan para rabbi di Israel.
Sri Yesus menurut para peneliti Hindu-Buddhis sangat mewakili karakter seorang Awatara atau Boddhistawa, yaitu personifikasi Ilahi. Jauh sebelum Kristus kembali ke Israel, Ia telah diterima dengan baik oleh masyarakat awam di India, Sindh (Pakistan), Kashmir, Tibet, Ladakh, Afghan, dsb sebagai seorang utusan Ilahi yang amat suci. Walaupun di barat ada usaha-usaha memodifikasi Injil seperti saat ini, tetap saja hadir lebih dari seratus ayat-ayat yang jelas-jelas berakarkan ke agama Buddha.

BUDDHA-YESUS SEBUAH ANALISA

Sri Buddha Gautama diyakini oleh umatnya sebagai seorang Boddhisatwa sekaligus Awatara dari Sri Wishnu, demikian juga halnya dengan Sri Rama dan Krishna yang juga awatara Hyang Wishnu pada era-nya masing-masing. Kelahiran berbagai awatara ini amatlah unik, karena senantiasa diikuti oleh berbagai fenomena-fenomena sakral yang penuh dengan mukzizat dan keajaiban yang menakjubkan. Kelahiran Sri Kristus mirip dengan kelahiran Sri Krishna (baca Srimad Bhagawatam dan Injil). Krishna dilahirkan di penjara karena Raja Kansa membantai setiap anak-anak laki yang lahir pada malam itu. Krishna sewaktu dilahirkan disaksikan oleh menjangan, merak dan sapi betina. Kristus dilahirkan di sebuah kandang sapi yang terpencil, karena malam itu Raja Herodes membantai setiap bayi laki-laki yang lahir. Kristus disaksikan oleh domba, kambing, sapi dan tiga orang Majus dari timur yang datang dengan onta-onta berpunuk satu (onta jenis ini hanya ada di Rajasthan(India) pada masa itu). Buddha terlahir sebagai seorang pangeran di Kapilavastu. Saat kelahirannya Ia langsung berjalan di atas daun teratai di kolam kerajaan. Semua kelahiran ini disertai cahaya Ilahi dan nyanyian-nyanyian sorgawi.
Cara mengajar kesemua tokoh ini mirip dengan sistem Upanishad, yaitu di bawah pohon. Buddha dan Kristus sangat mirip dalam banyak hal. Kristus dan Krishna sama-sama pernah menjadi gembala. Kristus adalah gembala domba, Krishna adalah gembala sapi dan kambing (Govinda).
Kata “Kris” pada keduanya berarti cahaya Ilahi. Kesemua awatara ini melakukan hal-hal yang menakjubkan seperti berjalan di atas air, menyembuhkan orang-orang yang mati, menggandakan makanan, dsb untuk umat yang terpesona dengan berbagai mukzizat daripada filosofi kehidupan yang tinggi. Contoh Sai Baba di abad ini, umat berbagai agama ke Beliau untuk mendapat kesembuhan, rezeki dsb. tidak untuk mendapatkan bimbingan spiritual yang agung.
Krishna, Buddha dan Yesus lahir sebagai reformis pada era masing-masing karena manusia setempat terlanda ego dan kebatilan yang tiada taranya. Para pendeta, kaum brahmana korup dan sarat dengan kekotoran mereka, dan menyesatkan umat melalui berbagai ajaran-ajaran yang tidak sesuai dengan Dharma itu sendiri. Upacara pembaptisan Yesus oleh Yahya berasal dari India dan menyimpang dari tradisi Yahudi. Pada masa itu kaum suci Nasrani (asal kata Nazarenes) berpakaian ala kadarnya, dengan rambut yang dibiarkan terurai. Kata Nazarenes (Nazarites) berasal dari kata Sansekerta Nazar = penglihatan bagian dalam (Nazaran). Bahasa India sampai kini masih menyebut nazar sebagai penglihatan. Yesus dianggap mampu melihat ke dalam dirinya sendiri (Nasrani).
Sebenarnya dari kata Nasrani dapat disimpulkan bahwasanya ajaran Sri Yesus seharusnya bersifat spiritual tinggi, namun kenyataannya seperti yang kita lihat selama ini di sekitar kita. Tetapi konon di pulau Agaphos di Yunani, terdapat sebuah biara dengan ratusan biarawan yang selibat dan terlibat dengan metode-metode spiritual yang amat dirahasiakan. Disamping itu, berbagai ritual-ritual umat Katholik terkesan mirip dengan Hinduisme, seperti penggunaan air suci (Tirta), roti (prashadam), dupa (kemenyan), inisiasi, non-perceraian dsb. Agak unik misalnya kalau kita lihat dengan seksama akan adanya kata-kata “sesuatu pernikahan tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun juga”. Hal ini amat mirip dengan sabda-sabda yang ada di Rig-Veda khususnya mengenai pernikahan yang begitu sakral bahkan para dewatapun tidak diperkenankan untuk menceraikan pasangan yang menikah itu sampai ajal datang menjelang. Kata-kata seperti Santa (orang suci), pemandian, Ekaristi, dsb. jelas mengarah ke ritual-ritual Hindu, walau tidak mau dikenai oleh kaum Kristiani.
Kembali ke zaman Sri Yesus, terdapat juga penemuan di lembah Qamran yang menjelaskan kehidupan kaum Essenes (yogi-yogi di Timur-Tengah) yang amat mirip dengan kehidupan sederhana Sri Yesus itu sendiri. Kaum ini telah hadir jauh sebelum kelahiran Kristus, dan sering tidak diakui oleh umat Kristiani.
Di dalam Injil, Kristus tidak pernah digambarkan sebagai non-vegetarian kecuali satu kali yaitu setelah bangkit dari kematian-Nya. Bahkan perjamuan kuduspun tidak menghadirkan daging atau ikan. Banyak ahli di India berpendapat Sri Yesus Kristus adalah vagetarian tulen, sesuai dengan penampilan dan ajaran-ajarannya, yang terkesan penuh kasih sayang dan bersifat ahimsa (penuh pengorbanan).
Menurut para peneliti di India, ternyata Sri Yesus tidak mati di salib. Hal ini rupanya juga ditekankan oleh kaum Islam; berdasarkan catatan-catatan historis yang terdapat di Persia, Kashmir, dan Pakistan, dsb. Nabi ini bernama Issa (menurut Al-Quran), sedangkan kata Yesus berasal dari kata Yeshnu (bahasa Syria). Nabi Issa diakui hadir sebelum Nabi Muhammad S.A.W. dan merupakan putra dari Maryam yang melahirkannya melalui Roh Allah yang berbentuk seorang pria sempurna (malaikat Jibril). Beliau dilahirkan secara gaib, bunda Maryam yang melahirkannya tetap berstatus perawan, pada saat itu.
Sebuah narasi kuno agama Hindu adalah berbagai puranas (kisah-kisah suci kuna). Keseluruhan antologi kuno ini terdiri dari 18 jilid, dan ada jilid khusus yang kesembilan-belas yang disebut Bhavishyat Maha Purana, yang berisikan kedatangan Sri Yesus ke India, setelah “kematian-Nya di Salib.” Menurut Holger Kersten dalam bukunya yang berjudul “Jesus lived in India,” maka penjelasan di karya ini begitu terperinci sehingga tidak ada keraguan mengenai hal tersebut, yaitu Yesus memang pernah hadir di India. Purana ini juga mancatat hadirnya wangsa Israel di India. Ayat Puran 17-32, ini bahkan menggambarkan pertemuan cucu Raja Vikramaditya (Sulaeman) yang bernama Shalivan dengan Sri Yesus di sebuah daerah di Himalaya, tepatnya di tanah Hun (Ladakh), bagian dari kerajaan Kushan. Konon dikatakan suatu hari sang raja ini melihat seorang pria duduk di suatu tempat dan memancarkan aura yang amat baik. Pria tersebut berkulit bersih dan menggunakan jubah putih. Sang raja kemudian menanyakan asal-usul dan agamanya. Sang pria ini menjawab “Aku disebut putra Tuhan, lahir dari seorang perawan, pengabdi bagi mereka yang tidak percaya akan Tuhan, dan tanpa henti-hentinya aku berusaha mencari kebenaran. Aku datang dari negeri yang asing, di mana sudah tidak ada lagi kebenaran dan di mana kejahatan sudah tidak mengenal batas lagi. Orang-orang di sana sudah tidak percaya lagi akan kehadiran Tuhan, dan di sana aku hadir sebagai Mesias. Tetapi kaum Hailaf (dasyu) ini memperlakukan aku sebagai seorang kafir dan kehidupanku berakhir dalam kuasa ihamasi (iblis, atau kejahatan).”
Selanjutnya : “wahai raja yang agung, berikanlah telingamu pada agama yang aku bawa ini untuk mereka-mereka yang tidak percaya akan kehadiran Tuhan. Setelah memurnikan batin dan raga yang tidak suci dan setelah berlindung di dalam doa-doa Naigama (Shastra-Widhi), manusia akan berdoa kepada Yang Maha Abadi. Melalui keadilan, kebenaran, meditasi dan kesatuan dalam Roh, orang akan menemukan jalannya pada Isa, sebagai pusat cahaya terang. Tuhan, seteguh mentari, akhirnya akan menyatukan roh dari segala makhluk yang mengembara ke dalam diri-Nya. Dst. dst.”
Sang raja kemudian menerima pria yang bernamakan Isa-Masih dan mengutusnya ke suatu tempat yang tidak mengenal cinta dan kasih. Menurut Prof. Hassnan, maka Raja Shalivan berkuasa pada zamannya dinasti Kushan sekitar 30 AD sampai dengan 50 AD.
Seorang peneliti lainnya, prof Nicholas Roerich, dalam karyanya yang disebut “The Heart of Asia”, yang diterbitkan pada tahun 1930 menulis akan makam Bunda Maria yang terdapat di utara Ladakh dekat wilayah Tibet. Setelah kembalinya dari Israel, konon Sri Yesus mengembara dari suatu wilayah-ke wilayah lainnya. Namun beberapa catatan dan bukti-bukti menunjukkan bahwasanya Beliau selalu berulang kali kembali ke Kashmir. Konon sekitar 60 km tenggara Srinagar, atau sekitar 12 km dari Bijbiraha (Vihara batu Musa) terdapat sebuah makam dari Zainudin Wali, seorang Islam yang suci yang hidup sekitar tahun 1408-1461 pada zaman pemerintahan Sultan Zainul Abidin Badsah. Konon semasa hidupnya sang Wali Suci ini memiliki sebuah tongkat suci yang berasal dari Nabi Musa yang konon kemudian secara estafet diberikan kepada sang wali Islam ini. Tempat makam ini berada di dalam sebuah gua Aish-Muquam (makam Isa). Dalam bahasa setempat muquam atau makam juga dapat berarti tempat peristirahatan. Mungkin saja kata para peneliti, kawasan ini pernah menjadi tempat bermeditasi Sri Yesus. Pada era itu menurut legenda dan catatan setempat dipercayai akan hadirnya seorang Nabi yang disebut “Hazrat Isa (Yang Dimuliakan Isa), semoga Roh Tuhan menyertainya.” Beliau hadir di sekitar daerah Yuz Asaf, dan menghabiskan sisa kehidupannya di lembah yang asri ini. Konon katanya ada sekitar 21 dokumen bersejarah yang memberikan kesaksian akan hadirnya Sri Yesus di Kashmir ini. Dan juga hadir sejumlah nama-nama lokasi yang dapat dijadikan bukti-bukti secara geografis akan hadirnya Beliau di Lembah Kashmir ini, seperti : Arya-Issa, Issa-Brari, Yuzu-dha, Yusu-dhara, Yuzu-gam, Yuzu-hatpura, I-Yes-Issa, Kal-Issa, Yuzu-Kun, Issa-Kush, Yus-Manggala, Yuzu-maidan, Yus-marg, Aish-muquam, Issa-mati, Issa-eil, Yus-Nag, Ram-Issa (Tuhan Yesus), Yuzu-para, Yuzu-raja, Issa-Ta, Yuzu-varman, dan I-Yesth-Issa-Vara, Yusu.
Sebuah teks yang disebut “Rajatarangin”, mengisahkan kehidupan Yesus di Kashmir. Karya ini merupakan sejarah Kashmir yang tertulis dalam versi bahasa Sansekerta oleh Pandit Kalhara, yang ditulis pada abad XII AD. Di karya ini Jesus disebut sebagai orang suci yang bernama “Isana” (kata Isana adalah sebutan Dewi Parwati, Durga shaktinya Shiwa yang juga disebut Bunda semesta).
Konon setelah Issa wafat maka Beliau dikuburkan di Kashmir, tepatnya berada di tengah-tengah daerah yang merupakan kota tua Srinagar, di Anzinar, daerah Khanjar. Bangunan yang mengelilingi kuburan batu ini disebut “Rozabal” (kependekan kata-kata Rauza dan Bala, yang bermakna Kuburan seorang yang saktiwan). Konon pada suatu era kemudian yaitu pada zaman Islam, bertambah sebuah kuburan lagi di kawasan ini, kuburan seorang Muslim yang disucikan yang bernama Nasir-UdDin. Nisan batu besar menunjukkan makam Yuz-Asaf (Nabi Isa) dan batu yang lebih kecil bagi Syed Nasir-Ud-Din. Kuburan batu yang besar mengarah dari timur ke barat, sesuai dengan kebiasaan orang Yahudi yang meninggal dunia dan tidak sesuai dengan kebiasaan Hindu maupun Islam.
Pada kuburan ini, prof. Hassnain menemukan “jejak kaki” dari Yuz-Azaz, yang terilustrasi dengan jelas, yang menunjukkan adanya tanda-tanda kaki kiri yang dipakukan ke kaki kanan. Sebuah naskah kuno menyebut kuburan ini sebagai Isa Roh-n-ilah. Kuburan yang disakralkan ini sampai dewasa ini masih ramai diziarahi oleh umat, Hindu, Muslim, dsb. Dalam bahasa setempat saat ini makam ini disebut “Kubur Hazrat Isa-Sahib.” Sebuah dokumen resmi dari Mufti Rahman Mir (Penguasa Islam setempat) menandakan pelestarian kuburan tua ini. Di dokumen tertulis : “Di sini terbaring Yuz-Asaf, yang membangun kembali kuil Sulaeman pada masa Raja Gopadatta, dan ia kembali sebagai seorang Nabi ke Kashmir. Ia melayani masyarakat, menyatakan kesatuan-Nya dengan Tuhan, Beliau menetapkan hukum bagi masyarakat.”

Nabi Daud (David)

NABI DAUD (DAVID)

Di kitab Perjanjian Lama, kisah Nabi Daud amat mirip dengan kisah pergulatan (peperangan) Dewa Murugen yang melawan seorang Asura. Bedanya Murugen melawan raksasa yang amat besar di kawasan Indraloka, padahal tubuhnya amat kecil, dan akhirnya memenangkan pertempuran dan diangkat menjadi panglima perangnya para dewa dengan nama Skanda, dan hidupnya senantiasa sebagai seorang brahmacharya, berumur di bawah enam tahun. Beliau dipuja di setiap kuil Shiwa dan Durga disamping dewa-dewa Navagraha dan Sri Ganeshya. Di Israel Nabi Daud juga bertubuh pendek sekali, beliau mengalahkan seorang raksasa yang mengganggu kaumnya di muka bumi ini. Setelah kemenangannya Beliau beristrikan 99 wanita dengan alasan pada masa itu belum ada peraturan tentang perkawinan. Sewaktu ingin mempersunting istri yang keseratus, Nabi Daud ditegur Malaikat dan ia pun mengurungkan niatnya tersebut. Kedua tokoh ini mempunyai simbol yang amat mirip. Perhatikan di bawah ini :
Simbol Murgen (cakram 6 sudut)
plus mantram

Simbol Nabi Daud (sekarang bendera Israel)
(mantram sudah dibuang)

Simbol Nabi Daud entah apa sebabnya menghilangkan mantra-mantranya, akibatnya cakram tersebut menjadi wahana perang adharma sampai masa kini. Kaum Hindu percaya selama mantram tidak direhabilitasi maka perang di Timur-Tengah antara anak-cucu Ibrahim tidak akan pernah berhenti, karena umat-umat ini sudah terkutuk dari masa ke masa akibat tidak beriman kepada Yang Maha Esa secara total. Sebaliknya simbol Murgen adalah perang dharma, yang secara simbolis harus dimulai dari diri sendiri seperti yang terdapat dalam sabda-sabda Nabi Muhammad S.A.W. Meditasi ke arah Dewa Murgen secara tulus di bawah seorang guru spiritual yang handal akan menghasilkan kebangkitan Kundalini murni. Dan hal itu teramat sulit baik secara filosofis maupun ritual. Jadi tidak ada itu pembangkitan Kundalini yang dijual para instruktur lokal baik di India maupun Indonesia atau manapun juga, karena dapat menimbulkan ketidak-stabilan buat jiwa dan raga. Ilmu meditasi seperti yang pernah disebut-sebut di bab sebelumnya bersifat amat rahasia (rahasya) dan hanya diturunkan secara hati-hati kepada yang terpilih saja. Dewa Murgen di Bali disebut Kumara.
Perjanjian Lama tidak menyebut dari mana datang kesaktian Nabi Daud, tetapi Shastra –Widhi Hindu mengisyaratkan bahwasanya Dewa Murgen pernah berkelana di Timur-Tengah dan menjadi guru spiritual Nabi Daud (baca Enclopaedia tentang Sri Ganeshya, juga legenda Ganeshya dan Murgeshen). Sewaktu tenaga inti Kundalini bangkit di dalam seseorang, maka tubuh orang tersebut tidak dapat luka sedikitpun. Bangkitlah kesaktian aneka rupa dalam tubuh manusia itu, juga bersamaan bangkit juga nafsu sex yang amat tinggi, karena kedua faktor tersebut hadir di Muladhara Cakra tubuh setiap manusia. Kesaktian adalah sisi lain dari seks itu sendiri. Seks adalah daya cipta agung setiap manusia. Bayangkan ada satu Atman dalam setiap sel spermatozoa, dan setiap pria punya jutaan sel setiap harinya. Melalui praktek brahmachari dan meditasi spiritual gaib, maka dapat dihasilkan teja dan oja melalui pengekangan seperti yang dialami para dewa dan resi-resi di zaman lampau.
Ternyata putra Daud, yaitu Nabi Sulaeman juga pemuja Shiwa Mahadewa dan juga mendapatkan berkah tersendiri dari dewa Murgen. Lambang Murgen adalah Merak dan tangkai pena, yang secara simbolis berarti keindahan dan kebijaksanaan yang terselubung atau didampingi oleh ilmu-pengetahuan. Dewa Murgen dapat berbahasa dalam semua bahasa fauna dan flora. Demikian juga berkah yang didapatkan Raja/Nabi Sulaeman (Solomon) ini. Sekali lagi dalam bahasa setempat Solomon berarti “berkah dari Tuhan.” Berkah tersebut adalah mampu berbahasa semua jenis fauna dan flora, jin dan malaikat. Raja ini disebut raja Vikramaditya di India yang jajahannya sampai ke jazirah Arabia, dan ikut membangun kembali Kabah, dan membawa kembali agama yang benar (agama Veda-Veda) ke wangsa Arabia pada eranya.
Konon setelah berpulangnya Nabi Daud, ada 10 suku Israel yang dikabarkan menghilang. Namun para ahli barat, seperti pendeta Joseph Wolf, (sarjana hukum dan teologi), sersan Riley, seorang sarjana Perancis, G.T Vigne, Dr. James Bryce, Keith Johnson, A. Burnes, Dr. George Moore, dsb. masing-masing berargumentasi bahwasanya kesepuluh suku Israel yang hilang ini telah meninggalkan jejak-jejak mereka di Afghan, China, Iraq, dan Kashmir. Namun mayoritas peneliti condong ke Afghan dan Kashmir (keduanya adalah wilayah India juga pada masa lalu). Banyaknya kata-kata yang mirip dalam bahasa Kashmir dan Ibrani (Hewbrew) menambah bukti adanya hubungan antar dua wangsa ini. Di bawah ini, sebagian kecil kata-kata ini kami hadirkan seperti berikut :

NO. NAMA DALAM BAHASA kASHMIRI NAMA
ALKITABIAH REFERENSI
AL-KITAB
1 Amal Amal Tawarikh 7:35
2 Asheria Asher Kejadian 30:13
3 Attai Attai 1 Tawarikh 12:11
4 Bal Baal 1 Tawarikh 5:5
5 Bala Balah Yosua 19:3
6 Bera Beerah 1 Tawarikh 5:6
7 Gabba Gaba Yosua 18:24
8 Gaddi Gaddi Bilangan 13:11
9 Gani Guni 1 Tawarikh 7:13
10 Gomer Gomer Kejadian 10:2

Dan masih amat banyak lagi. Kemudian bandingkanlah nama-nama berbagai lokasi di bawah ini :
NO. TEMPAT DI KASHMIR NAMA PROPINSI DI ALKITAB REFERENSI
AL-KITAB
1 Agum Kulgam Agur Amsal 30:1
2 Ajas Srinagar Ajah Kejadian 36:24
3 Amom Anantnag Amon 1 Raja-raja 22:36
4 Amariah Srinagar Amariah 1 Tawarikh 23:19
5 Aror Awantipur Baalpeor Bilangan 25:3
6 Behatpoor Handwara Bethpoor Bilangan 34:6
7 Birsu Awantipur Birsha Kejadian 14:2
8 Harwan Srinagar Haran 2 Raja-raja 19:12

Dan seterusnya dan seterusnya. Perhatikan sekali lagi kata Haran (daerah asal menjangan, bukankah Sir Stamford Raffles, membawa menjangan-menjangan langka ini dari Kashmir dan mengembang-biakkan di Bogor ?, konon sekarang malahan dijadikan sate menjangan di kawasan Cisarua, setelah dipromosikan oleh Gus Dur). Padahal menjangan-menjangan ini berasal dari tempat kelahiran Nabi Ibrahim.
Penduduk Kashmir berbeda dari ras-ras lainnya di India. Mereka umumnya bermata biru dan coklat. Karakter dan penampilan mereka, budaya dan cara hidup dan bermasyarakat masih terjaga dari dahulu sampai sekarang, dan semua kebiasaan ini menurut para peneliti sangat identik dengan kaum Israel di Timur-Tengah. Misalnya kesamaan penutup kepala pria (Jarmulka) sampai cara baris-berbaris yang masih sama. Di Israel dan di Kashmir seorang wanita yang baru melahirkan dilarang mandi selama 40 hari, suatu budaya amat kuno di zaman Vedik. Selain bentuk-bentuk makam yang sama, janganlah kaget kalau banyak pemuda Israel yang sekarang ke Kashmir untuk menyelusuri jejak nenek-moyang mereka, apalagi bahasa mereka amat mirip dengan bahasa Kashmiri.

Nabi Isa (Jesus Kristus), Nabi Musa, dan Nabi Ibrahim dalam jajaran Sanatana-Dharma

NABI ISA (JESUS KRISTUS),
NABI MUSA, DAN NABI IBRAHIM DALAM
JAJARAN SANATANA-DHARMA

Menurut para ahli Bible (Injil), maka terdapat 52 versi Injil yang hadir di Timur-Tengah dan Eropah, dan tidak semuanya memuat sabda-sabda suci Sri Yesus itu sendiri. Demikian juga dengan berbagai terjemahan-terjemahannya, yang bahkan diterjemahkan ke bahasa Papua dan Bali, berbagai dialek India dan Indonesia, yang makin lama makin kabur makna-makna aslinya karena tidak diterjemahkan dengan profesional. Huruf-huruf yang teramat kecil tanpa teks asli sabda-sabda Yesus membuat para ahli bingung akan keabsahan naskah-naskah Bible dalam berbagai versi ini, apalagi agama Kristen ini sudah pecah menjadi 3200 sekte yang setiap sektenya mengklaim ajaran Kristennya yang benar. Masih untung tersisa sedikit di-sana-sini berbagai ajaran Sri Yesus yang bersifat universal, namun amat tercerai-berai karena ada sedemikian banyak versi. Dari kesemuanya yang masih dianggap asli, maka para ahli menyimpulkan adanya kesamaan ajaran Hindu akan “agama yang lurus dan lempang” yaitu agama kebenaran yang selaras ke bawah dengan agama Islam dalam intinya namun berbeda ritual-ritual dan beberapa prinsip dasarnya. Kemudian ke atas selaras sekali dengan ajaran Nabi Musa, Ibrahim, Nuh, Adam dan lebih ke atas lagi amat mirip dengan ajaran Sang Buddha dan berbagai ajaran yang hadir di Sanatana Dharma itu sendiri. Mathius (3:10) menyabdakan hukum karma secara tersirat :
“Dan saat tampak itupun diletakkan di akar pohon
tersebut, oleh sebab itu setiap pepohonan yang
tidak menghasilkan buah (pahala) yang baik akan
ditebang jatuh dan dibuang ke dalam api.”
Penulis tidak akan terlalu banyak menerangkan tentang Bible di bab ini, namun menekankan kepada sedikit catatan-catatan yang hadir di perpustakaan kaum Hindu dan Buddhis, khususnya mengenai hadirnya Sri Yesus itu sendiri baik di masa-masa muda, maupun di masa tuanya di India, Sindh (Pakistan saat ini), Afganistan dan Tibet serta Ladakh (negara bagian India), dsb. Bagi umat Hindu sendiri keberadaan Sri Yesus sudah diketahui semenjak 2000 tahun yang lalu, sampai kini masih tersisa puluhan yogi yang tinggal di pegunungan Himalaya dan Kashmir yang mengaku sebagai turunan maupun pengikut Kristus, namun perilaku mereka tidak berbeda jauh dari rekan-rekan yogi Hindu dan senantiasa hidup mengembara dan bercampur dengan kaum suci Hindu maupum Muslim. Kaum Dharma di India mengakui Sri Yesus Kristus sebagai seorang Yogi yang teramat agung dengan segala kekuatan-kekuatan super-naturalnya ibarat seorang Avatara, bukan seperti Yesus yang disalib. Hal ini didasarkan akan perilaku dan kesaktian Beliau yang amat mirip dengan para kaum suci Hindu-Buddhis dan menjurus ke perilaku Avatara yang sesungguhnya, namun belum dapat dijelaskan Avatara siapa, walaupun nama Isa sinonim dengan Shiwa. Ajaran Beliau “Sermon on the mount (khotbah di atas bukit)” jelas mirip dengan ajaran 8 roda dharmanya Sang Buddha.
Namun Sri Yesus mengalami pembaptisan oleh Yahya Sang Pembaptis, mirip sekali dengan pembaptisan umat Hindu yaitu dimalukat di sebuah sungai yang dianggap sakral. Ada ahli yang mengatakan metode pembaptisan ini mirip ritual kaum Essenes (Yogi-Shivais) yang hadir sebelum Yesus lahir di Betlehem, dan Yahya adalah kaum ini juga, perhatikan baju yang dipakainya hanyalah kulit harimau yang menutupi bagian aurat dan perutnya saja, dengan jenggot yang lebat dan tanpa harta duniawi sedikitpun. Yahya hidup sebagai Brahmacharya (selibat) seperti umumnya kaum Hindu yang suci. Demikian juga halnya dengan Yesus dan murid-muridnya yang hidup serba sederhana dan hidup dari pemberian amal umat yang meyakini ajaran dan muzizat-muzizatnya. Sebaliknya kaum paus di Vatican hidupnya serba wah-wah, memakai jubah kebesaran, tahta, singgasana, dsb. yang jauh dari amanat dan ajaran Yesus untuk meninggalkan hal-hal yang berbau duniawi ini. Tidak mengherankan kalau di era ini umat Eropah, Amerika dan Australia serta Kanada telah meninggalkan gereja karena muak dengan perilaku yang amat bertentangan dengan ajaran-agung-Nya. Al-Quran-Al-Karim mengakui keberadaan Sri Yesus yang disebutnya Nabi Isa (Issa). Di dalam ajaran yang mulia ini Yesus disebut-sebut sebagai penganut ajaran yang lurus dan lempang dalam kesatuan jajaran Musa, Ibrahim, Nuh dan Nabi Adam. Beliau hadir sekitar 600 tahun sebelum Nabi Muhammad S.A.W.
Para peneliti abad ini dan abad-abad sebelumnya banyak yang berpendapat bahwa Nabi Ibrahim (Abraham = Brahmana), leluhur bani Israel sebenarnya adalah seorang individu historis dan spiritual agung yang dilahirkan sekitar 700 tahun sebelum Yesus. Kemudian pada era itu Tuhan yang diyakininya, yang dalam bahasa Ibrani (Israel) memerintahkannya : “Pergilah dari negerimu dan dari sanak-saudaramu dan dari rumah bapamu ke negeri yang akan kutunjukkan kepadamu.” (Kejadian 12:1).
Ada sebuah teori yang diajukan oleh seorang ahli barat bernama Blavatsky; ia mengatakan asal-usul Nabi Ibrahim adalah daerah India kuno karena fonetik kuna bahasa Sansekerta hadir terserap di dalam bahasa Ibrani. Namun di samping itu bukankah huruf-huruf Ibrani adalah kemiripan dari huruf-huruf Pali ?. Dalam bukunya yang berjudul “ The Secret Doctrine” (Doktrin Rahasia), H.P. Blatvasky menunjukkan bahwasanya asal-usul wangsa Israel kuno adalah kaum Chandala (kafir berat, versi Hindu), yaitu sebuah bentuk status masyarakat yang paling rendah, tanpa etika dan moral, bahkan ada yang pemakan daging manusia dan gemar melakukan hubungan incest, sodomi, dsb. Teori ini sebenarnya merupakan pengetahuan umum di India. Pada era-era tersebut Nusantara dibangun secara dashyat oleh para raja-raja Hindu, namun dalam perjalanan mereka melalui jalan laut, banyak keluarga Chandala dibuang ke jazirah Arab, sewaktu ekpedisi Hindu ini melalui teluk Arabia. Dan hal ini berlaku dari era Rama sampai ke era Pandawa dan seterusnya antara 4000 tahun sampai 3000 tahun yang lalu. Sewaktu kaum Chandala dibuang ke daerah ini, diberikan kepada mereka bibit-bibit tumbuh-tumbuhan, Veda-Veda, Vedanta, Upanishad, pengetahuan membangun rumah, hewan peliharaan, dsb. Pada masa itu kaum Hindu tidak memakan babi karena dianggap kotor (tamasik). Menurut catatan yang ada di India, maka hewan seperti itik, kerbau tidak dapat bertahan hidup karena faktor geologi, namun kambing dan sapi serta anjing bertahan dengan baik. Pada era itu para pria Chandala disunat oleh kaum yang membuangnya dengan alasan agar tidak bercampur dengan kasta-kasta yang lain. Hal tersebut malahan menjadi hikmah tersembunyi untuk kebersihan genital mereka karena sulitnya air di kawasan tersebut. Kedua kebiasaan ini yaitu, pantang memakan babi dan sunat menjadi tradisi turun-temurun di Timur-Tengah sampai saat ini. Sunat dalam pelaksanaannya adalah wajib bagi kaum Israel, tidak dianjurkan dalam agama Kristen dan sunah dalam agama Islam.
Ternyata para Chandala ini sebagian terdiri dari kaum kasta brahmana dan berbagai golongan kasta-kasta yang lain yang terhukum karena berbagai kasus kriminal dan perbudakan di era itu. Sementara dari mereka mengambil perlindungan di daerah Chaldea Aria (kini Iran), di Sindh (kini Pakistan) dan seterusnya melanglang melalui Khyber-pass ke jazirah Israel pada awal 8000 tahun sebelum Masehi, itulah eksodus awal mereka yang sesuai dengan zaman Sri Rama.
Menurut kitab Perjanjian Lama, maka Nabi Ibrahim berasal dari sebuah negara di Timur, dari ras bangsa Terah, dan pada saat itu Ibrahim menyembah Allah yang lain (perhatikan kata Allah yang sudah ada pada masa itu),(Yosua 24:2-3). Berdasarkan kitab Kejadian II-32, Abraham (Ibrahim) berasal dari daerah yang disebut Haran (berarti menjangan, daerah yang banyak menjangannya), yang adalah pemukiman kecil di India Utara, yang sampai saat ini tetap dikenal dengan nama kota Haran, tidak jauh dari kota Srinagar di Kashmir, India. Kata Haran ini lalu diabadikan sebagai nama sebuah daerah di sebelah barat laut Mesopotamia oleh Nabi Ibrahim. Kata “Ibrani” sendiri berarti “orang-orang yang tidak mempunyai kediaman tetap dan tidak memiliki hak-hak yang permanen” yang berarti bangsa Israel.
Sedangkan kata Manu, manus (manusia), di Mesir berubah menjadi Manes (pencetus hukum = Nuh), sedangkan kata Minos berarti bangsa Kreta yang belajar hukum di Mesir. Musa, pencetus 10 firman Allah di zamannya itu, mendeklarasikan bentuk-bentuk hukum baru yang harus dipatuhi masyarakat Israel. Manu sendiri dalam bahasa Sansekerta juga berarti “manusia sempurna pencetus hukum”. Kitab-sucinya disebut Manawa Dharma Shastra, yang berisikan hukum-hukum secara amat tegas bahkan terkesan sangat mengerikan mirip hukum kisas, dsb. Hukum-hukum ini amat berdampak ke agama-agama di Timur-Tengah (baca Manawa Dharma Shastra). Kesemua kata-kata tersebut di atas memiliki sumber akar-kata Sansekerta yang sama yaitu manu (s), yang juga berasal dari kata mano + assa. Mano (mana = pikiran), (assa = memiliki) yang berarti manusia = seseorang yang memiliki daya pikiran. Musa sendiri di dalam Mesir berarti “anak yang dilahirkan kembali”, namun dalam bahasa Ibrani berarti “menyelamatkan dari air”. Semua fakta ini sesuai dengan (Keluaran 2:10). Konon para ahli Barat mengatakan Nabi Musa meninggal di daerah Kashmir, India, dan sampai saat ini makam Beliau masih hadir dan oleh penduduk setempat disebut “Muquam-I-Musa”. Di daerah ini (area Srinagar), tepatnya di Bijbihara (bihara = kuil, wihara, tempat-suci) terdapat “pemandian Musa”, di lokasi ini terdapat sebuah batu keramat yang disebut Ka-ka-bal atau Sang-I-Musa (batu Musa). Perhatikan kata Ka-Ka-Bal yang mirip dengan kata Kabalah dan Kabah. Menurut legenda setempat batu yang beratnya sekitar 70 kg ini dapat mengapung jika sebelas orang menyentuhnya setiap orangnya satu jari saja dan melafalkan mantra “ka-ka-ka-ka” pada waktu yang bersamaan. Angka sebelas dan satu batu itu sendiri menggambarkan jumlah suku-suku bangsa Israel. Ka-bal (Ka-bah) dalam bahasa Sansekerta berarti batu (Ka) dan bal (bertuah, penuh kesaktian) = “batu yang sakti.”
Juga di sebelah utara Srinagar terdapat Kohna-I-Musa (batu landasan Musa) dipercayai sebagai tempat Nabi Musa beristirahat. Masih banyak legenda tentang Musa di lokasi-lokasi ini.
Menyusul berpulangnya Nabi Musa, maka kedua belas suku bangsa Israel secara bertahap meningkatkan pengaruhnya ke seluruh kawasan Kanaan di bawah pimpinan Yosua pada abad XII sebelum Masehi. Namun baru pada pertengahan abad X sebelum Masehi negara Israel menjadi suatu negara kesatuan dengan ibukota Yerusalem (Yerusalem, Yerusalom = Kota pemberian Tuhan ?). di bawah pemerintahan Nabi Daud (David), sansekertanya mungkin Murgen, atau Murgeshen (Subramaniyam) yang berputerakan Sulaiman (Solomon) = manusia yang diberkati dalam bahasa Sansekerta = Vikramaditya), maka sebuah kuil dibangun. Kuil ini amat terkenal. Menurut Dr. Mateer dalam karyanya “The Land of Charity” (Tanah Penuh Berkah), maka Sulaiman berasal dari India. Konon bukti-buktinya ada di Srinagar dan Ujain. Di Srinagar terdapat sebuah kuil yang disebut “Takht-I-Sulaeman” (Takta Sulaeman) yang disebut juga Baghi Sulaeman = Taman Sulaeman. Kuil ini dipugar kembali pada tahun 78 AD oleh Raja Gopadatta dari Kashmir (turunan Sulaeman).
Berdasarkan sissilah Al-Kitab, maka Nabi Abraham adalah keturunan langsung dari Nabi Nuh (Noah) yang merupakan pilihan khusus Tuhan di antara umat manusia era itu, beliau diselamatkan dari banjir dashyat yang terjadi sekitar 4000 tahun sebelum masehi. Ada sekitar 250 legenda mengenai banjir dashyat ini di seluruh dunia termasuk legenda-legenda di Tana-Toraja, Sulawesi selatan, dan Tanah Batak kuno. Kesemuanya ini mengacu ke Shastra-Widhi Hindu yang disebut Vishnu-Purana (legenda kuno Sang Hyang Vishnu, Tuhan Maha Pengayom). Legenda-legenda ini hadir di India, Peruvia, dan juga di versi polynesia.
Kashyapa, yang dalam legenda Hindu berarti kura-kura (penjelmaan Vishnu pada era pengadukan Mandaragiri). Konon pada era tersebut umat Hindu percaya bahwasanya bumi ini bentuknya rata mirip punggung kura-kura yang agak melengkung, dan senantiasa mengambang di atas air. Kashyapa juga berarti Tuhan dan anak-anaknya di bumi ini. Dalam bahasanya kaum Israel hadir perihal yang mirip sekali. Bahasa Ibraninya, Israel berarti anak-anak Tuhan (Yesus juga dianggap anak Tuhan). Dan Tanah Tuhan berarti “Kashyab-Mar” yang identik dengan kata Kashmir saat ini, dahulunya Kashyab-Mar = Tanah asal bani Israel.

Karma sebagai bentuk energi

KARMA SEBAGAI BENTUK ENERGI

Kata-kata tersebut adalah ungkapan Hwee – Yong Jang, seorang penulis “The GAIA Project 2012” (The Earth’s Coming Great Changes) yang berasal dari Korea Selatan. Beliau dianugrahi kemampuan melihat masa depan bahkan melihat mahluk-mahluk asing dari luar angkasa yang sering berkunjung ke planet bumi semenjak jutaan tahun yang lalu sampai saat ini. Beliau melihat upaya-upaya dari berbagai jenis guide “mahluk-mahluk teresterial dari masa lalu, saat kini dan masa yang akan datang walaupun beliau tidak mengatakan tulisan-tulisan dan penglihatan beliau secara eksplisit berdasarkan ajaran-ajaran Dharma, namun jelas ungkapan-ungkapannya mengenai karma, reinkarnasi dan dewa-dewa, jelas bukan hal-hal yang baru bagi panganut Sanatana Dharma (Hindu, Jains, Sikh, Buddhist, dst).

Ada satu faktor yang menarik untuk disimak adalah ungkapan-ungkapannya mengenai karma sebagai bentuk energi alami : “Bumi ini sebenarnya adalah tempat manusia seharusnya belajar berbagai hal, namun pada hakekatnya di masa ini mayoritas manusia telah lupa akan identitasnya yang hakiki karena tidak dapat mengingat kembali masa-masa lalunya. Namun masih hadir sedikit sekali yang dapat mengalami gejala-gejala fenomina spiritual, dan mereka-mereka ini mampu mendeteksi gejala-gejala alam, adanya dunia-dunia lain, dan berbagai gejala-gejala gaib yang pada umumnya pada saat ini disebut sebagai “metafisika”.

Namun tetap saja “manusia-manusia super” di atas ini terbatas “pengetahuannya”, dan tidak seorangpun mampu menjelaskan dengan mendetail hakikat dari keberadaan/ manusia dan tujuan itu, apalagi kehidupan kita di bumi ini.

Dunia spiritual ini terdiri dari berlapis-lapis lokasi atau strata, dan setiap strata (dimensi) memiliki peranan-peranan khusus. Terutama bumi ini adalah lokasi di mana manusia yang hadir dari jiwa-jiwa di lokasi-lokasi (loka-loka dalam batas sansekerta) lain datang untuk belajar “mengenai masa-masa lalu”, “beraktivitas”, “beristirahat sejenak” dan “mempersiapkan reinkarnasi yang akan datang”. Apakah kita ini fauna, flora, mahluk-mahluk halus ataupun manusia, semuanya “dirancang” ke arah masa depan!

Ada pembagian-pembagian tugas di bumi ini, setelah kita semua mahluk dilahirkan, kesemuanya ini kata Hwee Yong Jang adalah kombinasi pambelajaran dari masa-masa lalu di lokasi-lokasi spiritual dan di bumi: bagi masa depan. Baginya bumi ini adalah tempat pembelajaran terakhir sebelum dipersiapkan ke tugas-tugas berikutnya. Tugas-tugas tersebut bisa saja berarti lahir kembali ke bumi ini atau “ditransfer” ke lokasi lain di semesta raya.

Di dalam dunia (strata) spiritual hadir mahluk-mahluk yang bertugas aneka ragam dan mereka disebut “Shin – myeong”. Sebagian mahluk-mahluk halus ini adalah penunjuk-penunjuk, jalan (guide) bagi manusia-manusia yang meninggal dunia ke arah dunia spiritual atau kembali ke dunia fisik (materi) ini. Ada juga mahluk-mahluk halus (sejenis dewa/dewi, dalam bahasa sansekerta, yang bekerja sebagai “penasehat” manusia-manusia yang dilahirkan kembali di bumi ini. Mereka inilah yang menuntun manusia melalui nurani, jadi ada sejenis rekayasa dan kesadaran spiritual bukan terjadi begitu saja!

Hadir juga sejenis mahluk yang bekerja sebagai administrator bagi jalan spiritual, mereka mereka ini mampu melihat dimensi ketiga dan keempat dunia gaib (spiritual) dan memandu manusia-manusia pilihan ke strata spiritual yang lebih tinggi (mungkin ini sama dengan resi-resi/nabi-nabi, dsb yang hadir dalam wadah-wadah manusia-manusia super unggul!). Kata Hwee lebih lanjut, di setiap planet hadir mahluk-mahluk ini, namun di bumi inilah pembelajaran dilakukan. Jadi bumi adalah semacam “training center” yang memang direkayasa semenjak jutaan tahun baik secara materi maupun spiritual oleh para mahluk-mahluk asing yang gaib ini (istilah Hindu = dewata/dev).

Dari waktu ke waktu manusia senantiasa kehilangan makna-makna kehidupan dan jati dirinya, dan para kaum suci pun bermunculan menuntun umat manusia kearah kesadaran spiritual. (Hal inipun jelas sama dengan ajaran-ajaran Upanishad dan Bhagawat Gita = dharma vs adharma. Namun pada masa-masa kini lebih banyak kekacauan di bumi ini daripada sebaliknya. Hal ini disebut sebagai “karma buruk yang meluas”. Semakin banyak penganiayaan pada mahluk-mahluk sesama dan yang lain-lain semakin banyak yang lahir kembali sebagai fauna dan mendapatkan pembalasan-pembalasan kembali dari yang dianiaya sebelumnya.

Menurut Hwee, karma dapat dijelaskan dalam bentuk-bentuk energi. Seandainya sejenis hubungan teramat khusus berakumulasi, maka energi ini akan mempengaruhi secara luas spektrum-spektrum sang pelaku dan mereka-mereka yang berada di sekitarnya sampai tuntas suatu waktu di masa-masa yang akan datang nantinya. Kebencian dengan demikian mampu mengakumulasi energi dan bobot yang amat besar, dan terpengaruhlah sang pelaku karma-karma negatif tersebut oleh kumpulan-kumpulan energinya (ini sama dengan teori hukum karma dalam Hindu Dharma).

Bagi Hwee, sistim-sistim yang berlaku dalam karma dapat dan mampu melepaskan karma-karma yang tidak dikehendaki lagi dengan berprilaku positif pada masa kini agar energi tersebut tidak ikut serta ke masa-masa yang akan datang, sampai suatu saat dituntaskan kembali.

Banyak yang percaya bahwasanya kehidupan ini dikendalikan oleh karma, dan setiap hal berasal dari karma, namun bagi Hwee tidak begitu, baginya karma adalah peraturan- peraturan ketat bagi pembelajaran-pembelajaran setiap individu. (Hal ini pun sesuai juga dengan ajaran-ajaran dharma), dan manusia-manusia ini bagi Hwee-Yong Jang adalah aktor-aktor pemeran drama sekaligus murid-murid yang sedang belajar menuju kearah level spiritual yang lebih tinggi (sama dengan berbagai ajaran Sanatana Dharma)

Baginya, penderitaan dapat dikurangi atau dihentikan melalui pemahaman reinkarnasi, namun hal ini terbatas pada manusia-manusia unggul secara spiritual saja. Mengapa begitu? Menurut Hwee, kesadaran hakiki bagi sesama manusia belum “diizinkan”, karena proses pembelajaran manusia di bumi ini belum bisa benar-benar tuntas!

Selanjutnya Hwee datang dengan teori karma baru yang belum pernah kita dengar sebelumnya : menurutnya maka memori-memori masa lalu seseorang bukan saja mempengaruhi mental seseorang tetapi dapat juga berdampak pada tubuh manusia dalam bentuk alergi yang beraneka ragam. Ada 2 jenis karma alergi, yang pertama terbentuk pada awal kehidupan dan masa kini dan satunya lagi terbawa dari masa-masa yang lampau. Yang masa lampau sudah terdeposit dalam aura seseorang semenjak masa silam dan terpicu keluar pada masa kini, sedangkan alergi yang timbul bukan akibat masa lalu adalah trauma atau efek-efek daripada daya tolak tubuh kita sendiri pada masa kini, Hal yang sama menurutnya berlaku juga bagi berbagai rasa emosi, takut, khawatir dan penderitaan manusia, Salah satu contoh adalah masa lalu yang suram dalam penderitaan seseorang terbawa ke masa kini dalam ketakutan berlebihan pada suara ledakan, atau ketakutan amat sangat sewaktu menonton tayangan-tayangan peperangan di TV (phobia). Rupanya orang ini pernah mengalami trauma berat, penderitaan akut dan kematian dirinya dan sekitarnya secara mengenaskan di masa lalu. (Hal-hal ini dijelaskan secara terperinci dalam ajaran Hindu, Jains, Buddhisme (Sanatana Dharma). Hwee tidak jauh rupanya dari ajaran-ajaran Dharma!
Hal-hal yang sama juga dapat menerangkan berbagai gangguan psikologi dan phobia-phobia manusia, yang sering tidak dapat dijelaskan oleh para dokter dan ahli-ahli jiwa modern yang biasanya bersandar pada doktrin-doktrin Barat yang baku dan tidak toleran pada unsur-unsur spiritual.

Satu contoh lagi, seorang pria semenjak kecil merasa kesakitan luar biasa pada salah satu lengannya, para dokter tidak pernah menemukan gejala maupun kerusakan syaraf-syarafnya. Namun penelitian spiritual mengungkapkan bahwasanya orang ini pernah mati kehabisan darah pada masa lalunya, karena hukuman mencuri dengan pemenggalan salah satu tangannya {Hal inipun mirip dengan ajaran karma di India, baca “(Garbha Loka”).

Ada juga yang menarik dalam tulisan Hwee : yaitu seandainya anda tertarik pada budaya, busana, makanan maupun cara-cara hidup yang bukan asal keluarga atau lingkungan anda kini, maka hal tersebut pun dampak dari masa lalu anda! Tidak mengherankan kalau ada yang pindah agama, pindah Negara bahkan cara-cara hidup yang tidak menyukai gaya hidup asal usulnya sendiri, dan hal ini bisa disengaja, direncanakan, maupun terjadi tanpa sengaja dan begitu saja, Namun semua bukan kebetulan tetapi sesuai rekayasa hasil masa lalu ke masa ke/kini.

Mungkin anda pernah mengalami mimpi-mimpi atau penampakan-penampakan lokasi yang tidak anda kenali, atau melihat hal-hal yang akan terjadi (de ja vu). Semua itu kata Hwee adalah akibat karma-karma perbuatan masa lalu. Tiba-tiba ada yang dapat berbahasa asing sewaktu trans dan sebagainya. Hal ini pun akibat budaya hidup masa lalunya. Di antara keluarga tiba-tiba ada seorang yang lain daripada yang lain baik secara IQ dan SQ (Spiritual Quotation), intelegensia maupun perilakunya? Hal inipun dampak lanjutan masa lalunya yang berakumulasi pada masa kini, bahkan ada yang bentuk dan penampakan tubuh maupun prilakunya lain dari semua saudara-saudaranya! (Baca persamaannya di Bhagawat Gita)

Mungkin ada di antara kita tiba-tiba ingin ke suatu tempat tertentu, padahal itu mungkin bertentangan dengan agama yang kita anut, atau ingin melakukan sesuatu yang ditentang keras keluarga maupun lingkungannya ? Hal-hal semacam itupun yang dianggap tidak wajar atau (normal) adalah akibat masa lalu yang tiba-tiba atau secara perlahan timbul dalam diri seseorang tersebut, apalagi memori-memori masa lalu yang sulit dijelaskan. Semua itu punya tujuan yang harus kita fahami sendiri, karena lingkungan belum tentu menunjang (pelajari kasus Lia Aminuddin, dsb).

Jadi wahyu-wahyu bukan – barang langka dan dapat turun ke siapa saja yang peka akan masa-msa lalu dan tugas-tugasnya untuk masa kini. Bagi kaum-kaum yang ortodoks dan yang tertutup nurani dan pengetahuan spiritualnya hal-hal ini disebut sesat (iblis). Bagi dunia kedokteran bahkan disebut gila!

Banyak sekali yang perlu pemahaman, bagi umat sedharma, ulasan Hwee-Yong Jang bukan hal baru, namun memakai ungkapan-ungkapan lama dalam pemahaman baru spiritualnya sendiri. Dharma itu sebenarnya tidak pernah mati, ia hanya berganti-ganti jubah dan improvasinya dari zaman ke zaman,. Dalam hal ini mempelajari Bhagawat Gita secara utuh dari seorang guru yang handal akan senantiasa menambah horizon (wawasan) pengetahuan spiritual dan duniawi kita. Hwee-Yong Jang dari Korea Selatan adalah salah satu manusia modern unggul yang memiliki wawasan-wawasan spiritual ini.

Kitapun dapat demikian dengan mempelajari ajaran-ajaran Dharma kita secara sungguh-sungguh. Apalagi umat-umat lain sudah mulai mengadopsi ajaran-ajaran karma dan reinkarnasi dalam
ajarannya masing-masing dengan memakai istilah-istilah seperti “pahala dan ganjaran”, surga dan neraka”, “Hukum Panen”, dan “kehidupan sesudah alam kubur”, dst yang tidak lain adalah fotocopy dari istilah-istilah karma phala dan reinkarnasi.

Om Shanti Shanti Shanti Om.

mohan m,s
Cisarua, Shanti Griya Ganesha Pooja
7 Jan-2009

diedit oleh : uvi antonina

Bibliography :- The GAIA Project 2012 by Hwee-
Yong Jang
– Bhagawat Gita (TL Vaswani)
– Upanishad
– Garbha Loka.

Bisikan-bisikan hening dalam meditasi

Bisikan-bisikan hening dalam meditasi
( oleh T.L Vaswani )

“Bukankah hadir satu Agama Inspirasi di dalam setiap agama? Yang Maha Spiritual penunjang seluruh ciptaan hadir dalam esensi dan inspirasi yang mendasar yang hadir dalam setiap ajaran-ajaran dunia yang agung ini !
Inspirasi ini adalah kekuatan spiritual suci yang terkandung dalam penalaran setiap agama.“

“Di dunia ini hadir beraneka ragam agama-agama. Namun Kehidupan dan Ciptaan-ciptaan Nya bertumbuh secara senantiasa. Kebenaran bertumbuh senantiasa tanpa batas-batas agama-agama tertentu. Tidak secara spontan dan langsung namun Kebenaran itu tumbuh dalam hati nurani seseorang secara keping demi keping, demikianlah cara Kebenaran itu bekerja melalui sambungan-sambungan keping-keping nurani tersebut dan akhirnya membentuk suatu komunikasi antara Kebenaran dan sang pencari Kebenaran itu sendiri melalui sebuah proses penalaran yang didasarkan pada lingkungan hidupnya sendiri.”

“Agama dan buku-buku suci bertebaran dimana-mana, namun Sang Pemberi Inspirasi hanyalah satu, demikian juga umat manusia dan perikemanusiaan itu satu sifatnya. Banyak tempat-tempat untuk memuja-Nya, ada yang disebut kuil, ada juga yang disebut Pura, Mandir, Sipuasogul, Gereja, Masjid, dsb. Yang Kuasa memiliki banyak rumah-rumah suci di semesta raya ini, namun Ia adalah Yang Tunggal, Penghuni semuanya”

“Suatu saat seorang ayah yang telah lanjut usia menangis sendu karena putra satu-satunya berpindah agama dan mengkafirkan ayah bundanya sendiri. Ayah ini bertanya : “ Banyak Nama Tuhan dan Wujud-wujudNya, walaupun Ia selalu disebut satu. Namun agama apakah itu yang merampas anak satu-satuku dan menganjurkan- nya untuk meninggalkan kami yang tua-renta yang telah mengasihi dan membesarkannya selama ini? Orang-orang dari agama lain tersebut tidak punya saham sepeserpun dalam membesarkan putra kami. Tetapi setelah dia dewasa langsung direbut begitu saja. Agama apakah itu yang mengajarkan tanpa kasih sayang, tanpa nurani? Dapatkah sebuah agama eksis tanpa landasan cinta kasih yang universal bagi sesama?

“Semua resi-resi suci, para nabi dan utusan-utusan Ilahi adalah keajaiban-keajaiban penuh kasih yang diturunkan diperuntukkan bagi umat manusia yang tersebar disana-sini. Para kaum/suci ini selalu hadir dari masa kemasa, dari tempat ke tempat dan menjadi sahabat manusia-manusia yang mereka tuntun, tujuan mereka cuma satu yaitu menjadi saudara yang berbakti dengan dharma-nya masing-masing.“Dharma tersebut adalah perikemanusiaan!”
“ Sebenarnya berbagai ajaran agama-agama mulia, bukanlah musuh atau saingan bagi satu dengan yang lain, namun adalah sahabat-sahabat yang seharusnya bergandengan tangan demi bakti keseluruh ciptaan-ciptaan ini dan Sang Pemilik Semesta Raya ini!”

“Simak dan pelajarilah berbagai persamaan-persamaan universal yang hadir dalam ajaran-ajaran Gospel dan misteri-misteri ajaran dari agama-agama besar sebelum Kristen dan Islamseperti agama-agama wangsa-wangsa Mesir, Yunani dan Roma. Bukankah Pembaptisan dan Sakramen-sakramen suci sudah hadir dalam agama-agama tersebut diatas bahkan dalam Hindu, Jain, dan Buddha Dharma, jauh sebelum Yesus Kristus sendiri lahir, ke dunia ini? Bukankah Ajaran “ Sermon on the Mount nya Kristus mirip Vedantanya kaum Hindu dan teori lilin, dari satu lilin yang dapat menerangi jutaan lilin “ adalah wejangan Sidharta Buddha Gautama yang bersumber pada shastra Widi Weda-Wedanya kaum Hindu Dharma? Yesus mewacanakannya di bukit di kawasan Israel, dan Buddha memberitakannya di Benares India. Jaraknya terpisah jutaan tahun dan puluhan ribu mil. Namun anehnya bagi esensi-esensi wacana-wacana ini hadir juga dalam “Testament of the Twelve Patriarchs”, kaum Yahudi. Dibawah ini saya sampaikan sedikit esensi kitab suci kaum yahudi ini : “ Cintailah Tuhan dan tetangga-tetanggamu. Kasihilah selalu kaum yang miskin dan lemah. Mereka-mereka yang bersih jalan pikirannya tidak akan sekali-kali melecehkan kaum wanita. Lakukanlah kebajikan agar harta ini nanti tersimpan di surga. Cintailah satu dengan yang lain melalui hati nuranimu.” Demikian juga yang terdapat dan tersirat dalam ajaran Socrates dalam karyanya yang disebut Crito. Pada stanza pertama ajaran Thirteen Commandments of Zoroastez (Persia Kuno), tertulis “Dikau harus mencintai Ahura-Mazda, Yang Tinggi, diatas semua bentuk-bentuk cinta kasih.”

Ajaran Islam penuh dengan unsur-unsur keadilan, toleransi dan simpati bagi sesama insan dan mereka-mereka yang tertindas seperti yang hadir dalam berbagai hadis-hadis Nabi. Terutama didalam Al-Quran Al-Karim terdapat sabda Allah yang menyatakan bahwasanya manusia diciptakan dalam keaneka-ragaman, ras, kulit, warna dan suku-suku bangsa, agar manusia saling berkenalan, belajar dan bersilahturahmi dengan sesamanya. Kata kunci dalam Islam adalah “Allah-u-Akbar” yang bermakna. “Hanya Allah (Tuhan itu saja yangAgung)”. Dan Al-Quran menyatakan bahwasanya Allah adalah Tuhannya semua ras manusia, kaum suci dari masa kemasa dan lokasi ke lokasi, dimulai dari Adam dan Hawa. Dalam shastra Widhi awal Hindu Kuno Adam adalah Brahma dan Saraswati adalah Hawa. Bukankah Saraswati yang berkulit putih pucat dan Brahma yang berkulit mirip Agni adalah bapak-ibu umat manusia yang terdiri dari lima ras pada asal muasalnya. Semua ajaran-ajaran di Timur Tengah dari yang kuno ke ajaran Semit (India, Kristen dan Islam) mengakui Nabi Nuh sebagai pelestari umat manusia. Dan berbagai ciptaan-ciptaanNya yang hadir di bumi pada masa lampau. Namun bukankah Nah Nuh adalah nama lain dari Manu Swayambu alias Hyang Wishnu sendiri yang terdapat dalam Wedantanya kaum Hindu Dharma ribuan tahun yang lalu sebelum Injil. Perhatikan penggalan katsa “Nah/Nuh” yang hadir pada kata Manu dan Wishnu (Pengayom umat manusia) dan kata Manus (Manusia)”

Sering sekali manusia di bumi ini mengotak-ngotakan Tuhan Sang Pencipta menjauhkan satu dengan yang lain dari yang dipujanya sehari-hari demi ego masing-masing, Dengan demikian tanpa sadar mereka melecehkan, memilah-milah dan mengkerdilkan hakekat yang mulia dan Tak Terjabarkan ini demi pemuasan ego-ego politis dan kekuasan mereka sendiri melalui peperangan atau bujukan-bujukan materi, padahal ajaran ini tidak pernah dianjurkan baik oleh resi-resi Hindu maupun Nah-nah yang turun dimanapun juga. Didalam Yayur Weda terdapat sebuah kalimat pendek “Ingatlah akan perbuatan-perbuatanmu sehari-hari”. Apa sudah sinkron dengan dengan kehendak suci (Om Tat Sat) Sang Pencipta? Ingatlah, anda adalah salah satu ciptaan-ciptaanNya yang suci. Apakah perjalanan (Yatra di bumi) sedang anda lakukan secara baik, ataukah anda sedang terlanda mayanya korupsi, perselingkuhan, ego dan keserakahan-keserakahan yang fana ini?”

“Bukan itu berarti lari dari hal-hal duniawi, namun jadilah partisipan yang aktif dan positif agar semua manusia dan mahluk-mahluk disekitarmupun dapat “survive” bersama-sama. Konon suatu saat Sang Buddhisatwa yang baru saja akan moksha dan mencapai pintu gerbang Nirwana, baru saja akan melangkah masuk kedalamnya mendengar sebuah tangisan lirih dari salah satu sudut bumi, tangisan ini meratap dan bertanya; “Apakah tidak ada yang menyelamatkanku?”. Sekejab Sang Buddhisatwa terhenyak dan Dia langsung memutuskan kembali ke bumi dan menyelamatkan umat manusia sambil berkata “Aku tidak boleh moksha seorang diri”. Ajaran yang sama ini hadir dalam Manu Shamsita : “Tidak seorangpun dapat pergi ke swarga seorang diri, karena tidak akan mendapatkan seorang temanpun di sana” _ “ Barang siapa makan hanya untuk dirinya sendiri, maka yang dimakannya adalah dosa belaka”

“Lebih besar dan agung dari Negara adi daya manapun adalah sifat-sifat Perikemanusiaan”. Manusia-manusia yang memiliki kesadaran universal ini disebut humanitarian. Namun diatas bentuk kesadaran ini hadir lagi sebuah kesadaran, dan disebut kesadaran kosmis. Kosmos atau kosmis atau Jagat Agung, makro kosmos atau semesta raya ini sifatnya jauh melebihi nilai-nilai peri- kemanusiaan, Sri Krishna, Sri Yesus Kristus, Sri Mahavira, Sri Buddha Gautama, Sri Muhamad, Sri Nanak, Sri Musa, Sri Chantanya, SriShankara, dst memiliki kesadaran sejati ini. Itulah sebabnya para kaum suci ini memiliki umat-umat yang setia sampai masa ini.

Anda ingin memiliki kesadaran nan agung ini? Kuncinya adalah apapun milik anda juga adalah milik yang lainnya. Jadi larutkan diri anda dalam samudra kasih universal ini, dengan selalu berpartisipasi dan membantu sesama dalam bidang apapun juga seperti pengetahuan, dana, tenaga dst. Bahkan bagi flora dan founa yang ada disekitar kita, karena mereka memiliki tali persaudaraan dengan kita. Kalau saudara-saudara kita ini dimusnahkan, maka musnah juga umat manusia yang bersandar pada mereka!” Ilmu sains modern telah mengkonfirmasikan hal ini!

Nama lain dari Siwa adalah Nagna yang berarti “Telanjang tanpa ikatan apapun”. Itulah sebabnya Acinthya yang digambarkan sebagai Hyang Widhi Wasa disimbulkan bersemadi dalam bentuk Nagna (tanpa busana ). Kitapun dapat masuk ke dalam kesadaran Nagna ini sewaktu kita “memiskinkan dan meminimalkan diri kita ketahap tanpa ikatan (busana) apapun juga. Satu-satunya ikatan kita adalah Widhi (widya, ilmu pengetahuan), seperti doa Bhartihari ke Hyang Shiwa:
“ Wahai Shankara, kapan akan tiba hari, dimana aku lepas dari segala hasrat dan nafsu, dan musuh ke dalam damai dan keheninganmu, dan lepas dari semua akar-akar karma yang membelit erat ini?

Pada masa ini bahkan mereka-mereka yang disebut kaum suci yang dimuliakan banyak yang terikat erat-erat oleh ahankaranya sang maya (Ilusi duniawi). Sebagian diantara mereka sibuk dengan upacara-upacara dan dharma-dharma wacana palsu dan berlebih-lebihan, dan berubah warna dan wujudnya merjadi kaum polytheist. Kita lupa pada-Nya, yang penting aku-nya saja. Pemberhalaan ini sedang melanda semua kaum beragama di mana saja. Cobalah bersahabat dan memuja kemiskinan dan kesederhanaan, jadilah Achintya-achintya dalam bentuk-bentuk yang kecil dan minimalis saja, Kemiskinan dan keserhanaan dalam segala hal adalah Yagna yang maha agung, ia yang adalah pengorbanan kita yang tulus pada segala ciptaan-ciptaanNya. Dengan demikian jadilah kita utusan-utusan Tuhan itu sendiri di bumi dan semesta ini.”

Demikianlah sedikit bisikan suci dari guru almarhum T. L Vaswani, yamg menjadi panutan Mahatma Gandhi, Sri Sathya Sai Baba, bahkan Sri Ravi Shankar sesuai pengetahuan-pengetahuan dalam ajaran mereka. Beliau hadir bahkan sebelum Mother Theresa dengan dharma bhaktinya di India.

Beliau berpulang pada tanggal 16 Januari 1966 namun maha karyanya yang terdiri dari ribuan ashram-ashram tersebar di seantero India dan diseluruh dunia, Misi-misi ajarannya adalah berbagi kasih kepada mereka-mereka yang miskin lahir dan batinnya. T.L Vaswani adalah “tuhan” itu sendiri bagi para pemuja-pemujanya. Buku Bhagawat Gita hasil karyanya saja telah diterjemahkan ke lebih dari seratus bahasa di dunia.Di Indonesia sendiri telah habis versi Indonesianya terbagi-bagi sebanyak 12.000 ekslempar, hadir juga dalam bahasa Indonesia di website Shantigriya tripod.com. Pada saat tulisan ini dibuat karya Bhagawat Gita ini sedang dicetak ulang oleh sebuah penerbitan di Jawa Timur.
Bagi yang ingin lebih mengenal tokoh Dada Vaswani (sekarang diteruskan oleh Dada J.P Vaswani) dapat beranjangsana ke Sadhu Vaswani Center yang terletak di kawasan Sunter Jakarta. Tidak jauh letaknya dari danau sunter dan banyak petunjuk kearah ashrama ini. Di Ashrama yang amat megah ini hanya terdapat beberapa foto-foto Beliau tanpa arca-arca maupun symbol-symbol apapun. Yang hadir di aula hanyalah keheningan dan kesederhanaan yang ditunjang para pengelola yang bekerja tanpa pamrih bagi sesama. Salah satu acara mereka adalah merayakan “hari tanpa daging sedunia” yang telah dicetuskan oleh PBB atas inisiatif Sadhu Vaswani Center di India. Om Shanti Shanti. Om Tat Sat.

mohan m.s, Cisarua 2 Agustus 2008

Bibliography : “Voices” by T.L Vaswani (alm)
diedit oleh : antonina uvi

Atharva – Weda dan Pemanasan Global

Atharva – Weda dan Pemanasan Global
( The Green Weda)

Berbagai weda-weda yang merupakan harta kebudayaan dan spiritual juga merupakan warisan ilmu pengetahuan nan tak ternilai yang tidak lekang dimakan sang waktu. Kata “Vid” yang bermakna “mengetahui atau memahami” adalah sumber inspirasi ilmu pengetahuan (widya) bagi weda-weda ini, yang berhubungan dengan realitas tertinggi dan kosmologi. Weda menyatakan hadirnya sebuah bentuk kesadaran yang agung, hakiki dan murni sebagai landasan dari setiap ciptaan (Brahman). Tahap kausal diri kita adalah kesadaran itu sendiri yang juga terdiri dari komposisi tubuh, jalan pikiran, emosi,intelek yang kesemuanya adalah cabang-cabang dan ranting-ranting kesadaran ini.

Rig, Yayur dan Sama-Weda lebih menekankan pada peningkatan alur spiritual kita dari tahap rendah menuju tahap kesempurnaan melalui berbagai tata-cara, ritual, dhyana, dan pemahaman psikologis dst. Namun Atharva –Veda bersinggungan langsung dengan dunia materi ini! Para ahli Veda di India menyebutnya sebagai “ancient counterpart of modern science and technologi”. Didalam Atharva-Veda akan kita temui berbagai arahan yang berhubungan dengan ilmu kesehatan ( Medical Science) astrologi, astronomi, material-science dan teknologi, physical, chemical dan hological science, plus engineering, dsb. Namun banyak pengetahuan yang hilang dimakan peperangan, dan sang waktu, Tetapi esensi Atharva-Veda yang tersisa tetap diakui dunia sampai kini sebagai sumber inspirasi Modern-Science.

Atharva-Veda memiliki posisi unik karena langsung dan bersinggungan dan bermanfaat bagi dunia ini, bagi manusia, berbagai ciptaan diatas bumi,bagi kemakmuran, persatuan, kesehatan, persahabatan, pemerintahan, kesejahteraan umur, dsb.dsb. Para Resi di Atharva-Veda memuja para dewata melalui yajna memohon agar manusia diberikan usia panjang dan kesehatan yang prima. Bukan itu saja Weda yang satu ini memberikan berbagai jalan (keterangan) bagi umat manusia, juga sekaligus menegur kita umatnya agar tidak merusak diri dan lingkungan kita sendiri. Kata weda ini “raga dan jalan pikiran yang sehat akan menghasilkan produktivitas dan kesejahteraan yang berusia panjang”.

“Tubuh ini memang akan musnah suatu saat tetapi mengapa harus cepat-cepat? Anugrah dalam bentuk raga manusia ini dapat disejahterakan dan hidup dinikmati secara sehat, dan brertahan lama”. Menurut Atharva –Veda, hidup manusia seharusnya sampai 100 tahun, ini disebut ideal. Para dokter sekarang mengakuinya ( baca “sehat itu murah” oleh Dr Handrawan Nadesul). Di Jepang hal itu dimungkinkan! Jadi hidup harus dinikmati dulu sebaik-baiknya bagi kemajuan lahir dan batin (spiritual).

Weda yang satu ini berwacana, bahwasanya unsur-unsur Ilahi yang suci (Bhagawatam), adalah penunjang utama untuk menggapai usia yang panjang namun sehat. Unsur-unsur suci ini menjaga manusia dari berbagai rintangan yang selalu siap menjegal di setiap sudut dan ruang waktu sewaktu kita alpa dan lalai akan hakikat anugrah kehidupan ini.

Bayangkan di Weda ini ada keterangan-keterangan menakjubkan yang baru terungkap di sains modern dewasa ini seperti manfaat susu dari sapi yang berkulit hitam-legam lebih prima daripada susu dari sapi yang berwarna lain. Ada juga manfaat emas dan berbagai logam bagi kesehatan tubuh. Perhatikan di pasaran kini banyak diperjual-belikan gelang dan kalung-kalung magnetik bagi kesembuhan. Ada juga ajaran secara psikologis yang harus dikombinasikan yaitu yang berhubungan dengan prilaku kita sehari-hari seperti berbuat baik, bersandar pada kebenaran, perbuatan-perbuatan positif, pikiran-pikiran mulia, menjauhkan diri dari berbagai stress dan pikiran-pilkran negatif dan berprilaku ahimsa (non-violence, tanpa kekerasan).

Hadir juga di Atharva-Veda, resep-resep herbal khusus (jamu), puasa, pranayama, dhyana (Samadhi), menggunakan energi matahari dan rembulan, api dan air, udara dan ether, bumi, kayu, dst. Pada masa kini manusia membabat bumi habis-habisan, tanpa sadar hampir seluruh mata rantai sumber-sumber kehidupan ikut dimusnahkan, itu berarti sebentar lagi kitapun akan gosong-total oleh pemanasan global. (Saat ini di Kuwait City sudah mencapai 49 ºC, Mekah 45 ºC, Bagdad 47 ºC, New Delhi 42 ºC, Jakarta 39 ºC, dsb)

Muncullah berbagai resistensi penyakit karena mata rantai dalam bentuk bakteri, kuman, flora, fauna dsb ikut hilang dari atas bumi dan lautan. Manusia sedang menggali lubang kuburnya sendiri dan juga bagi anak-anak dan cucu-cucunya!. Berbagai penyakit baru seperti HIV, Ebola, dsb jadi mendadak hadir dan merusak tatanan kesehatan kita belum lagi kanker kulit yang akan merajalela, di Australia dan Israel.

Atharva-Veda, menyatakan semua itu seyogyanya dapat tereliminasi melalui perilaku-perilaku positif kita dan rasa toleransi ke bumi dan lingkungan kita. Di atas semua itu hadir juga berbagai mantra-mantra yang dapat menimbulkan energi-energi positif yang dapat menghilangkan efek-efek negatif polusi, bencana alam, dsb. Resi Yoga-Vasistha pernah mengajarkan mantram-mantram suci yang disebut sebagai rangkaian mantram Bhusukta. Atharva adalah putra beliau, yang kemudian menulis dan merangkum ajaran-ajaran Resi Yoga –Vasistha dan dikenal saat ini sebagai Atharva-Veda.

Menurut Vishnu-Purana, Atharva-Veda adalah ungkapan “ilmu pengetahuan para resi yang merupakan hasil evolusi dari meditasi mereka”. Atharva-Veda lebih lanjut sabda purana ini menyumbangkan ilmu-ilmu asal para resi-resi yang masing-masing bernama: Sumanta, Kabandha, Jaimine, Dewadarsa, Pathya, Madha, Brahmabali, Soutyayani, Pippalada, Jabali, Kumudadi, Sounaka, Saindhawa dan Manjukesi, dst.

Para resi ini dalam wacana-wacana dan mantram-mantramnya berkata banyak tentang nilai-nilai positif demi mencegah terjadinya polusi, perubahan cuaca drastis, dsb ribuan tahun yang lalu, toh umat manusia yang jumlahnya 6.5 milyar ini merusak tatanan bumi ini tanpa ampun karena jumlah penduduk yang makin miskin dan awidya makin meluas.

Berbagai ajaran-ajaran, hikayat-hikayat, tabu-tabu, pamali-pamali dsb hadir di Weda ini agar manusia menjauhi perusakan bumi, karena bagi para resi pencegahan adalah lebih baik daripada pengobatan.

Salah satu mantra bahkan berbunyi: “ Madhuvataritayate-bhawantunah “ yang bermakna amat luas yaitu : “ Semoga semua memusiman, sungai-sungai, samudra, pagi dan malam, debu-debu bumi ini, langit, kosmologi, dunia fauna dan flora (botanical world), surya, sapi-sapi dilimpahi nektar suci (madu yang manis). Selanjutnya Atharva-Veda melarang manusia untuk mempolusi air sungai dan lautan dengan buang air besar dan kecil, bahkan bersanggama atau meludah di airpun dilarang! Nilai-nilai ini sebenarnya hadir sampai sekarang di India dan Nusantara dalam ajaran-ajaran Karuhun dan lontar-lontar kita pada masa lampau.

Air dibumi ini disebut nektar atau madu yang manis, tidak boleh tercemar sedikitpun. Para resi sering melantunkan puja dan puji: “ Semoga tirta (air) memurnikan bumi dan selanjutnya semoga bumi memurnikan diri kami, semesta raya dan berbagai racun-racun yang kami konsumsi baik yang tertinggal di dalam tubuh kami dan maupun yang tersisa di luar tubuh kami; Mantram agar bencana alam dijauhkan berbunyi: “Rtasadhratathamagnin gandharvah – Swaha”. Dapat diucapkan 108x melalui agni hotra (homa) yang amat kecil, sederhana dan tanpa polusi, (diajarkan oleh shanty griya). Sebenarnya mekanisme cahaya mentari (surya), dan mentari (bulan), setiap hari membersihkan bumi ini, sayang ozon sudah rusak jadi mekanisme ini ikut rusak juga.

Padahal berbagai Weda menyiratkan bahwasanya aksi atau perbuatan-perbuatan (karma) yang baik akan menghasilkan pahala yang baik dan demikian juga sebaliknya. Berbagai ajaran akan proteksi flora dan fauna, bumi dan lingkungan yang bersumber pada Vedanta dan berbagai Puranas juga disiratkan oleh Kristus di Bible Of The Essenes, dan oleh Nabi Muhamad di berbagai hadis-hadisnya, warna simbolik Islam adalah hijau (kehijauan) dan bab-bab Al-Quran-Al-Karim banyak bersamaan dengan ajaran Raja Vikramaditya, seperti ayat kursi, lebah, semut, dsb.

Dr. Vidula Subrahmanyam Ph.D, dalam salah satu makalahnya menulis betapa pentingnya weda-weda ini bagi umat manusia di jaman Krta, Treta, Dwapara dan Kali-Yuga ini agar dapat mencapai kedamaian abadi, kesucian dan kesehatan prima setiap individu yang memahami dan mempraktekkan ajaran-ajaran ini! Kata Beliau Atharva-Veda adalah payung emas di jaman Kali ini seandainya difahami dengan baik, untuk melestarikan kembali bumi dan segala isinya. Dengan demikian derajat manusia dapat terangkat kembali ke level yang suci dan agung (divine). Keempat weda berisikan ajaran-ajaran yang berunsurkan “micro-atomic structure” yang senantiasa berkembang penalarannya sepanjang jalan, khususnya di era Kali-Yuga yang penuh dengan inovasi tehnologi dan sains.

Atharva-Veda, wedanya ilmu-ilmu pengetahuan ini terdiri dari 20 bab dengan 731 suktas (plus 5987 mantras). Dulunya para pendiri Barat menyatakan bahwasanya weda ini bersifat primitif dan kekanak-kanakan. Namun sekarang sebagian besar para ahli ini justru kagum. Albert Einstein sendiri menyebut penemuannya di bidang atom bersumber pada ajaran-ajaran weda! Nah, Saudara-saudaraku kaum dharmais, apakah anda masih tertarik mempolusi bumi ini tanpa memperhatikan kelangsungan hidup anak-cucu kita nanti? Atau seperti anjuran Dr Fatah Singh, seorang peneliti Hindu (Sikh) yang menulis agar kita segera berubah menjadi manusia-manusia universal berdasarkan ajaran-ajaran Atharva-Veda ini. Beliau menyarankan untuk belajar “gisnu-yoga”, yoga pengendalian diri yang berdasarkan ajaran-ajaran weda seperti:
Kebenaran yang dijabarkan secara luas, Kebenaran dalam bentuk-bentuk dinamis, Kesadaran spiritual, bakti sebagai kewajiban-kewajiban duniawi, menyadari adanya prinsip-prinsip ekspansi semesta dan bakti sosial ke sesama mahluk dengan penyucian diri dan alam sekitar kita sendiri.

mohan m.s
Cisarua, 5 sept 2008

diedit oleh ; antonina uvi
bibliography : yoga sudha 1993

VI-VA-HA

“Semoga setiap insan berpikir dan bersatu dalam suatu pemikiran, semoga semua hati bersatu dalam bentuk cinta – kasih, semoga tujuan semua manusya selaras, dan semoga seluruh mahluk berbahagia dalam suatu perpaduan “itikad” – (sukta terakhir Rig-weda, puja-puji ke Hyang Agni).

Setelah melewati masa puber, maka pada umumnya pria dan wanita lambat laun akan matang alur pemikirannya dan gairah-gairah liar penuh nafsu-nafsu membara mulai mematang secara biologis, dan kedua jenis kelamin ini secara alami dipersiapkan tuk memasuki sebuah arena “peperangan dan perjuangan” baru yang disebut vivaha (persatuan, pernikahan dsb) padahal kata vivaha dalam bahasa Sansekerta berarti kemenangan-kemenangan yang bertahap. Vi adalah hari pertama memasuki ajang perkawinan, karena kedua pasangan telah berhasil menyatukan pandangan, misi dan visi kedepan, namun semua itu masih kabur dan tidak menentu karena bisa saja salah satu atau kedua-duanya tersandung di jalan kehidupan bersama yang amat sarat dengan berbagai cobaan-cobaan, suka-duka dan kerja keras yang meletihkan demi asah-asih-asuh keluarga yang penuh tanggung jawab. Konon kata para ahli jiwa 5 tahun pertama adalah masa krisis yang amat harus diperhatikan dan jangan dipertaruhkan karena dua insan dengan dua latar belakang berbeda harus saling berkorban dan “memaksakan” diri mereka tuk bersatu, dengan segala perbedaan-perbedaan mereka, cinta-kasih diantara keduanya masih terselubung nafsu dan belum kembali menjadi yadnya (pengorbanan), dan banyak pasangan muda pun berguguran karena hanya 3 bulan masa bulan madu, selanjutnya istri melendung, suami tersandung dan semua jadi bingung!

Itulah sebabnya para resi menyatakan, sebuah perkawinan itu adalah upacara yang teramat sakral, bukan asal berbenturan birahi, tetapi adalah ajang melahirkan”tuhan” itu sendiri dalam bentuk-bentuk saputra yang berguna tuk bangsa, Negara dan Dharma. Untuk itu diperlukan 25 tahun pertama agar perkawinan ini memasuki va (vi+va) Pada saat itu kalau pasangan suami istri ini masih menyatu sebagai keluarga dengan tetap mempertahankannya dalam suatu derita dan bahagia, maka dirayakanlah “viva”. Di masa lalu saat ini Sang Suami sebagai kepala rumah tangga sudah berusia sekitar 40 sampai dengan 50 tahun, ia pun lalu menyerahkan harta dan istrinya kepada putra tertua dan pergi bervarna-prastha selama lima tahun, mencari guru spiritual yang handal tuk bekal menjadi guru masyarakat sekitarnya, setelah lima tahun ia kembali ke keluarga dan berinteraksi dengan masyarakat, membagi-bagi semua hal-hal positif yang telah dipelajarinya selama ini. Pada usia perkawinan yang ke 35 tahun, keluarga besar ini akan merayakan vi+va+ha (vivaha), yaitu sebuah kemenangan berkeluarga yang berazaskan kesabaran, toleransi, suka dan duka yang dibagi dan diemban bersama-sama. Vivaha dalam hal ini bermakna kesuksesan, dengan kata lain Kama dan Artha telah bersinergi menjadi Dharma, dan tujuan menjadi manusyapun telah terlaksana dengan sempurna. Manusya barat yang belajar dari episode-episode vi-va-ha malah menirunya dengan hura-hura, pesta-pesta perkawinan yang disebut Silver Jubilee (kawin perak = 25 tahun), Golden Jubilee (kawin emas = 50 tahun) dan Diamond Jubilee (kawin intan = 75 tahun) tetapi penghayatannya amat berbeda! Di masa lalu sang pendeta akan menikahkan kembali kedua suami istri yang telah mencapai usia perkawinan ke 25 dan 35 secara amat sederhana dan bermakna. Masa kini hal-hal bermakna ini telah hampir sirna dan menjadi langkah, karena banyak yang bercerai sia-sia, karena rajin berselingkuh tanpa pernah sadar akan hakekat vivaha yang sebenarnya, tragis memang! Makna Dharma dalam perkawinan pun makin hari makin menjadi kabur.

Konon di masa permulaan Satya – Yuga, manusya pertama, manu merasa bosan hidup seorang diri selama berjuta-juta tahun, ia dilahirkan biseksual, biji-biji kemaluannya mengandung sperma perempuan di bagian kiri (= X) dan sperma laki-laki (= Y) di bagian kanannya, sampai saat ini pria normal dalam ilmu biologi, disebut heteroseksual dan Dharma Sastra Hindu menyebutnya sebagai Ardhana Geswara, sedangkan wanita adalah pengejawatahan bunda pertiwi, ia berstatus stri (istri = steril = x), simbolnya adalah merah darah (tanah), indung telur sewaktu menstuasi, sedangkan pria bersimbolkan warna putih, warna sperma yang disucikan (Kamandanu = air suci kehidupan hasil nafsu)

Pada mulanya setiap saat manu dapat bersahabat dan berbicara dengan Hyang Prajapati (Brahma) namun suatu hari sewaktu kebosanan hidup melajang sendiri menerpanya dia pun memohon agar dapat diberikan seorang teman pendamping tuk berbagi hidup ini, semenjak saat itu pria atau wanita selalu berhasrat mendapatkan pasangan karena merasa tidak lengkap hidup seorang diri, Prajapati yang maklum bahwasanya manusya akan segera berkembang biak lalu menyetujui dengan syarat manu hanya boleh memohon 2 kali lagi saja kepadanya, selanjutnya manusya tidak dapat menemui Sang Pencipta ini kecuali melalui meditasi (dhyana) yang berkesinambungan.

Malam tiba, manu tertidur lelap, Prajapati diam-diam mengambil sebuah spermatozoa dari telurnya yang kiri dan memasukkannya ke sebuah boneka yang dibuatnya dari tanah liat (sumbangan Pertiwi) jadi tidak seperti Injil dan Al-quran, maka wanita bukan hasil tulang rusuk Adam, tetapi amat biologis dan saintifis, adalah hasil dari sperma pria itu sendiri!

Prajapati pada malam itu (bulan Purnama) berjalan kearah timur sesuai “Wacana” yang diberikan oleh Sang Param Brahman (Tuhan yang Maha Tidak Terjabarkan), Pertiwi dengan mengucapkan Swaha (dengan ini kuserahkan yang terbaik dalam diriku) menyerahkan segumpal tanahnya yang paling baik dengan syarat pada saat kematian, manusya akan kembali kepadaNya, (dari tanah ke tanah), dan Prajapatipun menyetujuinya. Prajapati melihat kearah rembulan yang penuh cahaya dan bersabda,”berikan yang terhebat yang dikau miliki wahai dewa Chandra, dan bulan pun berkata Swaha, dan memasukkan inti kirananya ke dalam tanah liat di tangan Prajapati,tidak lama kemudian Prajapati bertemu seekor ular kobra yang amat berbisa, sang kobrapun dengan ‘Swaha”nya menyerahkan bisanya ke tanah liat tersebut. Demikianlah semalaman itu Prajapati berjalan terus ke arah Timur dan terus dan menemui berbagai ciptaanNya sendiri seperti bunga mawar yang menyerahkan keharumannya, burung beo dan kakatua yang menyerahkan gossip dan cerewetnya, burung merak yang menyerahkan tarian-tariannya yang mempesona, dan seterusnya pagi datang menjelang. Dalam kurun waktu itu berbagai ciptaan = di muka bumi ini telah men-Swaha-kan unsur-unsur inti mereka yang terbaik, terdashyat, terburuk dan terindah kepada sang calon manusya tersebut. Pagi tiba, Prajapatipun sampai ke tepi samudra, Surya menjemputnya dengan cahaya terang benderangnya, dengan Swaha Surya menganugrahkan teja dan samudra menyerahkan gelombang kehidupannya ( sejak saat itu vivaha menghadirkan gelombang dashyat).

Hyang Prajapati dengan seluruh unsur-unsur yang saling kontradiktif ini kemudian lalu menghembuskan Jiwanya ke dalam tanah liat yang telah berbentuk bayi ini dengan kata Swaha, dan di depannya berdiri seorang mahluk indah jelita, menawan, tetapi penuh ketegaran juga keragu-raguan, katanya lirih; “Aku ini siapa? Mengapa aku diciptakan dan apa tujuan hidupku ini? Dengan lembut Prtajapati bersabda : “Namamu adalah Shatarupa (hasil dari berbagai rupa-rupa) dikau dilahirkan tuk jadi sahabat Manu, bunda dari putra-putrimu, dharmamu adalah memperbanyak umat manusya agar terpenuhi Dharma yang berkesinambungan.Pergilah kearah pondok di arah timur, di dalamnya Manu sang Pria (Priya = kesayangan para dewa-dewa) sedang menunggumu.” Satharupa pun berjalan dengan lenggangnya yang menawan, penuh keharuman, dan pesona wanitanya, dadanya ranum ibarat kelapa muda penuh santan dan air surgawi (sejak saat itu wanita bersusu kehidupan)

Di depan gubuk kayu ia tertegun sejenak, lalu mengetuk pelahan, Manu tersentak bangun, ia membuka pintu dan terhenyak kaget bercampur pesona karena tiba-tiba ada mahluk indah menawan ibarat betari di depannya, konon saat itu manusya masih suci dan tidak berbusana, dan Manu pun langsung ereksi. Sejak saat itu di pagi hari para pria selalu ereksi bahkan bayi lalu pun begitu kata Weda shastra.

Keduanya langsung memadu kasih, lupa kepada yang lain-lainnya bahkan lupa kepada Prajapati yang menciptakan mereka, bertahun-tahun mereka dilanda nafsu membara dan larut dalam bahagia. Suatu saat secara biologis Shatarupa pun menstruasi tanda ia telah matang tubuhnya, namun Manu malah terhenyak takut, apalagi Shatarupa tiba-tiba berubah galak, marah-marah dan menjerit-jerit kesakitan, Manu pun lari ke hutan, galau dan duka, ia tidak percaya pada apa yang dialaminya dikasari oleh seorang wanita, namun tidak berkelanjutan lama, beberapa hari kemudian Shatarupa telah bersih kembali menjemputnya dan asyik masyuk berulang kali tiada tara, semenjak saat itu pria selalu lemah tidak berdaya di depan wanita.

Tiba-tiba suatu saat sang wanita menstruasi lagi, Manu pun shok berat lagi-lagi dan lagi-lagi, tetapi selalu Shatarupa akan kembali dan seks pun berulang-ulang lagi, akhirnya suatu saat Manu bosan dengan semua itu, (sejak saat itu pria sering bosan dengan ulah istrinya padahal sudah demikian kodrat wanita itu). Manu tiba-tiba teringat akan Prajapati, ia pun berdoa agar Hyang Prajapati berkenan mengambil kembali sang wanita, sejak saat itu wanita sering dikembalikan ke orang tuanya karena ego-ego suaminya. Prajapati berkenan mengambil kembali putrinya dengan catatan Manu hanya mempunyai satu kesempatan lagi tuk menemuinya.

Bertahun-tahun berlalu, pertama-tama Manu bahagia karena telah lepas dari “cengkraman’ wanita, tuk menyalurkan hasrat seksual-nya ia pun sering bermasturbasi (sejak saat itu pria gemar bermain-main dengan alat vitalnya (sejenis homoseksualitas karena dilakukan oleh pria ke pria itu sendiri). Tetapi lama kelamaan ia pun bosan, rasanya tidak lengkap tanpa wanita katanya munafik. (sejak saat itu banyak pria yang munafik di dunia ini!) karena “tergoda” dan tersandera oleh wanita. Ia pun menghadap ke Prajapati memohon agar Shatarupa dikembalikan, Shatharupa pun hadir, namun beliau tidak mau kembali ke Manu tanpa ada ikatan resmi di antara mereka dan sumpah setia dari sang Pria, Prajapati memohon sang Agni menjadi saksi, 33 juta dewa-dewi di Bhur, Bwah, dan Swah datang menghadiri, dan dilaksanakanlah upacara vivaha yang pertama ini di awal Satya Yuga. Sang pria tiga kali berputar kearah kanan (jarum jam) diikuti mempelai wanita, dan sang wanita berjalan satu kali ke kiri mengitari homa-Agni dengan sang Pria mengikuti dari belakang saling bertukar janji yang disebut Sapta Padi. Tiga kali putaran pradaksina pria berarti tiga janji ke Bhur, Bwah, Swah, namun wanita karena ia lebih kuat lahir dan bathin (9 kali lebih kuat daripada pria), maka wanita cukup dengan satu putaran saja. Demikianlah vivaha pertama yang mesti dilakukan oleh umat Hindu India sampai saat ini. Rig weda pun bersabda: “Apa yang telah dipersatukan tidak boleh dipisah-pisahkan bahkan oleh para dewata,”karena semua dewa-dewi langsung berseru,”Swaha” (kata-kata yang mirip ini ada di Injil).

Manu kemudian dalam “Manu Samshita” membuat peraturan-peraturan baru demi lestarinya umat manusya dan memutuskan lembaga vivaha sebagai suatu pelaksanaan dharma yang sakral. Namun di zaman Kali-Yuga ini, makna-makna kehidupan umat kita telah mulai memudar, semoga kisah kecil yang kami ulang ini dapat mengasah pedoman tuk yang masih ingin melestarikan vivaha sebagai sebuah bentuk dharma yang berkesinambungan, untuk itu kami sarikan Sapta Padi seperti di bawah ini :

SAPTA PADI
(TUJUH LANGKAH SUCI)

Bukan saja upacara pernikahan pasangan Hindu Dharma amat menarik dan penuh dengan pernak-pernik, warna-warni, namun juga amat sarat dengan filosofi kehidupan dan komitmen antara pasangan mempelai yang amat mendalam sifatnya. Tujuannya adalah untuk hidup dan berdharma bersama-sama seumur hidup. Apapun shakta (sekte)nya , dharma tidak memperkenankan perceraian. (Saat ini salah satu pasangan dapat menikah kembali sesuai dengan peraturan pemerintah, baik di India maupun di Indonesia). Pernikahan menjadi lebih indah dan berarti kalau diisi dengan janji calon suami-istri seperti di bawah ini:

SAPTA PADI

1. Wahai kekasihku, pada saat
dikau mengikuti tujuh langkahkahku,
maka cinta kasih dan persahabatan kita akan berubah
menjadi abadi. Kita akan
menikmati persatuan spiritual dengan Yang Maha Esa.
Pada saat ini dikau telah menjadi milikku
Secara lengkap dan kuserahkan jiwa-ragaku
Kepadamu. Pernikahan
Ini adalah mlilk kita selama-lamanya.
1. Wahai junjunganku, sesuai dengan kehendak-Nya dan Shastra Widhi, aku telah menjadi pasanganmu, apapun wacana yang kita janjikan telah diekspresikan melalui jalan pikiran yang murni. Kita berdua akan menghasilkan berbagai pahala untuk satu dan yang lainnys. Kita akan mengasihi satu dan yang lainnya selama-lamanya.
2. Wahai kekasihku,
dikau telah memenuhi rongga-rongga
di hatiku, sewaktu dikau mengikuti langkah ke enam denganku.
Semoga kedamaian senantiasa memenuhi
Kita sepanjang masa.

2. Wahai junjunganku, aku berjanji kepadamu akan senantiasa berpartisipasi dan bersama-samamu sepanjang waktu dan dalam segala perbuatan kebenaran, kesucian dan kenikmatan.
3. Wahai kekasihku, saat ini dikau telah melaksanakan langkah yang ke lima bersamaku. Semoga Yang Maha Esa memberkahimu.
Semoga mereka-mereka yang kita kasihi hidup lama dan berpartisipasi dengan kemakmuran yang kita miliki.

3. Wahai junjunganku, aku berbagi rasa dalam setiap suka dan dukamu. Cinta kasihmu akan menumbuhkan kepercayaan dan rasa hormatku untukmu. Aku akan melaksanakan berbagai kehendakmu.
4. Wahai kekasihku, merupakan berkah yang agung bahwasanya dikau telah mengikuti langkahku yang ke empat bersama-samaku. Dikau telah membawa serta berbagai kesakralan dan kesucian dalam hidupku ini.
Semoga kita dikaruniai dengan putra-putri yang setia dan berperilaku agung. Semoga merekapun panjang usianya. 4. Wahai junjunganku, aku akan menghiasmu dari ujung kaki ke mahkota kepalamu, akan kuhiasi dengan berbagai kalungan bunga dan perhiasan, akan kuusapkan vibhuti cendana di keningmu dan kuwangikan dikau dengan wewangian semerbak mewangi.Aku akan melayanimu dan membahagiakanmu dalam setiap hal yang dapat kulakukan demi dirimu.
5.Wahai kekasihku, pada saat ini dikau telah mengikuti langkahku yang ketiga. Melalui upacara ini , semoga kebajikan dan harta benda kita berdua akan bertambah. Aku akan memandang setiap wanita ibarat aku menatap saudara perempuanku. Bersama-sama kita akan mendidik putra-putri kita. Semoga mereka hidup lama. 5. Wahai junjunganku, aku akan mencintaimu sebagai suamiku melalui baktimu yang tunggal. Semua pria akan kuperlakukan ibarat memperlakukan saudara laki-lakiku. Baktiku kepadamu adalah bakti seorang wanita yang setia dan suci, dikau adalah kebahagiaanku. Inilah janji setiaku kepadamu.
6. Wahai kekasihku, saat ini dikau telah mengikuti langkahku yang kedua, dan mengisi hatiku dengan kekuatan dan semangat.Bersama-sama kita berdua akan menjaga keutuhan rumah-tangga dan kesejahteraan anak-anak kita.
6.Wahai junjunganku, di dalam kesedihanmu kupenuhi dengan semangat dan kekuatan. Di dalam kebahagiaanmu aku akan bergembira-ria. Kuberjanji akan senantiasa membahagiakan dikau dengan kata-kataku yang manis dan menjaga keutuhan keluarga dan putra-putri kita bersama. Dan dikau akan senantiasa mengasihi aku sebagai istrimu yang satu-satunya.
7. Wahai kekasihku, cita-cita kita berdua bertambah tegar sewaktu dikau melangkah satu langkah denganku. Dikau akan mempersiapkan santapan dan menunjangku dalam setiap hal. Daku akan membahagiakanmu dan mempersiapkan segala sesuatu demi kesejahteraan dan kebahagiaan putra-putri kita. 7. Inilah persembahan yang teramat sederhana bagimu, wahai junjunganku. Karena dikau telah mempercayai dan mengamanatkan pertanggungjawaban keluarga di pundakku, mengawasi santapan dan harta bendamu. Maka aku berjanji akan memikul seluruh tanggung jawab dan kesejahteraan keluarga dan putra-putri kami.

Pada saat terakhir, Manu memohon ke Prajapati dengankata-kata berikut ini :

“Dengan wanita aku tidak dapat hidup,
tetapi tanpa wanitapun aku tidak sanggup hidup.”

(Semenjak saat itu semua manusya bersandarkan bundanya dari awal kelahiran sampai matinya kembali ke pangkuan Bunda Pertiwi)

mohan m.s
Cisarua, November, 13-2009
diedit oleh: antonina

Rekreasi dalam Hindu Dharma

Rekreasi dalam Hindu Dharma

Yoga ini sebenarnya bukan untuk yang makan terlalu banyak, dan juga bukan untuk seseorang yang terlalu menghindari makanan. Yoga inipun bukan untuk seseorang yang tidur terlalu banyak, atau yang terlalu tidak banyak tidurnya, oh Arjuna!
Yoga ini menghapuskan semua penderitaan seseorang yang berimbang (temperamen) dalam cara ia makan atau berekreasi, yang terkendali tindakan-tindakannya dan teratur bangun tidurnya.
Bhagawat-Gita

Seseorang yang mempunyai kebiasaan bermeditasi harus ingat bahwa ia harus hidup secara teratur dan seimbang dalam segala tindak tanduknya sehari-hari. Adalah salah kalau ia makan terlalu banyak, karena bukan nya ia makin kuat karenanya tetapi malahan fungsi pernafasannya dalam meditasi akan menjadi kacau, dan bagi seorang brahmacarya kelebihan gizi malahan akan merusak (menambah) semua hasrat-hasrat seksualnya. Terlalu banyak makan dan atau kekurangan selalu menghasilkan kekacauan dalam fungsi-fungsi tubuh kita dan hilanglah keharmonisan dalam raga dan usaha spiritual kita. Semua yang kita lakukan sebaiknya tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit, cukup-cukup yang wajar-wajar saja dan tidak berkelebihan porsi maupun menguranginya secara drastis. Ini namanya harmonis dalam segala-galanya.
Makanan yang dimakanpun sebaiknya yang sesuai dengan kebutuhan tubuh kita dan cocok dengan pencernaan setiap individu secara masing-masing, tidak boleh ada yang dipaksakan ataupun memakan makanan yang tidak perlu untuk tubuh kita. Juga secara mental dan spiritual harus diperhatikan dengan amat sangat agar tidak memakan sesuatu hasil dari perbuatan tidak baik atau negatif,seperti hasil dari korupsi atau uang haram lainnya, tetapi benar-benar harus hasil keringat yang halal dan suci.
Puasa yang amat berkepanjangan harus dicegah, puasa itu perlu tetapi harus teratur dan tidak merusak tubuh kita. Puasa yang teratur akan meningkatkan vitalitas dan tingkat spiritual jiwa dan raga kita. Begitupun dengan rekreasi, inipun penting untuk kita asal sehat dan teratur akan meningkatkan vitalitas dan tingkat spiritual jiwa dan raga kita. Begitupun dengan rekreasi inipun penting untuk kita asal yang sehat dan teratur, untuk pikiran, mental dan jiwa raga kita agar segar dan penuh dengan dinamika yang sehat. Rekreasi dalam bentuk olah raga, perjalanan ke alam bebas seperti ke hutan, gunung, ke sungai dan lain sebagainya ini amat menyehatkan dan sangat menyegarkan tubuh dan pikiran kita, tetapi semua ini harus dilakukan secara teratur dan konstan, sehingga tidak merugikan diri kita dan maupun lingkungan kita dalam arti yang seluas-luasnya. Cara-cara kehidupan lainnya seperti berdagang, bekerja, berdoa, memuja Hyang Maha Esa, berbuat amal, menolong yang harus ditolong, menghormati orang tua dan yang pantas dihormati,dan lain sebagainya harus dilakukan dalam batas-batas kewajaran dan tidak berlebih-lebihan. Bangun tidurpun harus diatur yang seimbang, tidur sebaiknya cukup enam jam tetapi dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan usia sseorang. Seseorang yang ingin tekun bermeditasi harus berjalan di tengah-tengah, maksudnya penuh disiplin dan seimbang dalam segala perbuatannya. Setiap aksi atau perbuatannya sebaiknya tidak berlebihan, terkendali dan wajar-wajar saja. Tidak usah terburu tetapi juga tidak lambat. Ia selalu stabil dan berimbang baik dalam bertutur kata, maupun dalam setiap pekerjaannya. Ia dengan demikian secara lambat laun akan bebas dari segala penderitaan yang diakibatkan oleh perbuatannya sendiri yang terlalu banyak atau yang terlalu sedikit, dan juga oleh akibat-akibat dari perbuatan itu sendiri seperti rasa kurang puas, marah, kesukaran, ketakutan, keresahan dan banyak hal lainnya.
Akhir-akhir ini hari-hari amat menoton bagi sebagian besar umat manusya, di ruangan berpendingin udara, bagai ikan tuna yang mati beku. Bedanya kita duduk dengan mata terpaku kepada layar monitor dengan perut yang makin buncit dan leher yang makin lama makin kaku dan bergelambir karena kurang gerak. Begitulah hari-hari yang membosankan mulai jadi tradisi kehidupan kita, tidak laki tidak perempuan, tidak tua dan tidak muda, semua lapisan mulai terjangkit penyakit-penyakit yang menoton ini yang makin hari makin menggeroti kesehatan kita.
Sehari-hari seharusnya bukan berarti semua hari bagi staff kantoran, masih ada satu dua hari bebas dalam seminggu, jadi kalau anda ingin lebih asyik lagi yah ajak keluarga, tetangga atau teman-teman serta tuk bermain-main di alam terbuka, bisa siang, malam atau pagi hari. Para peneliti di barat menemukan bahkan kaum muda minatnya mulai menurun, mereka yang dulunya hobbi mendayung, berjalan kaki, pendaki dsb mulai surut semangatnya, untung ada yoga ketawa dan senam yoga kesehatan yang agak membantu, tetapi justru yang tua-tua lebih berminat karena alasan-alasan kesehatan, bukan yang muda-muda semakin gemuk saja.
Kalau alam makin rusak dan trend pemuda tuk berolah raga makin menurun di alam terbuka maka seperti apakah generasi masa depan nanti, toh TV, HP, computer, tidak juga menyehatkan?
Penelitian menunjukkan tidak sampai 60% pemuda di Amerika (antara 6 sampai 24 tahun) yang malas beraktifitas dan kegemukan (obesitas) yang baru mau berekreasi di alam terbuka kecuali ada teman, orang tua dan sebagainya yang memotivasi mereka. Hal yang sama mungkin sedang terjadi dengan generasi muda kita disadari atau tidak.(Di kota-kota besar pagi-pagi sudah macet dengan kendaraan berisikan anak-anak sekolah), berjalan kaki hanya diminati orang-orang kampung dan pedalaman karena terpaksa keadaan dan ekonomi.
Padahal kalau sejak dini anak sudah mengenal dan mengapresiasi alam, seni budaya, rekreasi alam, meditasi, yoga, olah raga, pantai dsb, maka tekanan kerja dan stress kemudian hari dapat dikurangi, hidup jadinya bukan buat uang saja, tetapi tuk dinikmati, dan disyukuri keberadaannya.
Rekreasi spiritual dan alam pasti memerlukan persiapan. Untuk rekreasi spiritual dibutuhkan mental yang relaks, karena rekreasi ini sebenarnya meliputi yoga, dan meditasi di air misalnya di air terjun, tepi pantai, di bukit-bukit, gunung, gua-gua dan juga lokasi-lokasi yang disucikan, baik rekreasi spiritual maupun luar ruang harus memperhatikan pola-pola musim yang sedang berlangsung. Bermain-main di saat hujan maupun yoga dan meditasi dikala hujan ringan maupun lebat merupakan keasyikan tersendiri dan bisa-bisa ketagihan selain menguatkan daya tubuh, (tapi tentu tidak baik untuk mereka-mereka yang badannya sakit-sakitan). Berenang, bersepeda, berjalan, berlari, di saat-saat hujan juga merupakan keasyikan yang mengendorkan syaraf-syaraf khususnya dilakukan di desa-desa, tetapi hindari petir dan badai, bisa-bisa fatal, pulang tinggal nama saja. Melakukan penelitian dan riset kecil-kecil tuk keperluan spiritual akan amat membantu pengetahuan diri sendiri maupun orang-orang lain. Jadi isilah akhir minggu, liburan-liburan pendek dan panjang dengan hal-hal yang membantu relaksasi, berkunjung ke teman-teman, panti sosial, berdanapunia, dan “bermain-main” secara sosial amat berpahala, menolong kaum marginal dan membuat hati senang karena dapat membahagiakan orang-orang lain atau mahluk-mahluk hidup.
Jangan ke alam liar tanpa kostum, sepatu dan makanan yang memadai, obat-obatan, perban, payung dsb juga amat diperlukan, jangan sendirian kecuali medannya sudah sering dikunjungi. Perlengkapan tenda,gas,pisau dsb harus disertakan. Nah jangan lupa berpuja, meditasi, nyepi dan yoga sambil berekreasi di alam terbuka atau ruang-ruang terbuka di kota, tapi hindari sex bebas, alkohol, rokok, ganja dan sebagainya agar rekreasi tercipta prima dan jiwa raga tenteram, rileks dan damai. Om Sarwam Bhutam Shanti Mangalam.

Bibliography : -Bhagawat Gita
-Kompas Minggu 14-3-2010

Oleh : mohan m.s
Jakarta Nyepi 15-3-2010
diedit oleh : antonina

Penciptaan MikroKosmos

Penciptaan MikroKosmos
(Dunia Alit)

Yang Maha Kuasa, Sang Pencipta Agung yang disebut juga Sri Parameswaram, bukan saja mencipta makrokosmos (dunia agung) dengan daya ciptaNya Yang Maha Menakjubkan, namun di ajaran Shiwa-Siddhantam dikisahkan bagaimana janin dibentuk dari rahim bundanya! Widya yang satu ini telah dijalani para resi ribuan tahun lalu sebelum Kristus dilahirkan, dan pada zaman itu teknologi kedokteran modern yang kita jumpai dewasa ini belum eksis, namun tanpa berkhayal kaum suci dianugrahkan kemampuan untuk menelusuri dan meneliti rahim ibu secara mendetail.

Ular kobra yang sering kita lihat melilit di leher Shiwa itu sebenarnya bukan ular tetapi sperma manusya, yang memang kalau diteropong melalui mikroskop berbentuk kepala kobra, bayangkan Sang Pemilik Setiap Jiwa (Shiwa) adalah Sang Atman dalam setiap sperma pria. Kalau satu Atman hadir di sanubari maka seorang pria dewasa menampung stok milyaran sperma (atman) di lingga-nya, dan kalau kekuatan energi dan spiritual ini dipakai untuk bermeditasi maka akan menimbulkan energi kundalini yang amat dashyat pada setiap pria. Itulah sebabnya di masa lalu pria yang mulai menanjak dewasa tidak diperkenankan masturbasi dan pada usia 16 tahun anak laki-laki sudah harus menikah agar sperma tidak terbuang, biasanya setelah mempunyai beberapa anak maka para guru resi akan menganjurkan sanggama tanpa penetrasi ke vagina, agar terkumpul oja, energi murni Kundalini. Di era Satya-Yuga dan seterusnya para pria teramat sakti dan wirawan karena kebiasaan ini.

Konon sewaktu sperma (Atman) pria memasuki rahim istrinya , Iapun lalu bergabung dengan Shaktinya (indung telur wanita) dan mulai membentuk sebuah raga. Kita adalah raga luar dan Atman adalah Sang Jiwa dengan 14 bentuk badan-badan halusnya yang serupa dengan alam astral dan spiritual di Makro Kosmos (Jagat Raya nan luas ini, yang hadir di Mikro Kosmos ini yaitu tubuh kita).

Ia, Sang Shiwa sewaktu memasuki rahim Shakti, membawa serta dan menggabungkan lima unsur tattwa dan dua puluh lainnya yang ada di semesta ini, dan hadirlah Sang Kehidupan di dalam rahim ibunda, dengan demikian dari permulaan penciptaan dari dalam rahim, sang jabang bayi telah bersentuhan, berdialog, dan tumbuh besar dengan Sang Atman; 40 hari pertama konon adalah masa krusial baginya karena sang jabang bayi ini harus beradaptasi dari satu kematian dan berinkarnasi ke dalam kehidupannya yang baru di dalam setiap rahim mahluk sesuai dengan karma-karma masa lalunya.

“Di atas muladhara chakra (kemaluan pria dan wanita) hadir api suci Sang Kundalini, di dalam air yang penuh, sang jabang bayi berbaring menanti ia tumbuh, dengan kaki-kaki dan jari-jari tangannya yang kecil mungil ia bermeditasi dan menunggu sampai tiba waktunya tuk dilahirkan, pada saat itu Sang Atman menambahkan 10 jenis prana (udara, energi) kepadanya.

“Sang linggam berpenetrasi , sang yoni merekah menerimanya masuklah kelima Prana, kelima Panca Maha Bhutam, Kelima Tanmatras, kelima organ-organ kasar, kelima organ-organ lembut, dan kesemuanya ini tersembunyi secara rapi di otak sang jabang bayi” (otak atau kepala adalah yang paling awal dalam pembentukan sang jabang bayi, itulah sebabnya 3 bulan pertama sang bayi harus mendapatkan nutrisi yang prima agar ia dapat tumbuh sehat baik di dalam rahim maupun di luar nantinya)”

“Ibarat mekarnya bunga-bunga, maka harum semerbakpun menebar ke seluruh penjuru, demikian juga Prana, perlahan-lahan menyebarkan nafasnya ke seluruh tubuh sang janin dan sekitarnya.”

“Hadirlah kemudian Hyang Purusa (Atman) dengan 8 bentuk tubuh halus, ditambah 10 Tattwas dan organ-organ vital sebanyak 9, dan Sang kundalinipun lalu terwujud ibarat seekor ular. (Jadi kundalini sudah hadir dan bangkit dari masa janin dan tidak dapat dibangkitkan lagi). Seorang guru suci hanya mampu mempercepat proses spiritualnya yang telah diatur oleh karma manusya yang bersangkutan itu sendiri.

“Sewaktu terjadi sanggama, dan sang pria teramat agresif melakukannya, maka sang bayi akan terlahir dengan sifat-sifat Tamasik (Rudra) sebaliknya kalau sang pria bersifat lembut maka sang bayi akan lahir dengan sifat-sifat yang sattvik. Di dalam sifat Satvik hadir Sang Hari (Wishnu). Seandainya sang pria bersikap agresif dan lembut sekaligus, maka sifat-sifat Rajasik akan hadir pada sang bayi (dan hadirlah Hyang Brahma di dalamnya), ia akan mengalami kejayaan di dalam kehidupannya kelak, bahkan dapat melampaui ketiga gunas (sifat-sifat prakriti) ini dan melebur padaNya.

“Di dalam gabungan kedua cairan pria dan wanita, hadir sang Janin, dan lalu sang jiwa yang telah mengembara dari satu raga ke raga lainnya selama kurun waktu yang lama, lalu memasuki gabungan lingga-yoni ini, ia membawa serta Sang Mana (pikiran), yang terbungkus oleh Sang Maya (ilusi duniawi, prakriti) yang teramat lembut.”

“Keadaan di dalam rahim ini disebut masa Turiya (tidur lelap), dan Sang Maya mulai mengganggu sang janin dengan segala tipu daya dan laskar-laskarnya.

Sang Mayapun menghadirkan delapan bentuk hasrat dan nafsu ditambah dengan yang lain-lainnya, sang maya kemudian mengubah kesadaran sang jiwa, demikian Sabda Shastra-Shastra Widdhi yang suci.”

“Sang Atmanpun lalu membentuk kerangka raga dengan susunan tulang-belulang menyambung dan mengikatnya dengan berbagai susunan-susunan syaraf besar dan kecil, dan mengkukuhkannya dengan aliran darah dan daging, demikianlah Sang Atman menciptakan kediamannya, agar sang kehidupan dapat hadir secara nyaman, dan kelak mengenalNya kembali.”

“Sang Atman hadir ibarat warna putih susu, Terang benderang ibarat surya-mentari, menakjubkan, Ia hadir menerobos ke seluruh relung-relung raga, penuh kelembutan, Ia membangkitkan api di muladhara, melalui arus energi yang berbolak-balik.” (Muladhara chakra terletak di antara anus dan kemaluan pria, pada wanita ia hadir di pusar).”

Walau Sang Janin terliput oleh karma-karmanya, namun Sang Atman menjaganya secara hati-hati, Ia melindunginya dalam bungkusan air, agar tidak terbakar api muladhara sang ibu, Ia membendung bungkusan dengan sedemikian ketat, agar tidak dapat dimasuki oleh mahluk sekecil apapun juga, demikianlah sang bungkus (plasenta, kanda empat) melindungi sang janin agar nyaman, selamat dan aman.”

“Lahirnya sang bayi, adalah akibat pertemuan sperma yang berwarna keperak-perakan dengan cairan yoni yang kemerah-merahan. Sewaktu ia lahir, sang janin menghisap prana masuk delapan kali, dan menghembuskan prana keluar empat kali. Tarikan –tarikan nafasnya masih sepanjang jari-jari tangannya yang kecil mungil.”

“Ia lahir beserta lima indriyas (utama) yang disertai dengan masing-masing kebodohan. Demikianlah sang jiwa hadir mewakili alam kosmos agung dalam wujud kosmos alit (kecil).”

“Di dalam raga yang dilahirkan hadir enam unsur kesulitan manusya, namun jarang mata manusya dapat melihatnya, yang kita kenal hanyalah badan luarnya saja.”

“Sewaktu Sang Janin dibentuk ia diberikan 8 tattwas (kemampuan, kesaktian) yang dihadirkan di dalam berbagai tubuh-tubuh halusnya, Purusha ini memiliki delapan belas tahap-tahapnya (Avastas), yang adalah sembilan indriyas, enam adharas, satu api kundalini yang melingkar di muladhara dan prana sepanjang 12 matras. Klimaksnya adalah penempatan Jnana suci di bagian kepala yang disebut Sahasvara chakra.”

Yang Maha Pencipta, menghadirkan sang bayi sesuai dengan sanggama sang ayah-bundanya, Ia tidak pernah salah dengan menghadirkan 3 jenis kelamin, yaitu laki-laki, perempuan dan hermaphrodit, sewaktu spermatozoa pria yang unggul maka lahirlah laki, sewaktu spermatozoa wanita yang unggul maka lahirlah perempuan, sewaktu kedua-duanya unggul maka lahirlah hermaphrodit (banci).

“Sewaktu arus sperma deras dan melimpah maka bayi-bayi akan hadir, sewaktu spermanya terpencar sedikit maka tidak ada yang akan hadir.”

Seandainya pada saat sanggama nafas sang pria panjang, maka sang bayi dapat berusia panjang (kurang lebih 100 tahun), seandainya tidak terlalu panjang, maka usia sang bayi akan berkurang panjang.

Seorang yogi yang piawai dalam pernafasan akan mengendalikan pancaran sperma-spermanya agar dapat menghasilkan kehidupan bayi yang baik.

“Seandainya pada saat bersanggama sang pria bernafas pendek, maka yang hadir adalah bayi-bayi yang cacat. Demikian juga seandainya sewaktu bersanggama, sang ibu kelebihan air urine, maka akan lahir bayi-bayi yang buta, tuli, bisu dsbnya.”

“Berbulan-bulan sang bayi akan bertumbuh, Bunda maya membesarkannya melalui bunda kandungnya, permainan sang mayapun tidak terlihat nyata, namun teramat terasa.”

“Yang menanam benih tidak memahaminya,
Yang menerima benih tidak menyaksikannya,
Sang Pencipta memahaminya, namun tidak pernah mengungkapkannya,
Demikianlah tipuan-tipuan yang hadir dari sang maya.

“Yang Maha Pencipta adalah yang Maha Utama, Ia jugalah akar kecamba, tumbuh-tumbuhan dan buah-buahnya.” Demikianlah anugrah kehidupannya bagi setiap mahluk ciptaan-ciptaanNya, Iapun selalu hadir bersanding bersama-sama dengan segala mahluk-mahlukNya.”

“Tuhan Sang Pencipta tak terbatas kehadiranNya,
Namun Ia hadir sekecil-kecilnya di dalam raga,
Tetapi selalu di atas kehadiran para dewata,
Tak nyata namun hadir pacda setiap doa dan puja, secara pribadi.
Ia tampak di hadapan kita.”

“Ibarat garam yang tidak terlihat namun dapat dihadirkan dari samudra,
Demikian juga Para (Yang Maha Esa) hadir dari berbagai Tattwas demikianlah mikro-kosmos (buana kecil) dari makro-kosmos (buana agung). Dilahirkan sebagai manusya adalah Anugrah yang tak terhingga.”

Lalu apa tujuan sang jiwa dilahirkan?
Sabda Resi Tirumular, ”Sang Jiwa dilahirkan kembali agar sadar akan hakikatnya, yaitu terbebas dari segala noda-noda dan kembali menyatu dengan Tuhan (Shiwa) Sang Penciptanya, dari mana ia berasal pada awal mulanya. Bagi resi Mular, kehidupan ini adalah anugrah yang teramat mulia, bermakna dan tidak dapat diukur nilainya.

Om Na Ma Shi wa Ya,
Om Shanti-Shanti-Shanti Om,
Om Tat Sat

Bibliography, Shiwa-Siddhanta by Resi Tirumular.

mohan m.s
Cisarua, 21 Nov 09
diedit oleh : uvi antonina.

Mengkqji masa depan Hindu Dharma di Nusantara

MENGKAJI MASA DEPAN
HINDU DHARMA
DI NUSANTARA

Melihat perkembangan ekonomi yang makin merosot tetapi sebaliknya ritual-ritual makin menggila di Bali akhir-akhir ini ditambah pelaksanaan-pelaksanaan Agni Hotra yang mewabah dengan harga tinggi dan waktu yang terbuang sia-sia, maka kaum muda Hindu di Jawa-Bali amatlah resah, banyak yang merasa terjebak lahir sebagai Hindu Bali, hal ini amatlah mencemaskan, dan konversi ke agama-agama lain lalu terbuka secara luas, karena agama-agama lain menawarkan kemasan-kemasan praktis, lebih irit, murah biaya dan mudah dilanggar tanpa sanksi-sanksi.

Dibalik itu ada fenomena yang amat menarik yaitu timbulnya anak-anak muda yang menginginkan “nafas-nafas baru yang segar” dalam beragama Hindu, lalu apakah solusinya di masa depan? Sebagian berpaling ke internet dan menemukan kembali filosofi-filosofi Hindu dengan berbagai penalaran yang amat sekular, plural dan praktis, nuansanya adalah Dharma yang bersifat universal, bukan hegemoni Hindu yang dogmatis dan ritualistik yang menjemukan dan memboroskan dana yang sulit dicari.

Sebagian lagi mulai berpaling ke guru-guru spiritual dari India seperti Sai Baba, Sri Ravi Shankar dsb. Sebagian ke yoga dan meditasi, sebagian ke bhakti-bhakti sosial, sebagian terjebak lagi ke Agni Hotra yang besar-besar yang di India malah telah dipraktiskan menjadi upacara kecil yang sarat makna.

Dunia, zaman, perilaku manusya sedang berubah total sesuai ramalan Kali Yuga, sebuah zaman yang disebut-sebut penuh kegelapan, namun di dalamnya terdapat hamparan sains, teknologi dan filosofi yang tidak terbatas. Fenomena yang satu ini amat memukau kaum muda di dunia, hasilnya evolusi dan revolusi kehidupan berubah drastis dalam kurun waktu 10 tahun, belakangan ini. Dunia sudah tidak mengenal tapal-tapal batas lagi, internet merubah semuanya! Bahkan ilmu pengetahuan dan pornography dapat ditransfer dalam hitungan detik, dunia Islampun goncang. “Face book Fenomena” salah satu perihalnya. Berperang dengan internet dan mass media jadi lebih sulit dibandingkan perang di Iraq dan Afganisthan.

Cupu-cupu sakti di zaman Satya Yuga sekarang lebih sakti lagi dan dapat dibeli dan di akses bahkan oleh anak-anak kecil, demikian juga komputer, semua orang bisu jadi sakti di zaman kali yuga ini.

Kalau para Sulinggih hanya sibuk dengan upakara dan upacara-upacara mahal, maka dalam kurun waktu 15 sampai dengan 25 tahun mereka bukan saja akan tertindas oleh zaman, teknologi dan sang waktu yang sedang melaju amat cepat secara alami, tetapi para Sulinggih-Sulinggih tua akan mati sendiri, tergantikan Sulinggih-Sulinggih muda yang terdidik dengan hp dan internet di tangan-tangan mereka. Tanpa kita sadari Saraswati (maha-widya) telah kembali lagi, weda-wedanya telah menjadi teknologi plus filosofi, musiknya (vina) menjadi gejala musik-musik universal. Di era ini musik, sepakbola, catur dan olympiade adalah “agama-agama panutan baru” bagi kawula muda. Matinya Michael Jackson ditangisi anak-anak muda dan kaum 50 sampai dengan 60 tahunan sedunia, idola mereka adalah musisi, internet dan teknologi. Tuhan sudah mati di dunia Barat, tetapi “Tuhan-Tuhan yang baru, Nabi-nabi seperti Elvis, Michael Jackson dan widya ( sains, teknologi dan filosofi ) makin trendy saja. Evolusi dan revolusi dalam berbagai bidang amatlah semarak di dunia dewasa ini, sedangkan ritual-ritual agamis sudah menjadi komoditi dan pemasukan mass media dan pariwisata, perhatikan tayangan-tayangan naik Haji, Galungan, Waisak dan puasa yang sudah mampu menghasilkan uang triliunan bagi media-media komersil, ekonomi sudah menggeser agama, janganlah kita munafik akan hal ini.

Akhir-akhir ini Ganeshya hadir lagi kembali di Jawa-Bali. Ganeshya adalah simbol anak muda pemberontak yang berubah menjadi dewata agung penuh widya universal, satu gading patah menyimbolkan ilmu-ilmu duniawi yang tidak langgeng dan berubah-ubah, gading yang utuh menyimbolkan ilmu Ilahi (Bhagawatam) yang selalu terbarukan dan abadi, inti dari sains dan teknologi.

Di antara semua ajaran-ajaran di dunia, hanya Hindu Dharma yang telah siap menampung dan menyebarkan sains, teknologi, ekonomi, widya dan filosofi di Kali Yuga ini. Jadi kalau mau mengikuti zaman, maka harus dibentuk sebuah Parisadha semacam Majelis Hindu Nusantara yang bervisi ke depan, dengan mengemban misi-misi sains, teknologi dan filosofi dalam suatu untaian praktis tetapi indah dan sarat makna.

Ekonomi global yang makin rancu telah menghancurkan sendi-sendi kehidupan ini. Bahkan masyarakat maju Singapura, Jepang, USA, Eropah terlanda kegalauan yang amat dashyat, di sana Gereja-gereja 90% telah di tutup, dan masyarakatnya larut dalam S&S (Seks dan Stress).

Bagi kita di Nusantara maka mereka-mereka yang dibawah 50 tahun harus segera membangun horizon baru dalam bentuk sebuah Majelis Hindu Dharma yang sesuai Pancasila yang amat Dharmais sifat-sifatnya penuh toleransi, pluralisme, dan demokrasi sekular yang tidak kebablasan. Untuk itu Saraswati tetap merupakan dasar-dasar fondasinya, dan Ganeshya (ilmu sains) sebagai wahananya. Tujuannya tetap Hyang Widhi Wasa (Tuhan Maha Ilmu)

Di India pemujaan-pemujaan terhadap Bayu, Indra, Brahma sudah menjadi sejarah masa lalu, Manawa Dharma Shastra sudah lama terkubur, Weda-weda sudah menjadi Bhagawat-Gita, para resi sudah lahir sebagai guru-guru spiritual dengan medium yoga dan meditasi, Hindu Dharma di India sudah menjadi panutan praktis serba Saintifik, bukan dogma-dogma sesat seperti kasta dan upacara-upacara mubazir yang berbiaya tinggi. Kita di Indonesia mau tidak mau secara perlahan tetapi pasti sudah masuk ke alur modernisasi ini, nilai nilai Hindu harus dipersiapkan secara alami melalui gabungan sains dan teknologi agar kita maju seperti India dan disegani oleh dunia luar karena memiliki Bhagawat Gita dan Gandhi, memilik Buddha dan Bom atom, memiliki yoga meditasi, sains dan teknologi. Inilah Kali Yuga yang amat menantang, tanpa landasan-landasan ini kita akan hancur dilanda penetrasi agama-agama lain oleh ekonomi dunia yang serakah dan pemanasan global yang membara, lalu sirnalah kita!

Om Shanti Shanti Shanti Om

Cisarua 14-7-09