Kundalini yang Menakjubkan

Kundalini yang Menakjubkan

Tahukah anda bahwasanya 50% dari kundalini (nadi) sudah hadir di sperma pria dewasa dan 50% lainnya dari ovary ibu, gabungan keduanya kemudian menjadi Kundalini-Shakti (Shiwa-Shakti), dan membentuk janin awal dari rahim ibu, jadi tidak ada guru yang dapat membangunkannya lagi, tetapi kesiapan spiritual dan biologi andalah yang menentukannya, yang terutama adalah jalan karma dan reinkarnasi anda, guru yang spiritual yang handal dan matang akan segera membantu proses percepatannya tetapi bukan dengan menjual jasa “pembukaan kundalini” tetapi sebagai suatu kewajiban tanpa pamrih kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Apakah yang akan terjadi setelah kundalini ini “bangkit”?
Yang terjadi adalah sebagai berikut ini :

1. Anda akan banyak terhindar dari berbagai penyakit dan juga kalau terkena akan dapat melawannya kecuali kematian.
2. Anda akan di arahkan secara spiritual tetapi juga akan diganjal dengan berbagai siddhis (kesaktian, pamrih, dan jalan-jalan sesat) secara skala maupun niskala.
3. Secara prana, fisik, spiritual,mental, lahir dan bathin anda akan maju pesat, sayang kalau melenceng arahnya, bisa-bisa ke jalan sifat-sifat Rahwana.
4. Ada juga yang langsung berubah jalan spiritual dan hidupnya secara drastis.
5. Ada juga yang tenaganya bertambah dashyat, ada yang medadak menjadi jenius seperti Einstein atau bijak seperti Buddha dan berani mati ibarat Mahatma Gandhi, jadi bukan seperti angan-angan kosong.

Kundalini hadir di dalam diri kita sendiri. Asal kata kundalini dari kata Kundal (energi sakti), bisa juga berarti dua buah pelir pria (testikel). Kata Kundal jadi Kuntal lalu jadi “Kontol” dlm bahasa Jakarta sebenarnya bukan kata-kata kotor tapi “terselewengkan” maknanya jadi kotor padahal suci harusnya. Bangkitnya kundalini berarti anda balik ke “Nara” (sumber) kehidupan, maksudnya hidup secara spiritual ditata ulang lagi dari sumbernya.

Lalu Kundalini itu apa?
Kundalini adalah sebuah bentuk energi yang ada di alam sakti ini, dari “tahap tidur” ia merubah menjadi suatu kekuatan alam murni kembali (=sakti, pengetahuan yang alami dan super), ia hadir di Muladhara Chakra (titik diantara penis dan rectum anus di pria, di wanita juga begitu, tetapi kata sebagian resi, di wanita letaknya di pusar wanita, penulis beramsusi pada wanita muladhara chakra mempunyai radius yang luas dari titik di bawah vagina sampai dengan diatas pusar, itulah sebabnya wanita dapat melahirkan melalui vagina tapi plasenta bayi terhubungkan dari pusar ibu, ke pusar bayi di dalam masa-masa di rahimnya.

Dalam bahasa Baratnya, Kundalini disebut sebagai Bioelectricity atau Magnetism, ada juga yang menyebutnya sebagai “Essence of life” (intisari kehidupan!) Di dunia medis dan Ayur Weda disebut “motoric system”, dan chakra-chakra disebut motoric – system yang menyalurkan tenaga utama dari muladhara ke chakra-chakra lain persis seperti pembangkit listrik utama (PLTA) yang menyalurkan listrik ke gardu-gardu utama dan diteruskan selanjutnya. Demikian juga raga ini berfungsi sebagai wahana penyaluran energi secara estafet di dalam tubuh ini.

Namun diperlukan Sat-Guru (Guru yang suci non-pamrih) tuk menyentuhnya agar bangkit setelah itu baru tercapai “mata ketiga Shiwa” yang penuh shanty dan tidak takut mati.
Kundalini sering disebut ular, karena energinya yang naik meliuk-liuk dan secepat ular. Kalau kecepatan cahaya diperkirakan 186.000 mil perdetik, maka Kundalini berkecepatan 350.000 mil per detik kata para ahli-ahli yang mempelajarinya dari mulai Muladhara sampai dengan Sahasrara chakra melalui rentetan (Muladhara – Swadhistan – Manipura – Anahata – Vishuda – Agya ) lalu bersatu dengan Sahasrara Chakra di Mastaka (kepala), berbagai sebutan-sebutan Baratnya adalah “Cosmic electricity” “Vegas Nerve” atau “Nerve Force”. Energi ini hadir tapi tidak dilihat baik dengan alat medis atau secara mata duniawi ini namun dapat dirasakan oleh yang bersangkutan, bahkan terlihat sinarnya oleh yang beruntung dapat membangkitkannya dalam dirinya.

Sewaktu kundalini hadir di Muladhara ia disebut energy Adhya, di Manipura ia disebut Madhya dan di Sahasrara disebut energy Urdhva. Menurut ajaran Tantra, hadir 72 nadis (syaraf-syaraf), yang utama disebut Ida, Pinggala dan Shushma, yang mengendalikan semua nadis-nadis lainnya di raga ini.

Konon kata para resi, yang harus dibangkitkan dulu adalah Agya chakra sebelum Muladhara, karena ketiga nadis utama di atas hadir semuanya di Agya chakra. Dan tanpa mengaktifkan Sushma Nadi, kita tidak dapat membangunkan Kundalini atau kita jadi gila, itulah sebabnya pembangkitan Kundalini dapat berakhir gila, jadi jangan coba-coba sendiri atau guru yang asal-asalan apalagi yang suka jual-beli Kundalini, pada saatnya seorang yang handal akan mendapatkannya sendiri melalui sentuhan-sentuhan spiritual, guru, alam, dan Yang Maha Esa.

Muladhara pantang disentuh karena di dalamnya hadir jalan pikiran yang beroposisi, nafsu-nafsu kesukaan, aspirasi-aspirasi dsb yang sebenarnya “tertidur” dengan damai, kalau dipaksa buka, bisa-bisa fatal secara mental dan seksual, itulah sebabnya banyak orang sakti yang gila dan arogan, sex maniak dan berperilaku diktator, dan jahat, karena sumber-sumber asuranya ikut terbuka.
Dalam bahasa Tantranya ada disebut bahwa tanpa Shiwa, maka Shakti (Durga) itu sia-sia atau kebablasan, dan tanpa Shakti maka Shiwa itu ibarat mayat mati (baca Kisah-kisah Durga dan Kali)

Di Rig Weda, Hatha-Yoga, Tantra-Yoga, Ayur Veda dan sebagainya dikatakan bahwasanya raga kita memuat 7 chakra-chakra utama, setiap chakra berputar-putar pada porosnya dan menghasilkan energi-energi dengan frekwensi-frekwensi yang berbeda. Kalau salah satu chakra terganggu frekwensi-frekwensinya dan kurang aktif maka kita akan jatuh sakit secara mudah.

Chakra-chakra dapat terganggu frekwensinya kalau kita melakukan diet makan yang salah, kurang tidur, strees, kekhwatiran yang berlebih-lebihan, keracunan dan sebagainya. Jadi chakra-chakrapun perlu korelasi perawatan dan pengobatan agar pulih, itulah sebabnya meditasi, puasa, vegetarian adalah jalan keluar yang menyehatkan agar selalu segar bugar ini di dalam dan diluarnya. Sewaktu Muladhara dapat menyatu dengan baik maka disebut Kundalini telah mulai bangkit.

Kundalini disebut juga sebagai energi Ibu, dan manusia disebut Dwijati (Dwi Jati) yang berarti dua kali lahir yang pertama dari rahim ibu bundanya dan yang kedua dari energy Kundalini yang terbangkitkan. (Kesadaran Spiritual). Sewaktu Shakti bergabung dengan Shiwa, Sang Sandhaka (pemuja) mendapatkan anugrah dari Sang Kalyankari (Shiwa) yang berarti anugrah dalam bentuk unsur-unsur kebaikan.
Iapun tersadarkan kasihNya, bagi setiap mahluk dan ia pun mengasihinya secara sama rata. Iapun dapat mengendalikan hal-hal dan unsur-unsur di sekitarnya, tetapi hati-hatilah dengan kesadaran karena ia mudah melenceng. Kesaktian dan pengetahuan itu diluar nalar manusya rata-rata.

Melalui berbagai cara Kundalini juga dapat dibangunkan, seperti Sidha Yoga, Meditasi, Yoga, Pranayama, pernafasan yang teratur, dan sebagainya. Tetapi tetap guru penuntun amat diperlukan agar tidak meleset dari sasaran yang dituju, karena Sang Sasaran itu tidak terlihat oleh mata dunia ini, padahal dekat sekali di hati (guhayam). Setiap chakra terhubung dengan unsur-unsur tubuh kita, dengan Atman dan dewa-dewi yang menjajanya. (lihat box).
Meditasi

Sebaiknya bermeditasi dengan berpedoman ke Bhagawat-Gita, bab VI (enam) karena itu jalan meditasi yang terbaik dan termudah. Untuk memulainya kita harus melakukannya 2 kali saja pagi (antara 4 subuh sampai dengan 9 pagi) dan malam antara pukul 19-00 (setelah lewat Sandyakala) sampai dengan 24.00, agar masing-masing belahan otak ( hypothalasmus) mendapatkan energy Surya dan Chandra masing-masing ini vital! Jangan ditambah atau dikurangi/kali atau berkali-kali sehari, akibatnya tidak balans untuk otak dan mental anda.
Sewaktu duduk bersila posisi padmasana adalah yang terbaik (lihat gambar). Tulang punggung harus tegak lurus ke atas, tidak dalam keadaan mabuk, mengantuk atau kekenyangan, dua jam sebelum atau sesudah makan barulah baik tuk bermeditasi, tapi saya tetap menganjurkan guru yang baik, karena keterangan-keterangan tertulis amat mungkin di salah tafsirkan.
Itulah sebabnya di tulisan ini saya sengaja menghindari soal warna-warni chakra tetapi anda dapat melihatnya di box, sekali lagi tuk membangkitkan cakra-cakra dan kundalini, banyak guru dan banyak buku, tetapi anjuran saya, siapkan mental baru belajar dengan siapa saja atau melalui media apa saja, lupakan dulu tentang visualisasi warna-warni chakra dan Kundalini, itu bukan tujuan, jangan main imajinasi, bahkan Sri Krishna sendiri tidak mau mengungkapkannya kepada Arjuna di Bhagawat-Gita, namun apapun yang anda lihat dan rasakan harus cek ulang kepada kaum bijak yang telah berpengalaman dalam hal ini, slow-slow saja, Kundalini tidak akan lari, pada saatnya, pada titik akumulasi karma dan reinkarnasinya ia akan siap hadir dalam kehidupan anda, kuncinya jadilah vegetarian, orang sabar, nrimo, pengasih dan penyayang kepada setiap mahluk. Om Shanti-Shanti-Shanti Om
Om Tat Sat

Cisarua, 24-3-2010
Shanti Griya Ganesha Pooja
mohan m.s
di edit oleh : uvi antonina
Bibliography : -Bhagawat-Gita
-Shiva Mandir 2010 broklet

Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Hindu Dharma

KETUHANAN YANG MAHA ESA
DALAM
HINDU DHARMA

Rig Weda dari Asia Barat dengan Tuhan-tuhan baru seperti Agni, Indra, dan Bayu. Sesuai berbagai evolusi, revolusi dan berbagai manuver-manuver politik, sosial, rasial.dan agama, maka Hindu saat ini mengkategorikan semua “tuhan-tuhan” di atas sebagai golongan dewa-dewi, yang berasal dari suatu zat tertinggi yang disebut Param Brahman. Di bawah ini secara singkat dan rinci Tuhan akan dijabarkan secara sistematis sesuai dengan perkembangan Weda-weda, Upanishad, Shiwa Purana, dsb) yang lalu bersinergi menjadi Bhagawat Gita, Maha Karya tentang Ketuhanan yang tidak ada duanya di dunia ini.Tuhan di dalam Hindu Dharma disebut-sebut sebagai Brahman, Adhyatman, Adhiyagna, Adhibhuta, Adhidaiva, dst. Hukum-hukumnya disebut Hukum Karma dan pelaksanaan pencapaiannya disebut Abhyasa Yoga.

Brahman adalah Zat Yang Maha Agung dan Suci yang tidak terbinasakan, yang dikenal sebagai Tuhan Yang Maha Esa (di Indonesia) di India disebut Mahesya, Beliau ini bisa berwujud sebagai dewa, manusya, dsb (Saguna Brahman atau Maha Tidak Terdefinisikan (= Nirguna Brahman), Brahman berada di atas/asal mula dari weda-weda dan Prakriti (sifat-sifat maya nan alami, ilusi Tuhan).Brahman berada di atas semua materi, benda, dewa, bahkan semesta raya.

KETUHANAN YANG MAHA ESA

Manusia Dharmais yang sering disebut umat Hindu sering-sering bertanya-tanya seperti apakah Tuhannya Hindu itu, apakah beliau sama dengan Tuhannya kaum agama-agama lain, ataukah Ia sejenis dewa yang lebih agung daripada para dewata, ataukah Ia berbentuk manusya karena Tuhannya umat-umat lain cenderung disebut Bapa, dsbnya.

Setelah mempelajari berbagai cabang-cabang weda dan Upanishads maka Tuhan di dalam Hindu Dharma memang ternyata banyak wujud-wujud dan rupa-rupanya. Dari Hyang Brahma sebagai Pita Maha (ayah dan ibu) juga leluhur umat manusya yang menurunkan jajaran manu-manu pertama, sampai sepuluh kali, beliau juga melahirkan wangsa-wangsa lain di berbagai sistem tata-surya. Kemudian ada golongan Waisnawa yang menuhankan Narayana dengan berbagai reinkarnasi-reinkarnasi seperti Wishnu Yang Maha Pengayom, Rama, Krishna dan Buddha, dst.

Golongan Shivais adalah Hindu asli di Tanah Barata, saat itu terkenal dengan kultur Indus, (asal kata Hindu) dan yang dihuni Dravidia pemuja Tuhan dalam bentuk Hyang Shiwa, masuk kemudian di India.

Adhyatman – Dimanakah aku dapat menemui sang Brahman? Temuilah Dia di dalam dirimu sendiri, Ia “bersembunyi” di relung hati nuranimu sendiri yang paling dalam (guhayam), Ialah inti Jiwa kita yang disebut Sang Jati Diri (Atman), Sang Atman hadir di dalam Sang Jiwa, ibarat 2 ekor burung di dalam naungan satu pohon, yang satu dinamis (jiwa), dan mobile, yang satu lagi Atman diam menyaksikan, sabda Upanishad.

Adhiyagna- Berarti sebuah unsur yang teramat mula, kuna, asal-usul dari semua tindakan pengorbanan yang tulus, Raganya adalah pengorbanan kosmos pada awal-awal penciptaan semesta raya dan isinya, dari pengorbanan ini hadirlah seluruh ciptaan-ciptaan baik yang kasat mata maupun yang tidak kasat mata di semesta (bhur, bwah, swah), Ia hadir di semua ciptaan-ciptaannya secara Abadi, Suci dan Agung, senantiasa menyiratkan pengorbanan-pengorbanan tulus dan menuntun kita penuh cinta-kasih. Kalau saja kita sedikit “bijak” maka akan terfahami betapa sucinya raga-raga manusya ini, ibarat pura atau kuil karena di dalamnya hadir Tuhan itu sendiri sebagai Sang Atman yang menyaksikan, mencatat, dan menuntun setiap individu secara masing-masing. Ia disebut juga Jyotir (Pelita Kehidupan), ia berada di titik fokus meditasi (dhyana) yang terletak di antara kedua alis mata kita.

Adhibhuta- Adalah Sang Adipati yang bermakna Yang Maha Esa, sebagai inti atau dasar segala mahluk yang berjiwa atau tidak berjiwa (padahal penelitian pemenang nobel di Jepang, menunjukkan semua benda berjiwa, dan berunsurkan zat hidup, ini sesuai dengan ajaran akan kehadiran Sang Atman dimana-mana dan di apa saja). Inti kehidupan ini disebut oleh Ishopanishad : “Ishavasyam idam sarvam”, yang bermakna semua yang dapat binasa adalah jubah atau pakaian dariNya semata, semesta dan segala isinya adalah ajang kita tuk belajar memahami dan kemudian kembali kepada hakikatnya semata.

Adhidaiva- Adalah Adipati suatu unsur kekuatan Bhagawatam (Ilahi, Ketuhanan) yang bersinar di dalam dewa-dewa (cahaya), Ia juga Purushanya para dewata (unsur laki-laki yang utama) Ia juga dikenal sebagai Prathama Purusha yang bercahaya di dalam setiap unsur dewa-dewi dan kaum suci. Ia adalah Tuhannya para dewata, yang juga disebut Hiranyagarbha Purusha (Purusha Emas/intan yang berkilau-kilauan. Nabi Muhamad S.A.W menyebutnya Gua Husa, tetapi malah dimaknai secara harafiah sebagai gua beliau mendapatkan wahyu-wahyunya yang pertama.Ia juga disebut Prajapati (pemilik dan penguasa semua jajaran mahluk-mahluk yang bernafas dan tidak termasuk dewata dan manusya.) Ia juga adalah Sutra-Atma yaitu Nafas Agungnya para dewa (Prana Purusha adalah nama lainnya) Para Dewata adalah “bagian-bagian” dari “Tubuhnya”, IA lah sebenarnya Kekuatan Maha Kreatif, Yang Maha Suci, Ia lah semuanya ini yang bercahaya di jagat raya nan tanpa ujung, dan tanpa habis-habisnya ini. Ia menunjang semua, dan semua akan kembali kepadaNya.

Karma- Hadirnya Sang Adhyatman dalam bentuk fragmen-fragmen kecil sang Atman dalam diri manusya dan berbagai mahluk disebut Visarga, yaitu energi murni dariNya semata.Energi ini menjadi proses setiap pelaksanaan para mahluk-mahluk di semesta raya yang penuh dengan berbagai pengorbanan, cinta kasih, melalui proses Sankalpa (memperbanyak dirinya sendiri). Hasil dari Karma Agung Hyang Brahma dengan Swahanya (Aku mengorbankan yang terbaik di dalam Diriku) adalah reinkarnasi alam dan isinya yang tidak kenal waktu dan habis-habisnya. Karma juga adalah mekanisme peraturan hukum-hukum alam dengan berbagai pola-pola aneka ragam yang amat menakjubkan, namun amat sistematis karena tidak ada yang gratis maupun kebetulan di dalam kehidupan ini, semua direkayasa secara apik,rapi dan penuh perhitungan,oleh hukum karma yang tidak terlihat tetapi selalu berwujud sebagai hukum “sebab dan akibat” secara universal.

Karma adalah zat atau energi maha mengagumkan yang bersinergi dengan evolusi alam semesta, karma menciptakan suatu proses kehidupan-kehidupan yang maju secara progresif tetapi juga dapat mundur secara timbal balik secara tegas, “apa yang kau tanam akan kau tuai kembali.” Tetapi pelaksanaannya adalah menabur angin dan menuai badai, karena sebutir gandum yang ditanam maka serumpun padi yang akan panen. Karma berevolusi melalui penderitaan dan kebahagiaan (suka,duka) dan tidak ada sebuah benda maupun mahluk yang dapat lepas dari untaian karma ini. Jadi pengorbanan suci tanpa pamrih adalah kunci bagi stabilnya roda-roda karma, seandainya seorang manusya ingin stabil hidupnya, maka ia harus berkorban dan berkorban terus tanpa henti, ibarat Sang Pencipta dan bumi ini sendiri sampai kini. Saat-saat akhir kematian manusya dapat menentukan reinkarnasi berikutnya, hukum karma ini disebut bhawa (hukum pikiran), agar ia dapat menuju reinkarnasi yang lebih baik dan utama, maka umat Hindu dianjurkan agar sehari-hari selalu memusatkan pikiran dan perilaku, yagna (pengorbanan) kita ke arah dan demi Ia semata, maka pada saat akhir nanti semua pikiran secara otomatis akan terpusat kepadaNya sesuai hadirnya pola kebiasaan ini, dan akhirnya kita akan menyatu denganNya. “Maka seyogyanyalah setiap saat dikau berpikir tentang Aku, dan berjuanglah! Seandainya pikiran dan pemahamanmu terpusat kepadaKu maka dipastikan dikau akan datang kepadaKu” (Bhagawat gita, bab VIII, sloka 7).

Cara mencapaiNya, Yang Maha Berwujud dengan berbagai wujud-wujud dan manifestasiNya (Saguna Aryakta Diwyarupa Brahman) dijelaskan para rsi seperti berikut ini:

“Sang yogi harus selalu mengendalikan jalan pikirannya, (bukan menghentikannya karena pikiran memang tidak dapat dihentikan kecuali oleh kematian!) dan memusatkannya secara konstan ke Tuhan Yang Maha Esa, sang yogi harus mampu merasakan kehadiranNya di mana-mana dan dalam bentuk apa saja.di dalam berbagai suka dan duka semua manusya dan mahluk-mahluk di sekitarnya, dengan demikian seorang pemuja akan pergi ke Tuhan itu sendiri (=jalan tol) dan tidak menumpang kea rah dewa-dewa, asuras, mahluk-mahluk gaib maupun objek-objek sensual, niskala dan skala lain-lainnya (jalan-jalan lain).

Tuhan Yang Maha Kuasa (Paraman Purusham Diryam) juga disebut Swarupa yaitu pemilik 1008 nama-nama dalam ajaran Hindu , tetapi setiap dewa dewi utama seperti Shiwa, Durga, Wisnu, Laksmi, Brahma, Saraswati, Ganeshya, dsb juga memiliki nama hotra 108 s/d 1008 nama. Namun Tuhan Yang Maha Esa hadir di atas semua nama-nama ini, Ia juga disebut Kawi (Kavi) yang bermakna Yang Maha Bijaksana, Sarwagna ( Yang Maha Mengetahui), Pranam (Yang Mula-mula), Sarwa Shaktiwam (Yang Maha Pengatur segala-galaNya) Maha Segalanya dari yang terlembut sampai yang terkasar, dari nol sampai ke yang berwujud, Ia adalah sesuatu yang Tak Dapat Difinisikan atau terjabarkan apalagi digambarkan (Achintya Rupam). Telanjang dan nol dari berbagai nafsu, hasrat dan ego dan “ke-aku-an” Ia juga adalah Aksharam (Tak Terbinasakan), Ia adalah A-U-M (Brahma pencipta), Wishnu pemelihara), dan Maheswara sang pelebur setiap jiwa) Ke semuanya itu mengarah ke Tuhan Yang Zero (Nir,Nol,Nil) yang disebut Nirgunam Param Brahman Banyak wujud-wujud dan nama-namanya (Devashya Dimahi) namun Ia adalah suatu Zat Kesatuan yang dianggap Maha Tunggal! Melalui mekanisme karma, Ia hadir dan mengatur dan menguasai para dewa-dewa dan seluruh loka-loka di semesta beserta isinya, pada saatnya nanti Ia akan melebur kembali kepadaNya tuk dibentuk semesta baru, hal ini disebut Pralaya (jadi tidak sama dengan kiamat yang konotasinya menyeramkan tanpa ada harapan!)

“Sebenarnya lebih tinggi dari yang tidak nyata (Sang Brahma), ini hadir lagi yang TIDAK NYATA, yaitu Yang Suci dan Abadi, Yang Tidak dapat Hancur sewaktu yang lain-lainnya dihancurkan”

“Yang Tidak Nyata (Maha Gaib) ini disebut Yang Tidak Terbinasakan. Ia lah tujuan yang Tertinggi, mereka-mereka yang telah mencapaiNya tidak akan pernah kembali. Itulah tempatKu bersemayam nan maha Agung (Parama Brahma)”
(Bhagawat Gita, hal 8, sloka 20-21).

Mereka-mereka yang tidak berakhir di Jalan Parama Dharma, biasanya berkelana dulu ke pitri loka (Loka-loka para leluhur) lalu mengarah ke Chandra loka, kata lain dari sorga. Di surga yang satu ini manusya yang bijak akan menikmati pahala-pahala baiknya selama di bumi, setelah usai, maka iapun akan kembali ke dunia ini, dan melanjutkan karma-karma barunya lagi.

Bagi seorang yang telah sadar (yogi) maka ia tidak akan galau memilih jalan yang terbaik, ia pun tidak akan terikat pada moha (kasih duniawi) yang memikat (mohan).

Semua weda memang mengajarkan hal-hal yang baik dan positif, namun di atas itu semua hadir pemahaman dan kebijakan yang lebih tinggi sifatnya yang akan membawa kita ke Brahman-Loka. Demikianlah uraian singkat Ketuhanan dan Maha YogaNya, semoga bermanfaat, Om Shanti, Shanti, Shanti Om.

mohan m.s
Cisarua, 15/11/09.
diedit oleh : uvi antonina

Grahana dan Vaastu-Shastra

GRAHANA DAN VAASTU-SHASTRA

Kalarau
Kalarau

Bahasa Sansekerta GRAHANA bermakna pengaruh negatif (Na) dari para graham (roh-roh jahat) dalam hal ini adalah iblis-iblis jahat Rahu, Ketu, Sunni. Kata Grahana di Indonesiakan menjadi kata gerhana. Ada gerhana bulan dan hadir juga gerhana surya (matahari). Secara astronomi maka bulan yang masuk ke posisi antara surya dan bumi akan menimbulkan efek bayangan kegelapan dan untuk beberapa waktu menghalangi matahari, hal ini disebut gerhana matahari, bisa total bisa juga parsial.

Sebaliknya kalau bumi ada di posisi antara bulan dan mentari, maka bayangan bumi akan jatuh ke permukaan bulan dan biasanya kalau terjadi pada malam hari, maka disebut gerhana bulan. Di India semenjak amat silam gerhana-gerhana ini dianggap berdampak amat buruk tetapi bisa juga kadang-kadang baik untuk kehidupan bumi dan segala mahluk-mahluknya, apalagi ke manusya. Itulah sebabnya untuk menangkal efek-efek buruk dan iblis (asuras) maka banyak dihadirkan proteksi-proteksi khususnya bagi wanita hamil, dsbnya.

Bukan itu saja, gerhana-gerhana ini juga dapat mengakibatkan dampak pada gravitas bumi dan perputarannya, dalam bentuk naiknya permukaan air laut, lebih menggoyahkan fondasi-fondasi dan lempeng-lempeng di bagian dalam bumi dan meretakkannya lebih cepat. Dahulunya ilmu astronomi yang disebut Vaastu-Shastra ini dicibir para ahli Barat, namun saat ini mulai dipergunakan untuk acuhan-acuhan pra gempa-bumi (TV-One-tgl 6 oct.09). Di Indonesia sebagian ahli-ahli gempa mulai mempelajari kebijakan-kebijakan arif lokal dari masa lalu, mereka juga mempelajari signal-signal alam dan prilaku-prilaku fauna yang aneh-aneh.

Semut-semut tertentu biasanya akan berbondong-bondong keluar dari liangnya, gajah-gajah di hutan berperilaku resah, anjing-anjing menggonggong, ada yang lemas dan resah, hilir-mudik tidak karuan, seakan-akan ingin memberi peringatan pada majikan-majikannya agar waspada karena mereka telah menditeksi getaran-getaran bumi yang lembut, awal dari suatu gempa.

Gempa tidak terjadi begitu saja dalam waktu semenit, namun semenit atau beberapa detik gempa adalah hasil akumulasi dari ratusan atau ribuan tahun atau beberapa bulan saja dari satu gerhana ke gerhana yang lain. Ingat bumi ini sebagian besar adalah air, dan air ini membentuk samudra-samudra yang selalu bergejolak dan berevaporasi (menguap) jadi hujan, tetapi bumi juga mengandung unsur-unsur cair seperti air, magma, minyak-bumi, dan gas, yang setiap hari dihisap paksa keluar oleh manusia, akibatnya terjadi ruang-ruang hampa (vacuum) di dalam bumi yang membentuk relung-relung dalam jutaan kilometer.
Sebuah Negara seperti Indonesia yang terletak di cincin api (ring of fire) gempa dengan tanah labil yang telah disedot habis gas, air dan minyaknya adalah sebuah negara penuh dengan berbagai bencana gempa yang tidak akan ada habis-habisnya sampai dengan ratusan tahun mendatang, lihat saja apa yang sedang terjadi saat ini, apalagi hutan-hutan kita mulai punah dan sulit tergantikan, kita di Indonesia sedang menuju ke pralaya lebih awal daripada negara-negara dan bangsa-bangsa lain. Sebagian kaum elit sains kita sadar akan hal ini, tetapi tidak etis mengungkapkannya agar tidak timbul kepanikan-kepanikan luar biasa.

Konon katanya Kalimantan adalah satu-satunya pulau yang akan dijauhi gempa, tetapi dengan hutan-hutannya yang telah amburadul maka apa saja bisa terjadi.Namun ratusan tahun yang akan datang mungkin hanya Kalimantan atau sebagian Papua (Irian) yang akan hadir sebagai zone agak aman.

Kembali ke Vaastu Shastra, ilmu astronomi kuno India yang mulai dimodernisasikan melalui kecanggihan komputer (India telah menjadi raksasa komputer dengan ahli-ahli tercanggih di dunia) maka tahun ini saja (2009) para ahli-ahli India mencatat adanya empat gerhana yang berdampak amat merusak, masing-masing :

1. Grahana bulan yang disebut Mangh, yang terjadi pada tanggal 7 Juli Kamis malam 2009. Yang kedua , disebut Khagaras (grahana mentari) yang jatuh pada tanggal 22 Juli 2009, Rabu pagi/Siang. Dan yang ketiga disebut Chhaya (bayangan), grahana rembulan, yang jatuh pada tanggal 6 Agustus 2009, pada malam hari. Yang ke empat disebut grahana bulan Khandagrass, yang akan jatuh pada tanggal 31 Desember 2009, dan satu lagi yang akan jatuh pada tanggal 15 Januari 2010 pagi/siang, yang satu ini disebut Kankan Krita, grahana mentari.

Sedemikian banyak nama dan jenis-jenis grahana tercatat di Vaastu-Shastra kuno ini, dan setiap grahana ini dicatat dampak-dampaknya pada manusya dan bumi secara mendetail. Kaum ahli-ahli Barat mendapatkan catatan gratis ribuan tahun yang lalu dari kaum Hindhu India namun sering menjelek-jelekkannya sebagai tahyul, padahal Vaastu Shastra adalah perhitungan aretmatika yang amat tepat dan saintifik sifatnya. Para ahli-ahli astronomi India sedang mempelajari dan memodernisasinya secara bertanggung jawab.

Biasanya gerhana mentari akan terjadi pada saat Purnima (bulan purnama), jadi amat sistematis hitungan dan kaitan-kaitannya, dan Purnima selalu dihubungkan dengan Sri Vishnu, Satya Narayana Sang Pemelihara Jagat Raya dan seluruh isinya. Maknanya “Habis gelap senantiasa terbitlah terang.”

Ternyata Vaastu-Shastra bukan itu saja, seluruh kalendar Hindu yang masih dipakai di India, Bali, Thailand, Nepal, Bhutan, China, dsb berbicara banyak tentang planet-planet lainnya di sekitar bumi ini, dan yang paling berdampak atas bumi adalah 12 planet yang disebut-sebut sebagai zodiak-zodiak berikut :
1.MEKHA (ARIES) – Kambing liar
2. VRIKHA (TAURUS) – Sapi
3. MITHUN (GEMINI) – Pasangan kembar manis biseksual.
4. KARKA (CANCER) – Kepiting yang siap menjepit.
5. SINHA (SINGA) – (LEO) – Singa yang mengeram.
6. KANYA (VIRGO) – Laki-laki playboy yang baik hati.
7. TULA (LIBRA) – Timbangan yang adil.
8. VRISCHICK (SCORPIO) – Kalajengking yang berbisa.
9. DHANK (SAGITARIUS) – Manusia purba pahlawan berbadan banteng/kuda.
10. MAKAR (CAPRICORN) – Kambing hutan yang indah, lugu dan bijak.
11. KUMB(A) – (AQUARIUS) – Kuali berisi air.
12. MEEN (baca Min) – (PISCES) – Dua ikan dengan posisi Kama sutra 69 (saling asah, asih, asuh).

Kedua belas zodiak Hindu ini diambil oleh Alexandar ke Yunani dan dikenal sebagai astrologi, sampai saat ini. Sang Buddha Gautama menggunakannya dengan simbol-simbol fauna semuanya dan dikenal sebagai SHIO di China dan dalam ajaran-ajaran Buddhis tertentu. (ke 12 fauna hadir pada saat-saat menjelang kepulangan Sang Buddha).

Vaastu-Shastra , bukanlah kalendar biasa mirip kalendar tahunan yang kita dapati pada zaman ini. Kata Vaastu berasal dari kata De(va) = dewa-dewa, cahaya Illahi (Bhagawatam) dan Aastu (kesejahteraan) contoh Om Swastriastu (Om Swastiastu), jadi maknanya bukan sekedar perhitungan tanggal, tetapi seluruh aspek-aspek widya dan devaik (positif, terang) yang diterapkan di hari-hari dan tanggsal-tanggal secara sistematis, aritmetika dan sains spiritual berdasarkan 10 dewa (planet-planet positif) dan 2 asuras (Rahu dan Ketu = 2 planet negatif), kedua planet ini sama dig jayanya dengan 10 dewa-dewi yang mensejahterakan (Astu) bumi dan seluruh ciptaan-ciptaanNya. Konon dimulai dengan tahun 2009, maka selanjutnya bumi telah memasuki era pralaya, dimulai dengan globalisasi panas, cuaca tidak terkendali, gempa-gempa tanpa kompromi, penyakit-penyakit aneh-aneh dan lain sebagainya, untuk itu tidak ada yang lebih baik daripada saling menjaga satu dengan yang lain dengan ucapan Om Swas Tri Astu (Satu Astu bagiku, satu Astu bagimu, satu astu bagi Sang Pencipta dengan segala ciptaan-ciptaanNya).

Om Shanti-shanti-Shanti Om
(Satu Shanti bagi bumi, satu Shanti bagi seluruh jajaran planet dan galaxi dan satu Shanti bagi Kekosongan (antariksa) yang menunjang seluruh kehidupan di ruang hampa Sang Pencipta ini.

Om Tat Sat

Diedit oleh : uvi antonina

Bibliography : – “Shiva Mandir”
– Vaastu Shastra
– “Saintific reports on Mother Earth
– TV-one 6-10-09.

mohan m.s,
Cisarua, 10 0ktober 2009

Ashvattha

ASHVATTHA
( Pohon Beringin nan Abadi)

Ashvattha, simbol semesta dengan berbagai keragaman kehidupan adalah simbol pohon beringin, ini yang digambarkan Sri Krishna kepada Arjuna di Bhagawat – Gita. Ashvattha digambarkan berakar ke atas dan cabang-cabangnya menurun. Ke atas di sini lebih berarti ke Sang Pencipta dan ke bawah bermakna dunia dan bumi ini, sebenarnya di antariksa tidak ada atas maupun bawah kecuali “kekosongan” yang menunjang isinya sendiri. Dengan kata lain pohon beringin ilusif ini adalah Prakriti yaitu alam makro – kosmos, madya, dan mikro – kosmos itu sendiri.

Ashvattha bermakna “tidak stabil” atau selalu bergoyah, dunia dan segala isi-isinya ini memang hasil rekayasa Sang Maya, dan maya adalah ilusi yang tidak akan pernah stabil sampai kapanpun. Namun “Ketidak-stabilan” ini nara sumbernya adalah Yang Maha Abadi itu sendiri, dan hal ini disadari oleh kaum yang telah mencapai vairagya (kesadaran) total, kaum awam senantiasa terpesona dan terjebak di dalam perangkap Sang Maya, dan lahir, lahir kembali tanpa henti, tanpa letih dipicu karma-karmanya sendiri.”

Singkatnya akar-akar Ashvattha adalah Sang Maya, pohonnya adalah Prakriti (dunia) dan asal-usulnya adalah Hyang Maha Esa (Purusha). Kalau ingin berlindung maka masukilah Prakriti, selami maya dan berlabuhlah dengan kesadaran di pelabuhannya Yang Maha Esa, namun berteori itu mudah, pelaksanaannya membutuhkan ribuan reinkarnasi, jutaan kesadaran dan satu sentuhanNya yang akan mengakhiri segala ilusi dunia materi ini. Konon kata Bhagawat-Gita, Ashvatta mendapatkan sari-sari kehidupan dari berbagai gunas (sifat-sifat prakriti yang alami), objek-objek indriyas adalah putik-putik bunganya, dan akar-akarnya yang ilusif mencengkram dan mengikat manusya dengan ilusi-ilusinya yang penuh suka (manis) dan duka (pahit). Cabang-cabang pohon ini adalah berbagai jiwa yang dibagi dalam berbagai kategori kesadaran sesuai dengan hasil-hasil karma kita di masa lampau, dan jiwa-jiwa ini lalu ditempatkan pada masing-masing posisi sesuai tugas-tugasnya seperti menjadi dewa, manusya, mahluk-mahluk halus, fauna, flora, reptile, serangga, mahluk-mahluk sel satu, dua, dst.

Namun manusya lebih cenderung menikmati dunia daripada menyadari tugas-tugasnya di alam ini, jadilah kita makin jauh dariNya, dan makin melekat ke vishaya (objek-objek luar). Ada lagi akar-akar Ashvattha yang menjuntai ke bawah yang disebut sebagai vasana (inti nafsu), trishna (cinta) dan raga dresha (pemujaan ego ke diri sendiri) yang menimbulkan karma-karma (aksi-aksi) yang berkelanjutan tanpa ada henti-hentinya inilah kedashyatan vasanas, yang harus “ditebas” dengan kesadaran dan pemasrahan total agar keluar kita dari belukar hidup ini.”

Sayang sekali lagi, semenjak dini kita lebih diajarkan untuk menikmati buah-buahan dari Ashvattha daripada mempelajarinya, jadi rasa manis buah-buahan lalu menjadi tujuan hidup, dan sang pohonpun terlupakan tuk dirawat dan dilestarikan. Akibatnya kita berkelana tanpa henti, tanpa tujuan dan tanpa makna yang berakhir dengan pengrusakan bumi dan diri sendiri, dimana tidak pernah ada kata cukup atau rasa aman dan nyaman, padahal kesadaran itu sederhana saja kata Gita: “Seseorang yang dirinya tidak terikat pada objek-objek luar (eksternal), akan mendapatkan kebahagiaan yang hadir di dalam dirinya sendiri (yaitu Sang Atman). Bagi seseorang yang telah melepaskan dan mengendalikan berbagai nafsu, keinginan dan perilakunya maka iapun akan bebas dari keterikatan, merasa cukup dengan semua anugrah hidup dan langsung mendapatkan ketenangan (kestabilan).

Kebebasan dari ikatan-ikatan materi adalah unsur vital tuk berkenalan dengan Hyang Maha Esa, namun pendekatan kearahNya harus tanpa pamrih, tulus dan tidak dibuat-buat, dirancang-rancang atau direkayasa, ia harus murni kesadarannya. Sang Jiwa di dalam raga kita harus disadarkan dari ilusi-ilusinya. Sang Jiwa harus sadar uang, harta, kesaktian, kemampuan hanya alat-alat penunjang bukan akhir tujuan, demi mencapai atman yang “bersembunyi” di guhayam (relung nurani yang paling dalam).

Jadikan hidup ini sebagai suatu kesempatan langkah tuk dimaknai secara sadar demi dharma-bhakti kita kepada Sang Pencipta, “Aku bukan apa-apa dan sebenarnya bukan siapa-siapa” adalah salah satu anak tangga awal dari kesadaran ini. Cobaan-cobaan terberat bukanlah harta-benda, istri, suami, dsb, tetapi adalah diri kita sendiri, yang tidak mau sadar dan malas belajar! Selama rasa ego masih menjadi panutan maka jauhlah kita dari rasa rasya (instuisi tertinggi), sia-sia saja berkelana telanjang di Himalaya, sia-sia saja bervarna prastha ke hutan-hutan, bertirtha yatra ke lokasi-lokasi suci kalau masih berjubah ego”, karena ego adalah bentuk nafsu dan perilaku yang teramat lincah dan licik kata T.L Vaswani.

Ada sesuatu yang selalu dilupakan oleh manusya, yaitu setiap jiwa di alam ini termasuk jiwa manusya adalah bagian-bagian kecil yang berasal dari Sang Pencipta itu sendiri, seyogyanya kita abadi, suci, bersih dan murni, tetapi lalu mengapa terilusi? Ini konon katanya karena kita cenderung mementingkan buah (pahala) daripada pohon kehidupan itu sendiri, dan Prakriti dengan segala keampuhannya lalu mengatur hidup ini sedemikian rupa agar terbungkus oleh indriyas dan jalan pikiran kita, sang Jiwapun diatur penuh kebebasan untuk kebablasan atau disadarkan, ia direkayasa tuk terbungkus atau menyibak keterikatan-keterikatannya sendiri dan mencapai titik zero di sanubarinya sendiri yaitu kesadaran Atman.

Di masa kini siapa peduli akan Atman? Hampir semua manusya meratap dan mengeluh susah dan menderita, ini akibat roh mereka lebih banyak bersemayam di dalam HP, komputer, TV, Bank, mobil, rumah mewah, posisi, dsb. Akhirnya roh-roh materi inipun “bergentayangan” dalam kepanjangan ilusi tanpa kendali, padahal sang jiwa yang bekerjasama dalam naungan Sang Atman dekat sekali di hati, dan selalu menegur kita dari saat ke saat karena Yang Maha Esa itu sebagai Atman selalu menunjang seluruh ciptaan-ciptaanNya baik dari dalam maupun dari luar, dengan menjadi sumber “api kehidupan’ yang menyatu dengan alunan nafas-nafas yang selaras. Sang Atman ini adalah sumber segala kecerdasan, kemampuan, pengetahuan dan kesadaran, IA-lah yang dimaksud oleh Veda-Veda dan berbagai Upanishad sebagai Sang Tujuan, IA juga sumber energi semesta,dan segala isinya, IA juga semua jalan-jalan ke arahNya, IA adalah DHARMA dan penunjangnya, IA adalah kita, dan kita semua adalah IA yang tidak dapat terjabarkan namun dapat difahami oleh yang berniat memahamiNya.

Ada bentuk-bentuk Tuhan yang ilusif yaitu Sang Purusha (energi) yang dapat binasa dan tidak abadi sifatnya dan Purusha yang disebut Kutastha yang tidak dapat binasa, IA disebut duduk tegar dalam misterinya yang abadi dan terselimuti oleh sang maya yang direkayasaNya sendiri.

Ada lagi Purusha yang Maha Tinggi yang dikenal sebagai Purushottama (Sang Jati Diri Maha Utama Suci dan Agung). IA menunjang bhur,bwah,swah loka dengan segala isi-isinya. IA lah Yang Maha Abadi dan tidak pernah binasa.Uttama Purusha atau Purushottama dengan nama lain Paramatman, Sang Jati Diri yang maha hadir dalam setiap Atman mahluk-mahluknya adalah yang maha menunjang, menghidupi dan menghadirkan alam semesta ini dari waktu ke waktu.

“Seseorang yang telah sadar, yang telah mengenalKu sebagai Purushottama, maka ia akan memujaKu dengan segenap jiwa-raganya, oh Arjuna!” (Bhagawat Gita XV, sloka 19) dan manusya agung ini disebut sebagai yang telah memahami ajaran-ajaran rahasya alam dan Ketuhanan Yang Maha Abadi, manusya agung ini disebut Mahatma (maha-atman), manusya ini telah mencapai penerangan (Nirwana, yaitu titik zero, (nol) dan tugas-tugasnya di dunia selesai sudah, ia telah berhasil menebas habis pohon Ashvattha, melalui non-keterikatannya, tanpa pamrih dan penuh kendali. Om Tat Sat.

mohan m.s
Cisarua 25 Nov 2009

Bibliography : – Bhagawat-Gita by T.L Vaswani
diedit oleh : uvi antonina

Makna Saraswati dalam kehidupan di kali yuga

Menurut ajaran Shastra widhi Hindu Dharma, maka yang disebut Dewi Saraswati adalah shakti (pasangan wanita) dari Sang Pencipta Hyang Brahma. Pada permulaan lahirnya Hindhu Dharma, maka konsep kuno yang berada di Tibet, Nepal, China dan India kuno telah mengenal Sang Dewi sebagai bundanya alam semesta ini. Beliau juga dikenal dengan berbagai nama seperti Aralokiteswara, Kwan-Im,dsb didaerah-daerah tersebut diatas. Mata sipit,tubuh langsing,dan kulit pucat putih konon oleh para ahli dikatakan sebagai asal usul Sang Dewi Saraswati ini pada konsep mula beliau di kawasan Himalaya yang berpenduduk berkulit putih pucat ibarat salju dan bermata sipit.

Konon Hyang Brahma sebagai Pencipta isi jagat raya ini pada awal kehidupan dan penciptaan sangat gelisah karena asal mencipta saja tanpa sentuhan keindahan sama sekali, maka Dewi Saraswatilah yang kemudian mendapatkan tugas memperindah semua ciptaan-ciptaan di semesta raya ini. Bayangkan Sang Bunda Jagat Raya ini selain melahirkan berbagai ciptaan juga harus memoles,mengajarkan dan memperindah bentuk-bentuk ciptaanNya. Sehingga tidak mengherankan kalau beliau dianggap Tuhannya kaum Brahmanas di masa lalu. Konsep Tuhan sebagai wanita juga hadir di Hindu, India,dan Islam pada awal-awalnya. Kita telaah didalam An-Husna berisikan sekitar 70% unsur feminine dlm sebutan-sebutanNya (Baca: Dari Dharma ke Agama).

Kembali ke Bunda Saraswati, maka di Rig-Weda, kata Saraswati berarti “Yang mengalir”,beliau diibaratkan sebuah sungai suci yang senantiasa mengalir tanpa henti, menyuburkan setiap lahan yang beliau lalui, membersihkan kekotoran-kekotoran yang dibuang manusia, memberkahi setiap kandungan wanita,juga menjaga kearifan, bakti dan kesucian para pemuja-pemujaNya. Didalam Hindu Dharma beliau juga disebut Sarada (Sang Pemberi Makna), Wagiswari (Sang Guru yang mengajarkan tutur bahasa, grammar dan etika), Brahmi (Shakti Hyang Brahma), Mahawidya (Ilmu yang maha tinggi), dan berbagai sebutan lainnya (1008 sebutan). Bunda Saraswati adalah personafikasi dari semua bentuk ilmu yang melahirkan seni, budaya, kultur, peradaban,, sains dan teknologi. Semua seniman, pengukir, pematung,penari, ilmu-wan, agamawan, pelajar, guru dst di India memujaNya secara khusus pada hari raya Saraswati juga di Bali, Jawa dsb.

Kalau di India para pemahat, pengukir, seniman dsb ini berwarna brahmana karena berada dibawah naungan Saraswati, maka tidak demikian halnya di Bali, saya menemukan banyak seniman dari berbagai bidang seni rupa ini masih berkasta sudra. Tentu saja pemahaman yang salah ini melecehkan kaidah dari pemujaan ke Saraswati Sang Bunda Brahmi itu sendiri. Sepertinya “ada yang salah” di Bali ini, disatu sisi Saraswati amat diagung-agungkan, tetapi disisi lain para seniman yang berada dibawah warna bunda agung ini malah disudrakan. Sebagian dari para guru dan seniman ini “diperas dan di eksploitasi” demi keuntungan komersil para-wisata oleh “sebagian wangsa Bali yang serakah!”, padahal seharusnya dihormati sekali.

Kulit putihnya Sang Dewi ini bermakna dasar ilmu pengetahuan yang bertujuan putih atau positif dan bertujuan luhur dan suci. Sebaliknya awidya dilambangkan dengan warna hitam (kegelapan). Namun banyak kaum suci di India dan Jawa kerap berbaju hitam, agar menandakan bahwasanya dia adalah seseorang yang bodoh dan belum mampu berbaju putih (seperti halnya seorang Pandita). Sang Dewi dilambangkan duduk bersinggasana diatas bunga teratai, dengan berwahanakan seekor angsa, dengan keempat tangannya, beliau masing-masing memegang Vina (suling), Akshamala (tasbih), Pustaka (buku,kitab,karya shastra dan agama,sains,dst).

Tangan yang satunya ikut bermain Vina, atau sering juga digambarkan sedang bermudra dalam bentuk memberkahi ciptaan-ciptaanNya. Beliau juga sering dilukiskan dengan memegang Pasa (kwas), Ankusa (alat penyuntik), teratai (Padma), Trisula Sankha (alat tiup yang terbuat dari logam), cakra, kecapi, dsb. Kadang-kadang beliau digambarkan berwajah lima dan bertangan delapan, bermata tiga dan berleher biru. Dalam wujud ini beliau disebut Maha Saraswati, yang penuh kedigjayaan unsur inti utama Dewi Durga (Parwati). Beliau juga salah satu dari Maha Gayatri. Angsa tunggangan beliau disebut Hamsa, tetapi ada juga yang menggantikannya dengan seekor burung merak sesuai dengan kewajiban dan posisi beliau pada saat-saat tertentu.

Makna kitab yang dipegangnya adalah semua bentuk ilmu pengetahuan ; Vina melambangkan seni budaya dan sabda nada AUM, tasbih di tangan kanan bermakna rangkuman dari berbagai agama, dan ajaran-ajaran Ketuhanan dan ilmu-ilmu sains, yang seyogyanya dihayati secara penting dan penuh bakti bagi sesama mahluk, atau akan sia-sia saja penghayatan dan pelaksanaannya.

Sering hadir warna merah dalam lukisan Saraswati, yang berarti awidya yang menyesatkan. Angsa sendiri dapat memfilter air keruh dan memisahkannya dari kotoran-kotoran yang melekat pada air tersebut melalui paruhnya. Maknanya pemisahan antara widya dan awidya. Namun harus difahami juga bahwasanya widya dan awidya (Parawidya-iluminasi spiritual) dapat juga mengarahkan kita ke moksha. Seperti yang diutarakan Isawasya – Upanishad “Kita melampaui kelaparan dan dahaga melalui awidya, kemudian meniti melalui widya kearah moksha”. Konon demi penjabaran ajaran ini maka Bunda Saraswati memilih angsa dan merak sebagai wahana penyampaian pesan-pesannya, Kalau disimak dengan nurani yang sadar maka sadarlah umat Hindu akan inti makna ajaran adi – luhung yang menjabarkan betapa luas aspek Tuhan Yang Maha Esa dengan segala karya-karyaNya yang menakjubkan.

Kalau di Hindu (Bali) terdapat satu hari khusus Pemujaan Saraswati , maka di India semenjak masa lalu terdapat 2 hari khusus puja bagi bunda Saraswati. Yang pertama Saraswati Ashtmi dan yang kedua disebut Dipawali (Festival Cahaya). Pada puja yang pertama, maka Pemujaan ke Saraswati diselenggarakan khusus di kuil-kuil Saraswati (tidak begitu banyak), di Universitas-Universitas, sekolah-sekolah dan berbagai lembaga pendidikan dan sejenisnya, di departemen pendidikan, dan di pusat-pusat seni budaya. Pada hari ini semua guru dan siswa sekolah, seniman dan seniwati, dari berbagai bidang seni – budaya dan kaum cendekiawan dari berbagai cabang ilmu dan sains, plus kaum agamawan merayakannya secara khusyuk sambil memohon berkahNya agar pendidikan seseorang dan bangsa tetap jaya dan lestari. Berbagai upacara , upawasa (puasa) dan pertunjukan berlangsung selama beberapa hari.

Kemudian pada hari Dipawali yang adalah tahun baru kaum Hindu India, Saraswati disandingkan disebelah kanan Sri Lakshmi (Dewi Sri dan Kemakmuran), dan Sri Ganeshya di sisi kiri Sri Lakshmi. Maksudnya agar kekayaan, pamor dan kedudukan plus kejayaan seseorang seharusnya didampingi oleh Saraswati (unsur-unsur etika,seni,keindahan,kultur dan budaya yang beradab) dan oleh Ganeshya (unsur-unsur pengetahuan spiritual dan duniawi yang berimbang). Tanpa ketiga unsur vital ini yaitu: Lakshmi (Kama), Saraswati (Dharma), dan Ganeshya (Karma) maka moksha yang diidam-idamkan seseorang tidak akan pernah tercapai baik di dunia ini maupun di dunia sana. Inilah makna inti Saraswati di Kali yuga yang penuh dengan tebar pesona dan pamer kekuasaan, kasta, kedudukan, kekayaan, dsb. Tanpa keseimbangan maka Tuhan dan berbagai agama (Jalan-jalan kearahNya) akan kehilangan maknanya yang sejati, Begitupun ekonomi, politik, pendidikan, akan salah kaprah.

Ketiga unsur Trimurti Kali Yuga ini (Saraswati- Lakshmi- Ganeshya) tidak dipuja secara bersamaan di Indonesia pada era ini, mungkin bhissama-bhissama tentang pemujaan Dipawali tidak pernah sampai ke Nusantara pada masa-masa yang lalu. Namun umat Hindu India yang berdomisili di Indonesia dan dimanapun, selalu merayakan Dipawali ini dengan khusyuk.

Semoga hikmah dari makna Bunda Saraswati dan unsur-unsur dewata lain dapat mengajarkan umat Hindu Dharma di Nusantara untuk lebih menghayati keagungan Tuhan yang kuasa melalui berbagai ciptaan-ciptaanNya di jagat raya ini.

Om Sri Ganeshya Namaha,
Om Sri Lakshmi Namaha,
Om Sri Saraswati Namaha,
Om Sri Parambrahman Namaha,
Om Shanti-Shanti-Shanti Om

mohan m.s di Shanti Griya Ganeshya Pooja Cisarua, 27 Mei 2008.
Diedit oleh : antonina uvi.

Ketuhanan Yang Maha Esa Hindu Dharma

Rig Weda dari Asia Barat dengan Tuhan-tuhan baru seperti Agni, Indra, dan Bayu. Sesuai berbagai evolusi, revolusi dan berbagai manuver-manuver politik, sosial, rasial.dan agama, maka Hindu saat ini mengkategorikan semua “tuhan-tuhan” di atas sebagai golongan dewa-dewi, yang berasal dari suatu zat tertinggi yang disebut Param Brahman. Di bawah ini secara singkat dan rinci Tuhan akan dijabarkan secara sistematis sesuai dengan perkembangan Weda-weda, Upanishad, Shiwa Purana, dsb) yang lalu bersinergi menjadi Bhagawat Gita, Maha Karya tentang Ketuhanan yang tidak ada duanya di dunia ini.Tuhan di dalam Hindu Dharma disebut-sebut sebagai Brahman, Adhyatman, Adhiyagna, Adhibhuta, Adhidaiva, dst. Hukum-hukumnya disebut Hukum Karma dan pelaksanaan pencapaiannya disebut Abhyasa Yoga.

Brahman adalah Zat Yang Maha Agung dan Suci yang tidak terbinasakan, yang dikenal sebagai Tuhan Yang Maha Esa (di Indonesia) di India disebut Mahesya, Beliau ini bisa berwujud sebagai dewa, manusya, dsb (Saguna Brahman atau Maha Tidak Terdefinisikan (= Nirguna Brahman), Brahman berada di atas/asal mula dari weda-weda dan Prakriti (sifat-sifat maya nan alami, ilusi Tuhan).Brahman berada di atas semua materi, benda, dewa, bahkan semesta raya.

KETUHANAN YANG MAHA ESA

Manusia Dharmais yang sering disebut umat Hindu sering-sering bertanya-tanya seperti apakah Tuhannya Hindu itu, apakah beliau sama dengan Tuhannya kaum agama-agama lain, ataukah Ia sejenis dewa yang lebih agung daripada para dewata, ataukah Ia berbentuk manusya karena Tuhannya umat-umat lain cenderung disebut Bapa, dsbnya.

Setelah mempelajari berbagai cabang-cabang weda dan Upanishads maka Tuhan di dalam Hindu Dharma memang ternyata banyak wujud-wujud dan rupa-rupanya. Dari Hyang Brahma sebagai Pita Maha (ayah dan ibu) juga leluhur umat manusya yang menurunkan jajaran manu-manu pertama, sampai sepuluh kali, beliau juga melahirkan wangsa-wangsa lain di berbagai sistem tata-surya. Kemudian ada golongan Waisnawa yang menuhankan Narayana dengan berbagai reinkarnasi-reinkarnasi seperti Wishnu Yang Maha Pengayom, Rama, Krishna dan Buddha, dst.

Golongan Shivais adalah Hindu asli di Tanah Barata, saat itu terkenal dengan kultur Indus, (asal kata Hindu) dan yang dihuni Dravidia pemuja Tuhan dalam bentuk Hyang Shiwa, masuk kemudian di India.

Adhyatman – Dimanakah aku dapat menemui sang Brahman? Temuilah Dia di dalam dirimu sendiri, Ia “bersembunyi” di relung hati nuranimu sendiri yang paling dalam (guhayam), Ialah inti Jiwa kita yang disebut Sang Jati Diri (Atman), Sang Atman hadir di dalam Sang Jiwa, ibarat 2 ekor burung di dalam naungan satu pohon, yang satu dinamis (jiwa), dan mobile, yang satu lagi Atman diam menyaksikan, sabda Upanishad.

Adhiyagna- Berarti sebuah unsur yang teramat mula, kuna, asal-usul dari semua tindakan pengorbanan yang tulus, Raganya adalah pengorbanan kosmos pada awal-awal penciptaan semesta raya dan isinya, dari pengorbanan ini hadirlah seluruh ciptaan-ciptaan baik yang kasat mata maupun yang tidak kasat mata di semesta (bhur, bwah, swah), Ia hadir di semua ciptaan-ciptaannya secara Abadi, Suci dan Agung, senantiasa menyiratkan pengorbanan-pengorbanan tulus dan menuntun kita penuh cinta-kasih. Kalau saja kita sedikit “bijak” maka akan terfahami betapa sucinya raga-raga manusya ini, ibarat pura atau kuil karena di dalamnya hadir Tuhan itu sendiri sebagai Sang Atman yang menyaksikan, mencatat, dan menuntun setiap individu secara masing-masing. Ia disebut juga Jyotir (Pelita Kehidupan), ia berada di titik fokus meditasi (dhyana) yang terletak di antara kedua alis mata kita.

Adhibhuta- Adalah Sang Adipati yang bermakna Yang Maha Esa, sebagai inti atau dasar segala mahluk yang berjiwa atau tidak berjiwa (padahal penelitian pemenang nobel di Jepang, menunjukkan semua benda berjiwa, dan berunsurkan zat hidup, ini sesuai dengan ajaran akan kehadiran Sang Atman dimana-mana dan di apa saja). Inti kehidupan ini disebut oleh Ishopanishad : “Ishavasyam idam sarvam”, yang bermakna semua yang dapat binasa adalah jubah atau pakaian dariNya semata, semesta dan segala isinya adalah ajang kita tuk belajar memahami dan kemudian kembali kepada hakikatnya semata.

Adhidaiva- Adalah Adipati suatu unsur kekuatan Bhagawatam (Ilahi, Ketuhanan) yang bersinar di dalam dewa-dewa (cahaya), Ia juga Purushanya para dewata (unsur laki-laki yang utama) Ia juga dikenal sebagai Prathama Purusha yang bercahaya di dalam setiap unsur dewa-dewi dan kaum suci. Ia adalah Tuhannya para dewata, yang juga disebut Hiranyagarbha Purusha (Purusha Emas/intan yang berkilau-kilauan. Nabi Muhamad S.A.W menyebutnya Gua Husa, tetapi malah dimaknai secara harafiah sebagai gua beliau mendapatkan wahyu-wahyunya yang pertama.Ia juga disebut Prajapati (pemilik dan penguasa semua jajaran mahluk-mahluk yang bernafas dan tidak termasuk dewata dan manusya.) Ia juga adalah Sutra-Atma yaitu Nafas Agungnya para dewa (Prana Purusha adalah nama lainnya) Para Dewata adalah “bagian-bagian” dari “Tubuhnya”, IA lah sebenarnya Kekuatan Maha Kreatif, Yang Maha Suci, Ia lah semuanya ini yang bercahaya di jagat raya nan tanpa ujung, dan tanpa habis-habisnya ini. Ia menunjang semua, dan semua akan kembali kepadaNya.

Karma- Hadirnya Sang Adhyatman dalam bentuk fragmen-fragmen kecil sang Atman dalam diri manusya dan berbagai mahluk disebut Visarga, yaitu energi murni dariNya semata.Energi ini menjadi proses setiap pelaksanaan para mahluk-mahluk di semesta raya yang penuh dengan berbagai pengorbanan, cinta kasih, melalui proses Sankalpa (memperbanyak dirinya sendiri). Hasil dari Karma Agung Hyang Brahma dengan Swahanya (Aku mengorbankan yang terbaik di dalam Diriku) adalah reinkarnasi alam dan isinya yang tidak kenal waktu dan habis-habisnya. Karma juga adalah mekanisme peraturan hukum-hukum alam dengan berbagai pola-pola aneka ragam yang amat menakjubkan, namun amat sistematis karena tidak ada yang gratis maupun kebetulan di dalam kehidupan ini, semua direkayasa secara apik,rapi dan penuh perhitungan,oleh hukum karma yang tidak terlihat tetapi selalu berwujud sebagai hukum “sebab dan akibat” secara universal.

Karma adalah zat atau energi maha mengagumkan yang bersinergi dengan evolusi alam semesta, karma menciptakan suatu proses kehidupan-kehidupan yang maju secara progresif tetapi juga dapat mundur secara timbal balik secara tegas, “apa yang kau tanam akan kau tuai kembali.” Tetapi pelaksanaannya adalah menabur angin dan menuai badai, karena sebutir gandum yang ditanam maka serumpun padi yang akan panen. Karma berevolusi melalui penderitaan dan kebahagiaan (suka,duka) dan tidak ada sebuah benda maupun mahluk yang dapat lepas dari untaian karma ini. Jadi pengorbanan suci tanpa pamrih adalah kunci bagi stabilnya roda-roda karma, seandainya seorang manusya ingin stabil hidupnya, maka ia harus berkorban dan berkorban terus tanpa henti, ibarat Sang Pencipta dan bumi ini sendiri sampai kini. Saat-saat akhir kematian manusya dapat menentukan reinkarnasi berikutnya, hukum karma ini disebut bhawa (hukum pikiran), agar ia dapat menuju reinkarnasi yang lebih baik dan utama, maka umat Hindu dianjurkan agar sehari-hari selalu memusatkan pikiran dan perilaku, yagna (pengorbanan) kita ke arah dan demi Ia semata, maka pada saat akhir nanti semua pikiran secara otomatis akan terpusat kepadaNya sesuai hadirnya pola kebiasaan ini, dan akhirnya kita akan menyatu denganNya. “Maka seyogyanyalah setiap saat dikau berpikir tentang Aku, dan berjuanglah! Seandainya pikiran dan pemahamanmu terpusat kepadaKu maka dipastikan dikau akan datang kepadaKu” (Bhagawat gita, bab VIII, sloka 7).

Cara mencapaiNya, Yang Maha Berwujud dengan berbagai wujud-wujud dan manifestasiNya (Saguna Aryakta Diwyarupa Brahman) dijelaskan para rsi seperti berikut ini:

“Sang yogi harus selalu mengendalikan jalan pikirannya, (bukan menghentikannya karena pikiran memang tidak dapat dihentikan kecuali oleh kematian!) dan memusatkannya secara konstan ke Tuhan Yang Maha Esa, sang yogi harus mampu merasakan kehadiranNya di mana-mana dan dalam bentuk apa saja.di dalam berbagai suka dan duka semua manusya dan mahluk-mahluk di sekitarnya, dengan demikian seorang pemuja akan pergi ke Tuhan itu sendiri (=jalan tol) dan tidak menumpang kea rah dewa-dewa, asuras, mahluk-mahluk gaib maupun objek-objek sensual, niskala dan skala lain-lainnya (jalan-jalan lain).

Tuhan Yang Maha Kuasa (Paraman Purusham Diryam) juga disebut Swarupa yaitu pemilik 1008 nama-nama dalam ajaran Hindu , tetapi setiap dewa dewi utama seperti Shiwa, Durga, Wisnu, Laksmi, Brahma, Saraswati, Ganeshya, dsb juga memiliki nama hotra 108 s/d 1008 nama. Namun Tuhan Yang Maha Esa hadir di atas semua nama-nama ini, Ia juga disebut Kawi (Kavi) yang bermakna Yang Maha Bijaksana, Sarwagna ( Yang Maha Mengetahui), Pranam (Yang Mula-mula), Sarwa Shaktiwam (Yang Maha Pengatur segala-galaNya) Maha Segalanya dari yang terlembut sampai yang terkasar, dari nol sampai ke yang berwujud, Ia adalah sesuatu yang Tak Dapat Difinisikan atau terjabarkan apalagi digambarkan (Achintya Rupam). Telanjang dan nol dari berbagai nafsu, hasrat dan ego dan “ke-aku-an” Ia juga adalah Aksharam (Tak Terbinasakan), Ia adalah A-U-M (Brahma pencipta), Wishnu pemelihara), dan Maheswara sang pelebur setiap jiwa) Ke semuanya itu mengarah ke Tuhan Yang Zero (Nir,Nol,Nil) yang disebut Nirgunam Param Brahman Banyak wujud-wujud dan nama-namanya (Devashya Dimahi) namun Ia adalah suatu Zat Kesatuan yang dianggap Maha Tunggal! Melalui mekanisme karma, Ia hadir dan mengatur dan menguasai para dewa-dewa dan seluruh loka-loka di semesta beserta isinya, pada saatnya nanti Ia akan melebur kembali kepadaNya tuk dibentuk semesta baru, hal ini disebut Pralaya (jadi tidak sama dengan kiamat yang konotasinya menyeramkan tanpa ada harapan!)

“Sebenarnya lebih tinggi dari yang tidak nyata (Sang Brahma), ini hadir lagi yang TIDAK NYATA, yaitu Yang Suci dan Abadi, Yang Tidak dapat Hancur sewaktu yang lain-lainnya dihancurkan”

“Yang Tidak Nyata (Maha Gaib) ini disebut Yang Tidak Terbinasakan. Ia lah tujuan yang Tertinggi, mereka-mereka yang telah mencapaiNya tidak akan pernah kembali. Itulah tempatKu bersemayam nan maha Agung (Parama Brahma)”
(Bhagawat Gita, hal 8, sloka 20-21).

Mereka-mereka yang tidak berakhir di Jalan Parama Dharma, biasanya berkelana dulu ke pitri loka (Loka-loka para leluhur) lalu mengarah ke Chandra loka, kata lain dari sorga. Di surga yang satu ini manusya yang bijak akan menikmati pahala-pahala baiknya selama di bumi, setelah usai, maka iapun akan kembali ke dunia ini, dan melanjutkan karma-karma barunya lagi.

Bagi seorang yang telah sadar (yogi) maka ia tidak akan galau memilih jalan yang terbaik, ia pun tidak akan terikat pada moha (kasih duniawi) yang memikat (mohan).

Semua weda memang mengajarkan hal-hal yang baik dan positif, namun di atas itu semua hadir pemahaman dan kebijakan yang lebih tinggi sifatnya yang akan membawa kita ke Brahman-Loka. Demikianlah uraian singkat Ketuhanan dan Maha YogaNya, semoga bermanfaat, Om Shanti, Shanti, Shanti Om.

mohan m.s
Cisarua, 15/11/09.
diedit oleh : uvi antonina

Tirumantiram

Tirumantiram adalah bagian ajaran-ajaran Saiwa-Sidhantam yang telah diajarkan semenjak kurun waktu yang amat silam di daerah India Selatan. Ajaran ini telah berakar kuat dari resi ke resi dan dari generasi ke generasi yang diawali oleh seorang resi sakti nan bijak yang teramat piawai dalam berbagai ilmu dan dharma, beliau dikenal dengan sebutan Resi Tirumular.

Beliau dikenal sebagai seorang yogi yang amat penuh kasih, konon suatu hari beliau sedang menuju sebuah desa, dan diperjalanan melihat sekawanan ternak yang lalu lalang secara kacau balau, karena ditinggal mati mendadak oleh sang gembalanya.Karena kasih terhadap ternak-ternak ini, dengan kekuatan yoganya resi Tirumular memasukkan rohnya ke sang gembala dan meninggalkan raganya di semak-semak belukar.

Yang terjadi kemudian ternak-ternak ini berubah riang gembira dan digiring kembali ke desa mereka (Sang resi yang nama aslinya disebut Sundarar dan berasal dari pegunungan Kailash di Himalaya) lalu kembali ke raga yang ditinggalkannya, namun tidak dapat menemukannya kembali, raganya sirna begitu saja!

Sebenarnya raga rersebut raib karena konon katanya adalah kehendak Hyang Shiwa itu sendiri. Jadilah Sang resi terperangkap di dalam raga sang gembala, namun ia tetap berjiwa resi, ia pun meneruskan tapasnya di bawah naungan sebuah pohon beringin di daerah Thiruwawadutrai, sebuah perkampungan pemujaan Hyang Shiwa dan mengajarkan “Anbe Shiwan” (Tuhan (Shiwa) itu kasih).

Ajaran-ajaran Shiwaisme di dasarkan pada pemahaman bahwasanya Sang Pencipta Yang Hakiki itu sebenarnya hanya satu, dan seluruh ciptaan-ciptaanNya adalah sebuah keluarga besar di bumi dan semesta luas ini. Tidak seluruh ajaran-ajaran beliau dapat saya tulis disini karena aspek-aspek dan dampaknya terlalu luas dan dapat disalahgunakan, khususnya yang berhubungan dengan tantraisme dan magic, namun intisarinya adalah Keagungan Weda-Weda, agama-agama, dewa-dewa, vegetarianisme, dharma berbagai golongan, Pengetahuan Shiwa, Lingga Puranam, Asthanga-Yoga, Asanas, pranayama, siddhis, Kala-chakra, sembilan bentuk pengorbanan (Nawagundam), Jalan Ketuhanan, Dharsana, Manna Semadhi, dan ratusan ajaran-ajaran lainnya.

Ajaran Shiwa-Sidhatamnya ini berazaskan Tuhan Sang Pemilik setiap jiwa (Shiwa) sebagai PATI (Pemilik, Penguasa) yang bersinergi dengan PASU (mahluk-mahluk ciptaan-ciptaanNya) dan PASA (Sang maya) PATI-PASU-PATA, ketiga-tiganya disebut Hakiki dan Realitas, dan ajaran lurus ini tampil dengan segala sisi-sisi pluralistik dan benar. Namun ajaran ini menyebut dirinya sebagai “Suddhadwaita” Suddha berarti “tidak berkwalitas”, dan Adwaita berarti “tanpa dualitas”. Pati-Pasu-Pata walaupun tersirat tiga sebenarnya adalah suatu kesatuan yang manunggal, ajaran ini mirip dengan ajaran Resi Ramanuja, namun agak berbeda dalam filosofinya dan penalarannya.

Shiwa, Sang Pati disebut juga dengan nama Hara, Isa, Natha, Nandi,dst.Beliaulah asal mula jagat raya dan segala isinya ini, kekuatannya disebut Shakti (sakti) Shiwa dan shaktinya (Maya, Prakriti) adalah dua sisi pria-wanita (maskulin-feminine, lingga-yoni) yang bersinergi menjadi satu sebagai “(Ardhanageswara/i), dan disimbolkan sebagai “Lingga dan Yoni” dalam suatu kesatuan yang diam namun tetap beraksi. Shiwa bukan saja salah satu dari Trimurti (Brahma-Wisnu-Shiwa), namun Beliaulah asal-muasal dari Trimurti itu sendiri, Beliau juga Wiswarupa dan Wishwadika yang disaksikan Arjuna di Bhagawat-Gita, beliau juga adalah Tuhan Yang Maha Esa dalam wujud-wujud Sarupa (Tanpa Wujud) dan Arupa (beragam-ragam wujud), salah satunya Asthamurti yaitu gabungan dari panca maha bhutam, surya, chandra dan manusya. Beliau bersifatkan 8 unsur-unsur mulia yaitu : keluguan, kemurnian, menyadari hakekatNya, serba hadir dimana-mana, lepas dari noda-noda, penuh welas asih, tanpa batas dan penuh anugrah (Nirguna). Beliau berfungsi lima yaitu: Panca Kritya, menciptakan, mengayomi, mendaur ulang, tidak terlihat dan penuh anugrah.

Tidak seperti Sang Hyang Wisnu yang harus sering ber awatara, maka Shiwa tidak ber awatara, beliau sering “menganugrahkan” Dharsan-dharsan (penampakan-penampakan suci-suci Beliau) bagi para bhaktanya dari waktu ke waktu.

Manusya dan berbagai ciptaan-ciptaanNya disimbulkan sebagai Pasu (ternak), setiap jiwa adalah Pasu, setiap ternak terikat tali ke Sang penggembalanya, demikian juga di dalam kehidupan ini, manusya dan para mahluk terikat oleh tali ilusi ini, dan hal ini disebut “Awidya” “kurang pengetahuan” Ada tiga jenis awidya keterikatan ini yaitu : Anawa mala, Karma mala dan Maya mala. Karma mala dan Maya mala (kalung yang mengikat). Anawa mala sudah hadir pada setiap ciptaan dari awal mula (atom), Karma mala adalah ikatan sebab dan akibat dan Maya mala adalah ilusi dunia materi ini. Maya mala dan Karma Mala dapat dinetralisir melalui bhakti dan disiplin-disiplin spiritual, namun Anawa mala hanya dapat disirnakan olehNya semata. Sewaktu seluruh ikatan-ikatan (mala-mala) ini dapat dinetralisir, maka manusya dapat menyatu dengan Shiwa (Tuhan).

Ajaran-ajaran gembala dan ternak-ternak ini nyata sekali terdapat pada Sri Krishna (Kris=cahaya=Kristus), dan Jesus (disebut Nabi Isa) oleh Al-quran, dan sesuai dengan wacana-wacana Hyang Shiwa di Shiwa Purana bahwa Beliau akan menghadirkan Isa dan Mahamada (Mohamad) di tanah Mecca (Mekah=Timur Tengah). Ajaran Shiwais ini memang amat berpengaruh di Timur Tengah dimulai dari Yaman yang merupakan basis pertama para nelayan-nelayan Tamil ribuan tahun yang lalu, sewaktu mereka membangun desa-desa awal di sana, sampai ke pembuatan lingga-yoni terbesar di dunia yaitu Ka,abah.

Dalam salah satu ajaran, Tirumular bersenandung:

Seorang anak kecil memperhatikan sebuah mainan yang berbentuk gajah yang diukir dari kayu. Ia tertarik sang gajah ini. Namun si pengukir gajah tersebut lebih tertarik pada jenis dan kwalitas kayu, anak kecil lebih tertarik pada unsur dan wujud-wujud materi dunia dan bukan pada Sang Penciptanya.
Seorang suci, sebaliknya melihat Yang Maha Esa hadir di dalam segala-galanya, bukan pada unsur-unsur yang dihadiriNya”.

Demikianlah karya-karya resi Tirumular yang bermula dalam syair-syair indah berbicara banyak tentang berbagai aspek-aspek kehidupan, filosofi ajaran-ajaran, Tuhan dan segala manifestasiNya.

Sedikit kami hadirkan di bawah ini :

Ketuhanan Yang Maha Esa

“Ia yang hadir sama kepada semuanya, Yang Maha Murni, yang bahkan dipuja-puja para dewata, yang bahkan tidak terjabarkan oleh mereka, kepadaNya, aku berteduh, berpuja dan bermeditasi.”

“Tanpa Dia, tidak hadir pada dewata,
Tanpa Dia tidak ada pengampunan,
Tanpa Dia tidak hadir ketiga loka,
Tanpa Dia, akupun tidak mampu memasuki gerbang-gerbang KetuhananNya”

“Ia lebih panas daripada api, lebih dingin daripada air,
Namun tidak seorangpun yang faham akan anugrahNya
yang melimpah-ruah kemana-mana,
Sangat jauh Ia, namun teramat dekat selamanya,
Ia lebih welas asih daripada seorang ibu,
Kasihnya tak terbendung sedikitpun.”

“Ketujuh swarga yang harum adalah miliknya,
Namun Ia lebih senang hidup di tanah pekuburan,
Seandainya pengorbanan kita kepadaNya tulus,
Maka Ia segera hadir di hati kita.”

Ayat-ayat Tantra

Antariksa berbaur dengan antariksa,
(kekosongan dengan kekosongan)
Air kehidupan berbaur dengan cahaya,
Kasih berbaur dengan kasih,
Yang memahami hal ini disebut Shiwa-Siddhas

Kaki suci adalah Shiwa, kalau saja
Dikau memahamiNya,
Kaki suci adalah dunia Shiwa, kalau saja
Dikau memikirkaNya,
Kaki suci adalah anugrah, kalau saja
Dikau menyadariNya.

“Mereka-mereka yang malas belajar,
Tidak pantas tuk kita memandangnya,
Mereka-mereka yang malas belajar,
Tidak pantas tuk didengar kata-kataNya,
Mereka-mereka yang malas belajar,
Hanya bersahabat dengan sejenisnya,
Mereka-mereka yang malas belajar,
Kebijakan tidak akan pernah singgah padanya.”

“Ia hadir sebagai cahaya dan kegelapan,
Ia hadir sebagai Kemashyuran dan Kehinaan,
Ia hadir sebagai Raga dan Kehidupan,
Ia hadir sebagai Jalan pikiranku yang tiada pernah kehabisan.

Tidak datang dan tidak pergi,
Tidak kematian dan juga usia tua,
Tidak terlambat dan tidak terlalu awal,
Tidak ada secuilpun harapan di hati,
Itulah jalannya kaum suci,
Yang telah mencapai puncak Kesaktiannya.”

“Dengan Aksara A, Ia mencipta semesta,
Dengan aksara-aksara A dan U, Ia mencipta Shiwa dan Shakti,
Dengan aksara A,U dan M, Ia berubah menjadi cahaya,
Dengan Aksara M, ia menghadirkan ilusi (Sang Maya).

Demikian beberapa sloka di atas dalam ajaran-ajaran Resi Tirumular yang mudah dicerna kaum awam, semoga bermanfaat dari masa ke masa tuk kaum sedharma.
Om Shanti Mangalam
Om Tat Sat

Wacana-wacana suci Zarathushtra

Dari masa ke masa YME mengirimkan utusan-utusanNya demi kebaikan umat manusia, namun yang mengherankan hampir semua utusan-utusan Ilahi ini turun di kawasan Asia dan Timur Tengah saja dan tidak pernah di Eropah. Mungkin karena awal peradaban dimulai dari Asia dan Afrika dan diteruskan ke Timur Tengah dan baru ke Eropa dan berbagai penjuru dunia lainnya. Konon pada era 600 BC hadirlah seorang nabi di Persia kuno (sekarang Iran). Beliau disebut Zarathushtra (Zoroaster).

Kata Zoroaster adalah sebutan untuk beliau oleh bangsa Yunani. Berbagai detail-detail kehidupan beliau agak kabur karena dihancurkan oleh Alexander dari Macedona yang membakar habis Perpustakaan Kerajaan Persepolis kuno yang disebut Takht-e-Jamsheed.

Kemudian sisa-sisa ajaran dan histori beliau dimusnahkan oleh bangsa Arab pada abad ke tujuh. Namun baik Arab maupun Yunani gagal menghancurkan skripsi-skripsi beliau yang tertulis di batu pegunungan dan ajaran-ajaran moral yang mentradisi dalam masyarakat adat setempat.

Dari kedua sumber ini, para ahli mengenal daerah Mazdayasna dan Nabi Zarathushtra secara minimal namun cukup meyakinkan bahwasanya Iran atau Persia kuno merupakan gudang mistik, filosofi, moral dan etika yang teramat prima dan tinggi. Kultur Mazdayasna ternyata sangat erat hubungannya dengan tradisi Hindu (Weda) di India. Skripsi-skripsi suci Gathas (kidung-kidung) kultur ini ditulis dalam bahasa Aresta yang amat mirip dengan bahasa yang dipergunakan dalam Rig-Weda (Sansekerta kuno). Sansekerta masa kini sudah agak berbeda dari sansekerta masa-masa lalu,

Kata Mazdayasna dalam bahasa Aresta berarti “Pemujaan kepada Tuhan” (Mazda=Tuhan, Yasna=Pemujaan). Perhatikan kata Yasna dan Yajna amat mirip dan kedua-duanya berarti pemujaan atau pengorbanan (persembahan).

Tuhan (Ahura Mazda) sama seperti sebutan Allah dalam bahasa Timur Tengah (Arabik) dan Jehovah (Hebrew). Ahura berarti (Aku=yang hidup. Ra=yang menganugrahkan. Jadi kata Ahura=Sang Pemberi Kehidupan). Mazda sendiri dalam bahasa sansekerta disebut Mahada (Maha=Agung da=pemberi. Jadi sama dengan Yang Maha Pemberi).

Menurut para ahli, maka kultur Mazdayasna ini terang telah berasimilasi dengan tradisi Weda di India dan berpengaruh sebagai pemberi inspirasi-inspirasi spiritual dalam tradisi agama-agama Yahudi, Kristen dan Islam. Konon Nabi Zarathushtra dilahirkan di daerah Rae di Iran Utara. Beliau berkelana ke berbagai daerah di Iran dan akhirnya tinggal di Balkh (sekarang di Afganistan). Raja yang berkuasa pada era tersebut disebut Vishtasp, beliau adalah pengikut Zoroaster dan tewas sebagai pahlawan melawan tentara Turanian yang menghancurkan kuil api sewaktu beliau sedang sembahyang di lokasi tersebut.

Konon kisah ajaib penuh mukzizat selalu menyertai Zoroaster semenjak ia dilahirkan sampai ke akhir hayatnya namun Zoroaster sendiri selalu merendahkan dirinya dan tidak pernah berbicara akan berbagai mukzizat yang menyertainya. Namun ia akan selalu diingat umat manusia karena merupakan pionir agama dan kemanusiaan sebelum agama-agama semitik lahir di Timur Tengah.

Invasi Arab pada abad ke 7 membuat Iran hancur peradabannya secara total sama dengan yang terjadi di Mesir dan Byzantium, namun ajaran-ajaran Zoroaster dihidupkan kembali oleh kaum sufi yang sekaligus adalah penyair seperti: Rudaki, Daqiqi, Firdausi, Sadi, Haafiz, Nizaami, Rumi, Omar Khayyam, Ishqi, Spenta, Pour-e-Daud, dst. Melalui karya-karya mereka maka ajaran Zoroaster masih relevan dan hadir sampai kini dalam berbagai versi bahkan “terselip” dalam Al-Quran, Injil, dan Perjanjian Baru, kata para ahli pesan-pesan kemanusiaan Zoroaster dibagi menjadi :

A. Mistitisme, yang terdiri dari kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Pemberi (Ahura Mazda), Kepercayaan akan keabadian Sang Jiwa dan reinkarnasi, Api suci sebagai symbol cahaya(Nur) abadi Sang Maha Suci,
B. Filosofi : Keyakinan akan hadirnya kebajikan dan kebatilan, keyakinan bahwasanya hidup ini adalah perjuangan antara baik dan buruk.
C. Etika dan moral : Kaidah-kaidah suci disebut :
Hu’mata (Pikiran yang benar)
Hu’ukta ( Kata-kata yang benar)
Hu’varshta (Perilaku yang benar)

Mazdayasna disebut juga sebagai agama yang dinamis dan forogresif yang senantiasa berevolusi dengan masa kini. Tidak ada kata final atau dogma mati bagi ajaran yang selalu berkembang ini. “Apa yang tidak hadir di ajaran ini tidak hadir juga di tempat lain”, adalah faham yang dianutnya, jadi senantiasa universal. Faham Mazdayasnian ini juga melahirkan nabi-nabi penerus seperti Jamshid, Firdausi, dst. Para kaum suci ini secara amat sederhana mengakui dan menyadari hadirnya Kebenaran, Cinta-kasih dan Keindahan secara amat luas dan tidak terbatas, sehingga tidak mungkin termuat dalam satu atau beberapa skripsi saja. Ajaran-ajarannya tidak pernah memaksa para pengikutnya kalau percaya yah silahkan, tidak silahkan ditolak saja!

Penciptaan MikroKosmos (Dunia Alit)

Yang Maha Kuasa, Sang Pencipta Agung yang disebut juga Sri Parameswaram, bukan saja mencipta makrokosmos (dunia agung) dengan daya ciptaNya Yang Maha Menakjubkan, namun di ajaran Shiwa-Siddhantam dikisahkan bagaimana janin dibentuk dari rahim bundanya! Widya yang satu ini telah dijalani para resi ribuan tahun lalu sebelum Kristus dilahirkan, dan pada zaman itu teknologi kedokteran modern yang kita jumpai dewasa ini belum eksis, namun tanpa berkhayal kaum suci dianugrahkan kemampuan untuk menelusuri dan meneliti rahim ibu secara mendetail.

Ular kobra yang sering kita lihat melilit di leher Shiwa itu sebenarnya bukan ular tetapi sperma manusya, yang memang kalau diteropong melalui mikroskop berbentuk kepala kobra, bayangkan Sang Pemilik Setiap Jiwa (Shiwa) adalah Sang Atman dalam setiap sperma pria. Kalau satu Atman hadir di sanubari maka seorang pria dewasa menampung stok milyaran sperma (atman) di lingga-nya, dan kalau kekuatan energi dan spiritual ini dipakai untuk bermeditasi maka akan menimbulkan energi kundalini yang amat dashyat pada setiap pria. Itulah sebabnya di masa lalu pria yang mulai menanjak dewasa tidak diperkenankan masturbasi dan pada usia 16 tahun anak laki-laki sudah harus menikah agar sperma tidak terbuang, biasanya setelah mempunyai beberapa anak maka para guru resi akan menganjurkan sanggama tanpa penetrasi ke vagina, agar terkumpul oja, energi murni Kundalini. Di era Satya-Yuga dan seterusnya para pria teramat sakti dan wirawan karena kebiasaan ini.

Konon sewaktu sperma (Atman) pria memasuki rahim istrinya , Iapun lalu bergabung dengan Shaktinya (indung telur wanita) dan mulai membentuk sebuah raga. Kita adalah raga luar dan Atman adalah Sang Jiwa dengan 14 bentuk badan-badan halusnya yang serupa dengan alam astral dan spiritual di Makro Kosmos (Jagat Raya nan luas ini, yang hadir di Mikro Kosmos ini yaitu tubuh kita).

Ia, Sang Shiwa sewaktu memasuki rahim Shakti, membawa serta dan menggabungkan lima unsur tattwa dan dua puluh lainnya yang ada di semesta ini, dan hadirlah Sang Kehidupan di dalam rahim ibunda, dengan demikian dari permulaan penciptaan dari dalam rahim, sang jabang bayi telah bersentuhan, berdialog, dan tumbuh besar dengan Sang Atman; 40 hari pertama konon adalah masa krusial baginya karena sang jabang bayi ini harus beradaptasi dari satu kematian dan berinkarnasi ke dalam kehidupannya yang baru di dalam setiap rahim mahluk sesuai dengan karma-karma masa lalunya.

Di atas muladhara chakra (kemaluan pria dan wanita) hadir api suci Sang Kundalini, di dalam air yang penuh, sang jabang bayi berbaring menanti ia tumbuh, dengan kaki-kaki dan jari-jari tangannya yang kecil mungil ia bermeditasi dan menunggu sampai tiba waktunya tuk dilahirkan, pada saat itu Sang Atman menambahkan 10 jenis prana (udara, energi) kepadanya.

“Sang linggam berpenetrasi , sang yoni merekah menerimanya masuklah kelima Prana, kelima Panca Maha Bhutam, Kelima Tanmatras, kelima organ-organ kasar, kelima organ-organ lembut, dan kesemuanya ini tersembunyi secara rapi di otak sang jabang bayi” (otak atau kepala adalah yang paling awal dalam pembentukan sang jabang bayi, itulah sebabnya 3 bulan pertama sang bayi harus mendapatkan nutrisi yang prima agar ia dapat tumbuh sehat baik di dalam rahim maupun di luar nantinya)”

“Ibarat mekarnya bunga-bunga, maka harum semerbakpun menebar ke seluruh penjuru, demikian juga Prana, perlahan-lahan menyebarkan nafasnya ke seluruh tubuh sang janin dan sekitarnya.”

“Hadirlah kemudian Hyang Purusa (Atman) dengan 8 bentuk tubuh halus, ditambah 10 Tattwas dan organ-organ vital sebanyak 9, dan Sang kundalinipun lalu terwujud ibarat seekor ular. (Jadi kundalini sudah hadir dan bangkit dari masa janin dan tidak dapat dibangkitkan lagi). Seorang guru suci hanya mampu mempercepat proses spiritualnya yang telah diatur oleh karma manusya yang bersangkutan itu sendiri.

“Sewaktu terjadi sanggama, dan sang pria teramat agresif melakukannya, maka sang bayi akan terlahir dengan sifat-sifat Tamasik (Rudra) sebaliknya kalau sang pria bersifat lembut maka sang bayi akan lahir dengan sifat-sifat yang sattvik. Di dalam sifat Satvik hadir Sang Hari (Wishnu). Seandainya sang pria bersikap agresif dan lembut sekaligus, maka sifat-sifat Rajasik akan hadir pada sang bayi (dan hadirlah Hyang Brahma di dalamnya), ia akan mengalami kejayaan di dalam kehidupannya kelak, bahkan dapat melampaui ketiga gunas (sifat-sifat prakriti) ini dan melebur padaNya.

“Di dalam gabungan kedua cairan pria dan wanita, hadir sang Janin, dan lalu sang jiwa yang telah mengembara dari satu raga ke raga lainnya selama kurun waktu yang lama, lalu memasuki gabungan lingga-yoni ini, ia membawa serta Sang Mana (pikiran), yang terbungkus oleh Sang Maya (ilusi duniawi, prakriti) yang teramat lembut.”

“Keadaan di dalam rahim ini disebut masa Turiya (tidur lelap), dan Sang Maya mulai mengganggu sang janin dengan segala tipu daya dan laskar-laskarnya.