Peranan Weda di kehidupan kini

Demikianlah Weda-weda(Sanatana Dharma) ini. Agama agama lain mengklaim hanya mereka masing-masing yang dapat menuntun ke surga. Namun keagungan berbagai weda ternyata terdapat dalam konsep kebinekaan yang adiluhung. Inilah keagungan SanatanaDharma.
Berbahagianya kita insan Indonesia yang juga bernaung di bawah panji Bhinneka Tunggal Ika ini, ternyata keagungan Weda hadir dalam Pancasila dan Garudanya. Pendiri negara ini ternyata lebih memahami Weda dari pada pemimpin-pemimpin masa kini. Inilah keagungan Sanatana Dharma, yang hadir sampai saat ini sebagai satu-satunya sumber agung ke arah Tuhan Yang Maha Esa di dunia ini.Demokrasi ternyata bukan produk barat namun adalah cerminan dan sumbangan berbagai falsafah Weda ke dunia ini.
Hindhu Dharma yang juga disebut jalan abadi atau Sanatana Dharma ini tidak memiliki awal ataupun akhir. Dharma ini tidak pernah diciptakan karena Tuhan Yang Maha Esa Sudah hadir sebelum yang lain-lainnya hadir. Dharma tidak pernah musnah selama kehidupan ini masih eksis. Dharma berpusat kepada Tuhan Yang Maha Esa (God-centric). Pusat Sanatana Dharma itu adalah Tuhan itu sendiri, sedangkan berbagai agama di dunia lebih cenderung berpusat pada nabi-nabi mereka (Prophet-centric).
Weda adalah sabda Tuhan secara langsung dan diturunkan turun temurun, dari Tuhan kepada para dewata, dari para dewata kemudian kepada para manu, selanjutnya manu menurunkan dan mengajarkan kepada para resi. Berbagai agama menyatakan bahwa wahyu-wahyu turun melalui malaikat kepada para nabi,rasul, atau mesiah. Namun kaum Dharmais senantiasa respek dan mengakui serta menghormati semua utusan Tuhan dan berbagai agama ini. Karena merasa semua ini berasal dari satu intisari dari Weda-Weda di India kuno.
Penyebaran Dharma selama ribuan tahun dapat dilihat melalui sejarah, melalui rute Khyber Pass, Silk Route, dan lain-lain. Melalui penelitian ras, genetika, golongan rhesus negatif, cara makan, musik, cara menggunakan busana, adat- istiadat, budaya, transmigarasi dari India ke berbagai sudut Asia secara langsung maupun tidak langsung. Bagi kaum Dharmais utusan Tuhan ini adalah awatara.
Dewasa ini kaum Dharmais di dunia berjumlah sekitar satu setengah milyar atau mungkin dua milyar manusia. Mereka ini merupakan gabungan kaum dan sakta, Seperti kaum Buddhist dan ribuan sekte-sekte besar dan kecil, Kaum Jain, kaum pemuja api di India yang berasal dari Persia, Kaum Sikh, pemuja Dewi Tara, Kwan kong, Kwan Im, Tri Dharma, Kejawen dan sebagainya.
Semuanya berpayung pada satu Omkara. Omkara itu sendiri kalau dibalik mirip kata Allah, ini tentunya bukan suatu kebetulan, karena aksara di Timur-Tengah berasal dari aksara Yahudi, yang bersumber pada aksara Sansekerta dan Pali. Kata Amin, Amen berasal dari Om (Om Tat Sat) berarti apapun yang dilakukan atas nama-Nya pastilah Sat. Sedangkan Om Shanti berarti “ Damai atas kehendak-Nya”. Amen sendiri berarti terjadilah Kehendak-Nya.
Yang lebih menarik lagi ternyata Bunda Smriti dan Gayatri hadir sebagai Dewi Isis di Yunani Kuno. Dewi yang cantik in mempunyai buah dada yang ranum yang tidak habis-habisnya sebagai sumber-sumber kebutuhan manusia. Kristen menghadirkan Bunda Maria, dan Nabi Muhammad s.a.w menyatakan tidak ada yang lebih suci dan mulia dari pada seorang ibu. Beliau amat mensakralkan Bunda Maria (Mariam). Kata “ma” berasal dari kata Mariamman,di India Selatan berarti Dewi Durga, Bunda Semesta. Kata Melayu, Malaya berasal dari kata Malayalam, di India Selatan.
Yang menarik lagi adalah bab mengenai wahyu di Perjanjian Baru ternyata identik dengan kisah Kalikin. Di bab ini Jesus mengatakan bahwa Beliau akan kembali sebagai Pengantin Pria (Krishna) dengan pendamping Pengantin Wanita (Radha). Ternyata konsep Radha-Krishna, Purusha-Prakriti, Tuhan-Sang Maya, hadir dalam Bible ini, tetapi tidak difahami oleh kaum Kristiani secara hakiki.
Jesus disebut Isa, dalam Shiwa Purana Isa berati Shiwa. Dalam pengertian umum kaum Dharmais Isa berati seorang yogi yang telah mencapai penyatuan dengan Tuhan. Sudah menjadi pengetahuan umum kalau Jesus pernah belajar di India dan di babtis oleh John (Yahya) si Pembabtis secara Hindhu di tepi sebuah sungai, mirip pembabtisan kaum Hindhu di India.
Islam mengakui Nabi Ibrahim, Nuh, Isa, dan nabi-nabi lainnya, juga mengakui kitab-kitab Zabur, Taurat, dan Injil. Bahkan Nabi Adam dan Manu (Nabi Nuh) juga diakui, bukankah itu semua berarti pengakuan terhadap ajaran-ajaran Weda, Wedanta, Sruti, dan sebagainya? Namun banyak yang pura-pura tidak tahu akan hal ini.
Bagi kaum Dharmais , kaum Yahudi, Kristen, dan Muslimin adalah saudara-saudara mereka sedharma dengan improvasi yang berbeda, namun sebenarnya tidak jauh berbeda karena tetap mengacu kepada Yang Maha Tunggal dan kebenaran hakiki (absolute truth). Shalatnya kaum Muslim mirip dengan yoganya kaum Dharmais. Ka’bah mirip dengan Lingga-Yoni. Ekaristinya kaum Katholik adalah prasadnya kaum Hindhu. Sang Buddha tidak pernah berganti agama sampai Beliau wafat, dan Nabi Muhammad s.a.w sangat menghormati Hind (India Kuno).
Ternyata sebenarnya umat manusia bersandar ke satu iman, namun avidya membuat kita terkecoh dengan semua improvisasi ini. Semua jalan ini sebenarnya mengarah ke yang satu (Warenyam bhargo devashya dimahi).
Sedikit tambahan: Asal kata Mohammed adalah Mahatma (Maha Atma, Mahamada). Ajaran ahimsa Mahatma Gandhi berdampak hadiah nobel untuk Marthin Luther King. Jr., Nelson Mandela dan Bunda Theresia yang mengabdi untuk kaum miskin di India. Ternyata sedemikian dasyatnya dampak weda di dunia ini. Weda berkonsepkan Tri Murti. Brahma sebagai Pencipta, Wishnu sebagai Pemelihara dan Shiwa sebagai Pendaur Ulang seluruh ciptaan.
Islam berkonsepkan Allah yang berarti Dia dari mana semua ini berasal. Juga berpedoman pada “Innalillahi wainnalillahi rojiun” yang berarti “Dari Dia dan kepada-Nya pula kembali”. Kata “Innalillahi wainnalillahi rojiun” menurut para ahli bahasa Sansekerta berasal dari kata “Lila” yaitu permainan Tuhan.
Konsep Tri Murti menjadi Omkara, “A” sama dengan Brahma Sang Pencipta, “U” sama dengan Wishnu Sang Pemelihara, dan “M” sama dengan Shiwa yang berarti Pendaur Ulang seluruh ciptaan. Kata Aum atau Om kalau dibalik menjadi kata Allah. Ini bukan suatu kebetulan karena konsep ini sudah ada sejak sebelum Nabi Ibrahim hadir (mengacu ke pengakuan Manu /Nuh oleh umat Judea, Kristen dan Islam).
Tulisan Arab adalah jelas singkatan-singkatan dari Bahasa Sansekerta. Namun tulisan Arab lebih banyak mempunyai aksara dari pada Bahasa Hindhi Modern, namun sama dengan Urdu. Jadi kalau kita mau bersikap bijaksana dan mempelajari Ikroqnya, maka kita akan memahami bahwa bangsa-bangsa di Asia mempunyai keterkaitan satu sama lain bukan hanya secara genetika saja tapi juga melalui kultur dan Weda-Weda. Tuhan yang kita pujapun Yang Maha Tunggal, namun kita menamai Beliau dengan sebutan yang berbeda. Kemudian kita mulai mengklaim bahwa hanya Tuhan dan agama kita saja yang benar, yang lain di anggap gentile (kafir) atau chandala.
Ada sedikit tambahan dari Persia Kuno (sekarang Iran). Nabi mereka Zoroaster memuja Api (konsep Rig Weda), kemudian mengacu ke Judea dan Arab, maka kaum Yahudi dan Muslim mengorbankan hewan untuk pemujaan mereka (konsep Weda-Weda juga yang berlaku sampai Aswamedha). Hindhu kemudian berubah dan tidak mau mengorbankan hewan, namun konsep lama Weda tetap berlaku sampai sekarang di Timur-Tengah dan di Bali (Caru).
Di Injil khususnya di perjanjian lama tertulis bahwasanya suatu saat nanti umat manusia akan bersatu memuja Tuhan sewaktu mereka semua berbahasa sama (speak in one tongue). Banyak orang berpikir kalau umat manusia memiliki satu bahasa atau agama secara umum maka kita akan bersatu dan memuja satu Tuhan.
Sebenarnya kaum Hindhu berkata bahwasanya satu bahasa tersebut bermakna satu iman yang dilandasi oleh pemahaman universal akan hadirnya satu Pencipta. Bukankah ini konsep weda yang hakiki dan telah menjadi pengetahuan umum kaum Dharmais?
Kalau saja umat manusia mau duduk bersama-sama, sambil menanggalkan ego kita masing-masing, kemudian membaca sejarah dengan teliti, maka kita akan menemukan “the missing Link (garis yang hilang diantara kita). Dunia terasa semakin sempit dalam era-globalisasi ini. Teknologi informasi telah melampaui batas-batas negara, namun hati kita masih beku di dalam kegelapan juga.
Untuk kaum Dharmais saya anjurkan untuk tidak segan-segan bertata-krama dengan umat lain seperti layaknya kita bersaudara, karena memang kita semua ini bersaudara.
Weda mengakui bunda semesta sebagai bunda lima bangsa utama (ras utama) di bumi ini. Kalaupun ada umat lain bersifat ekstrim, diskriminatik terhadap kita, anggaplah itu wajar-wajar saja. Di dunia ini selalu ada pro dan kontra, bahkan di dalam diri kita sendiri.