Arsip Kategori: Makrokosmos

Tata Surya Yang Maha Menakjubkan

“Kusanggah seluruh alam semesta ini, Kutunjang dengan hanya setitik kecil dari Diriku, dan Aku tetap hadir”
Seluruh Alam semesta ini teruntai (dan terajut) di dalamKu ibarat mutiara-mutiara yang teruntai di sehelai benang.
Bhagawat Gita

Tata Surya Yang Maha
Menakjubkan

“ESO menemukan bintang baru di luar galaxy” Metro TV.
Antariksa dan bumi yang kita amati dan saksikan saat ini melalui berbagai teknologi dan mass-media adalah hasil evolusioner interaksi sistim antariksa asli alami sederhana, ketika bumi baru “terbentuk dan dibentuk” bersamaan dengan radiasi Surya (Savitur) dan sumber-sumber kosmis lainnya (makro-kosmos). Semburan energy dan kimiawi (letusan-letusan vulkanik dan energi-energi yang tersimpan beserta berbagai campuran-campuran kimiawi) mengubah sistim antariksa dari angkasa aslinya ke angkasa masa kini, kata para ahli astronomi, (bukan tujuh harinya Bible), mungkin saja “tujuh hari” adalah masa jutaan tahunnya Sang Brahma seperti yang dijelaskan di Bhagawat-Gita dan “Big-Bang” adalah “Sabda” (Om) yang dimaksud berbagai shastra-widhi Hindu Dharma. Ternyata rotasi badan bumipun meninggalkan “jejak-jejak dan sidik jari” pada perubahan struktur angkasa, Sang Pencipta nampaknya tidak pernah berhenti bekerja sampai saat ini, atau dunia akan “binasa”, Kata Sri Krishna, padahal pralaya itu sendiri juga Dia punya gawe sendiri.

Mari mengamati antariksa seperti para resi-resi kuno di Vastu-Shastra yang berhasil menghimpun info-info yang menakjubkan tentang alam dari masa ke masa. Saat ini para ahli astronomy mengambil alih tugas tersebut. Dalam perjalanan Sang Waktu (Kala), bentukan alami bumi ini sering memperlihatkan penyimpangan-penyimpangan yang berdampak karena perubahan energi-energi dan panas tidak merambat naik secara linier dalam waktu maupun ruang bumi dan angkasa ini, sehingga menimbulkan fenomena-fenomena sesaat di angkasa lokal dan global, tetapi juga sifat-sifat alam baru yang selama ini kurang kita kenal tuk waktu yang panjang bahkan mendatang.
Kata B. Hidayat astronom terkemuka Indonesia, ubahan sekala kecil hanya berimbas pada parameter atmosfer lokal dan mungkin regional, yang menyebabkan perubahan-perubahan sesaat dari karakter cuaca itu sendiri seperti tertundanya atau berubahnya musim secara drastis dan dramatis seperti yang kita lihat di mass media akhir-akhir ini.
Kalau perubahan global itu berkepanjangan dengan intensitas yang besar, maka dapat di duga akan terjadi perubahan-perubahan iklim, dan hal ini dapat menimbulkan dampak sosial ekonomi, politis bahkan paradigma agama-agama akan berubah total, dalam beberapa kasus telah mulai pada sebagian kaum intelek dari berbagai agama-agama yang mulai menyangsikan “tuhan” dan agama-agama masing-masing, hanya pengikut-pengikut Hindu-Dharma saja yang tidak bimbang dengan berbagai fenomena “alien”, mahluk-mahluk angkasa luar, dampak planet-planet lain dan sebagainya, karena kita telah terbiasa akan wahana-wahana, wacana-wacana, wahyu-wahyu, dewa-dewi dan berbagai loka-loka yang tidak terbatas oleh ruang dan waktu, oleh berbagai yuga-yuga dan fenomena-fenomenanya (Vaasthu-Shastra).
Dampak perubahan cuaca bisa juga merubah panen palawija dan buah-buahan secara total, dapat menimbulkan “heat-stroke” dan dehidrasi akut seperti yang penulis alami, dan itu bisa berlaku setiap saat ada pemanasan drastis, kalau perubahannya lamban mungkin banyak Negara dan bangsa lambat laun dapat beradaptasi tetapi kalau drastis yah bersiap-siaplah dengan pralaya kecil seperti banjir, hujan, badai salju, gempa dsb. Yang ekskalasinya akan meningkat terus, jadi sudah siapkah kita dan anak cucu kita dalam usaha penghematan aset-aset planet pertiwi ini, atau kita akan mewariskan pralaya total pada generasi mendatang?
Tentu saja, agama, Negara, berbagai bangsa yang sibuk perang harus ikut campur tuk memahami dan mengantisipasinya dengan berbagai ilmu dan teknologi yang terbarukan karena doa-doa, agni-hotra, puja dsb tidak akan dapat menolong tanpa upaya-upaya konkrit, hal itu baru dapat disebut Widya, selain itu “Awidya!”.

Dewasa ini dunia Barat sedang berpacu dengan waktu agar kita terhindar dari malapetaka global, satu-satunya Negara Hindu, yaitu India muncul lagi dengan “Vasthu-Shastra”nya dan mulai menyumbang ke berbagai ilmu-ilmu tentang fenomena alam dan kosmos di sekitarnya.
Kembali ke perubahan-perubahan di bumi, maka sistim yang berubah bukan saja secara fisik bumi dan angkasa (ozon)nya, tetapi juga wawasan tatanan masyarakat dan sistim sosialnya seperti perilaku manusianya, sistim pertanian, pasokan-pasokan energi yang terbarukan, bahkan pemanfaatan daur ulang sistim-sistim dan elemen-elemen yang sudah ada agar lebih handal.
Sejauh ini banyak Negara dan bangsa masih bersikap wacana saja daripada pelaksanaan perbaikan-perbaikan yang kualitatif, padahal kita dan bumi sudah makin merana saja. Sedangkan dari sudut pandang tertentu perubahan-perubahan di alam ini sudah terlihat dan terasa nyata. Kekayaan hutan nabati, kelautan dsb sering kita abaikan, padahal mega-mega proyek yang merusaknya sedikit sekali bermanfaatnya demi lingkungan, real-estate, waduk dan industry pabrik nyata-nyata adalah biang perusak alam, merusak satwa dan aneka ragam hayati termasuk iklim dan pencemaran sungai-sungai, tanah, gunung-gunung yang berdampak ke lautan luas, hal ini tentu saja membuat kita semua makin hari makin was-was, Agni hotra sama polusinya seperti asap-asap rokok, lalu yang dibakar-bakar ini bukannya menambah polusi? Manusia yang matipun semakin banyak, akibatnya kremasi atau dikubur tetap saja berdilema, kalau bukan hilangnya area pertanahan subur yah makin polusif. (Dupa yang berlebihan sudah dilarang di Taiwan)
Bayangkan umat manusya yang lahir pada era 90 an, pada tahun 2050 nanti kata para ahli akan menanggung akibat-akibat perubahan alam ini. Kita sadar atau tidak sedang menggiring mereka kearah pralaya, tetapi kita sibuk ber agni-hotra, bukankah semua itu sia-sia dan tanpa daya? Karena tanpa upaya!
Hilangnya berbagai ragam satwa langka, bunga-bunga dan tumbuh-tumbuhan di berbagai sudut dunia sudah mengindikasikan hancurnya lingkungan hidup mereka dan lambat laun kita semua, peta bumi makin menyakitkan ditambah kemiskinan, kesehatan, peperangan dan korupsi yang parah.
80% fauna-flora yang diteliti menunjukkan kecenderungan yang makin memprihatinkan dan fatal, akibatnya akan ada dampak revolusi sosial yang mengerikan di mana-mana. Yoga Vasistha mengisyaratkan pralaya akan berada segera di depan mata. Apakah kaidah-kaidah seluruh agama-agama masih relevan dengan kehidupan sekarang?Ataukah para dewatapun sudah perlahan-lahan beranjak meninggalkan kita? Mungkin kita harus lebih waspada karena masa depan, agama-agama, bangsa, Negara, peradaban, bumi dan isinya, termasuk anak cucu kita sedang dalam taraf menuju mara-bahaya, karena daur ulang Sang Hyang Shiwa akan segera hadir di depan mata. Om Sarwam Bhutam Shanti Cha Mangalam, Om Shri Bumi Mata Mangalam, Om Shanti Shanti Shanti Om.

mohan m.s
Jkt, di Shanti Griya Ganesha Pooja, !8 Mei 2010

Biblioghraphy : Bhagawat Gita
Yoga-Vasistha
Kompas 15 Juli 2009 (B. Hidayat)
Metro TV 18-2-2010
NationalGeographic
diedit oleh : uvi antonina

Hyang pencipta wajahnya memerah bukan karena mau pralaya tetapi murka melihat sebagian kaum brahmana yang makin hari makin berubah ibarat Raksasa serakah. Katanya geram pada seorang brahmana yang sedang berfoya-foya, mengelus-elus paha wanita, mengapa kau lupa pada statusmu wahai brahmana, lupakah dikau bahwa pralaya sudah dekat, tapi kau sibuk menimbun harta dan wanita, merusak kasta dan menambah nista teriaknya geram. Tapi sang brahmana tidak mendengarnya sama sekali karena sibuk melepas hassratnya yang menggelora, Hyang Pencipta pun berlalu dengan sumpah serapah. Itulah wajah sebagian dari kita yang mata hatinya buta padahal nestapa, bencana sudah di depan mata.

Grahana dan Vaastu-Shastra

GRAHANA DAN VAASTU-SHASTRA

Kalarau
Kalarau

Bahasa Sansekerta GRAHANA bermakna pengaruh negatif (Na) dari para graham (roh-roh jahat) dalam hal ini adalah iblis-iblis jahat Rahu, Ketu, Sunni. Kata Grahana di Indonesiakan menjadi kata gerhana. Ada gerhana bulan dan hadir juga gerhana surya (matahari). Secara astronomi maka bulan yang masuk ke posisi antara surya dan bumi akan menimbulkan efek bayangan kegelapan dan untuk beberapa waktu menghalangi matahari, hal ini disebut gerhana matahari, bisa total bisa juga parsial.

Sebaliknya kalau bumi ada di posisi antara bulan dan mentari, maka bayangan bumi akan jatuh ke permukaan bulan dan biasanya kalau terjadi pada malam hari, maka disebut gerhana bulan. Di India semenjak amat silam gerhana-gerhana ini dianggap berdampak amat buruk tetapi bisa juga kadang-kadang baik untuk kehidupan bumi dan segala mahluk-mahluknya, apalagi ke manusya. Itulah sebabnya untuk menangkal efek-efek buruk dan iblis (asuras) maka banyak dihadirkan proteksi-proteksi khususnya bagi wanita hamil, dsbnya.

Bukan itu saja, gerhana-gerhana ini juga dapat mengakibatkan dampak pada gravitas bumi dan perputarannya, dalam bentuk naiknya permukaan air laut, lebih menggoyahkan fondasi-fondasi dan lempeng-lempeng di bagian dalam bumi dan meretakkannya lebih cepat. Dahulunya ilmu astronomi yang disebut Vaastu-Shastra ini dicibir para ahli Barat, namun saat ini mulai dipergunakan untuk acuhan-acuhan pra gempa-bumi (TV-One-tgl 6 oct.09). Di Indonesia sebagian ahli-ahli gempa mulai mempelajari kebijakan-kebijakan arif lokal dari masa lalu, mereka juga mempelajari signal-signal alam dan prilaku-prilaku fauna yang aneh-aneh.

Semut-semut tertentu biasanya akan berbondong-bondong keluar dari liangnya, gajah-gajah di hutan berperilaku resah, anjing-anjing menggonggong, ada yang lemas dan resah, hilir-mudik tidak karuan, seakan-akan ingin memberi peringatan pada majikan-majikannya agar waspada karena mereka telah menditeksi getaran-getaran bumi yang lembut, awal dari suatu gempa.

Gempa tidak terjadi begitu saja dalam waktu semenit, namun semenit atau beberapa detik gempa adalah hasil akumulasi dari ratusan atau ribuan tahun atau beberapa bulan saja dari satu gerhana ke gerhana yang lain. Ingat bumi ini sebagian besar adalah air, dan air ini membentuk samudra-samudra yang selalu bergejolak dan berevaporasi (menguap) jadi hujan, tetapi bumi juga mengandung unsur-unsur cair seperti air, magma, minyak-bumi, dan gas, yang setiap hari dihisap paksa keluar oleh manusia, akibatnya terjadi ruang-ruang hampa (vacuum) di dalam bumi yang membentuk relung-relung dalam jutaan kilometer.
Sebuah Negara seperti Indonesia yang terletak di cincin api (ring of fire) gempa dengan tanah labil yang telah disedot habis gas, air dan minyaknya adalah sebuah negara penuh dengan berbagai bencana gempa yang tidak akan ada habis-habisnya sampai dengan ratusan tahun mendatang, lihat saja apa yang sedang terjadi saat ini, apalagi hutan-hutan kita mulai punah dan sulit tergantikan, kita di Indonesia sedang menuju ke pralaya lebih awal daripada negara-negara dan bangsa-bangsa lain. Sebagian kaum elit sains kita sadar akan hal ini, tetapi tidak etis mengungkapkannya agar tidak timbul kepanikan-kepanikan luar biasa.

Konon katanya Kalimantan adalah satu-satunya pulau yang akan dijauhi gempa, tetapi dengan hutan-hutannya yang telah amburadul maka apa saja bisa terjadi.Namun ratusan tahun yang akan datang mungkin hanya Kalimantan atau sebagian Papua (Irian) yang akan hadir sebagai zone agak aman.

Kembali ke Vaastu Shastra, ilmu astronomi kuno India yang mulai dimodernisasikan melalui kecanggihan komputer (India telah menjadi raksasa komputer dengan ahli-ahli tercanggih di dunia) maka tahun ini saja (2009) para ahli-ahli India mencatat adanya empat gerhana yang berdampak amat merusak, masing-masing :

1. Grahana bulan yang disebut Mangh, yang terjadi pada tanggal 7 Juli Kamis malam 2009. Yang kedua , disebut Khagaras (grahana mentari) yang jatuh pada tanggal 22 Juli 2009, Rabu pagi/Siang. Dan yang ketiga disebut Chhaya (bayangan), grahana rembulan, yang jatuh pada tanggal 6 Agustus 2009, pada malam hari. Yang ke empat disebut grahana bulan Khandagrass, yang akan jatuh pada tanggal 31 Desember 2009, dan satu lagi yang akan jatuh pada tanggal 15 Januari 2010 pagi/siang, yang satu ini disebut Kankan Krita, grahana mentari.

Sedemikian banyak nama dan jenis-jenis grahana tercatat di Vaastu-Shastra kuno ini, dan setiap grahana ini dicatat dampak-dampaknya pada manusya dan bumi secara mendetail. Kaum ahli-ahli Barat mendapatkan catatan gratis ribuan tahun yang lalu dari kaum Hindhu India namun sering menjelek-jelekkannya sebagai tahyul, padahal Vaastu Shastra adalah perhitungan aretmatika yang amat tepat dan saintifik sifatnya. Para ahli-ahli astronomi India sedang mempelajari dan memodernisasinya secara bertanggung jawab.

Biasanya gerhana mentari akan terjadi pada saat Purnima (bulan purnama), jadi amat sistematis hitungan dan kaitan-kaitannya, dan Purnima selalu dihubungkan dengan Sri Vishnu, Satya Narayana Sang Pemelihara Jagat Raya dan seluruh isinya. Maknanya “Habis gelap senantiasa terbitlah terang.”

Ternyata Vaastu-Shastra bukan itu saja, seluruh kalendar Hindu yang masih dipakai di India, Bali, Thailand, Nepal, Bhutan, China, dsb berbicara banyak tentang planet-planet lainnya di sekitar bumi ini, dan yang paling berdampak atas bumi adalah 12 planet yang disebut-sebut sebagai zodiak-zodiak berikut :
1.MEKHA (ARIES) – Kambing liar
2. VRIKHA (TAURUS) – Sapi
3. MITHUN (GEMINI) – Pasangan kembar manis biseksual.
4. KARKA (CANCER) – Kepiting yang siap menjepit.
5. SINHA (SINGA) – (LEO) – Singa yang mengeram.
6. KANYA (VIRGO) – Laki-laki playboy yang baik hati.
7. TULA (LIBRA) – Timbangan yang adil.
8. VRISCHICK (SCORPIO) – Kalajengking yang berbisa.
9. DHANK (SAGITARIUS) – Manusia purba pahlawan berbadan banteng/kuda.
10. MAKAR (CAPRICORN) – Kambing hutan yang indah, lugu dan bijak.
11. KUMB(A) – (AQUARIUS) – Kuali berisi air.
12. MEEN (baca Min) – (PISCES) – Dua ikan dengan posisi Kama sutra 69 (saling asah, asih, asuh).

Kedua belas zodiak Hindu ini diambil oleh Alexandar ke Yunani dan dikenal sebagai astrologi, sampai saat ini. Sang Buddha Gautama menggunakannya dengan simbol-simbol fauna semuanya dan dikenal sebagai SHIO di China dan dalam ajaran-ajaran Buddhis tertentu. (ke 12 fauna hadir pada saat-saat menjelang kepulangan Sang Buddha).

Vaastu-Shastra , bukanlah kalendar biasa mirip kalendar tahunan yang kita dapati pada zaman ini. Kata Vaastu berasal dari kata De(va) = dewa-dewa, cahaya Illahi (Bhagawatam) dan Aastu (kesejahteraan) contoh Om Swastriastu (Om Swastiastu), jadi maknanya bukan sekedar perhitungan tanggal, tetapi seluruh aspek-aspek widya dan devaik (positif, terang) yang diterapkan di hari-hari dan tanggsal-tanggal secara sistematis, aritmetika dan sains spiritual berdasarkan 10 dewa (planet-planet positif) dan 2 asuras (Rahu dan Ketu = 2 planet negatif), kedua planet ini sama dig jayanya dengan 10 dewa-dewi yang mensejahterakan (Astu) bumi dan seluruh ciptaan-ciptaanNya. Konon dimulai dengan tahun 2009, maka selanjutnya bumi telah memasuki era pralaya, dimulai dengan globalisasi panas, cuaca tidak terkendali, gempa-gempa tanpa kompromi, penyakit-penyakit aneh-aneh dan lain sebagainya, untuk itu tidak ada yang lebih baik daripada saling menjaga satu dengan yang lain dengan ucapan Om Swas Tri Astu (Satu Astu bagiku, satu Astu bagimu, satu astu bagi Sang Pencipta dengan segala ciptaan-ciptaanNya).

Om Shanti-shanti-Shanti Om
(Satu Shanti bagi bumi, satu Shanti bagi seluruh jajaran planet dan galaxi dan satu Shanti bagi Kekosongan (antariksa) yang menunjang seluruh kehidupan di ruang hampa Sang Pencipta ini.

Om Tat Sat

Diedit oleh : uvi antonina

Bibliography : – “Shiva Mandir”
– Vaastu Shastra
– “Saintific reports on Mother Earth
– TV-one 6-10-09.

mohan m.s,
Cisarua, 10 0ktober 2009