Shastra Jinendra Wijnana

Shastra Jinendra Wijnana

Dewa Brahma
Brahma

Jinendra Wijnana adalah sebuah shastra widhi spiritual Hindu kuno, yang dimasa lalu amat dirahasiakan karena dianggap merupakan ajaran rahasia para dewata dan resi resi agung tertentu, jadi tidak sembarang diturunkan kecuali kepada sishya (murid spiritual) tertentu yang telah mencapai tahap tertentu, yang telah mencapai tahap tertinggi spiritual yang dianggap mampu menerima ajaran itu.

Inti dari ajaran Jinendra Wijnana adalah sebuah proses spiritual yang harus mampu mengungkapkan suatu bentuk kesadaran diri dari keberadaan umat manusya (manusia) di semesta raya ini, sebagai kesinambungan dari pancaran sejati Hyang Brahma, Hyang Swayambu (yang lahir sendiri) yang melalui shaktinya, Sri Dewi Saraswati telah menciptakan ketiga loka (Bhur/bumi, Bwah, dan Swah) Hyang Swayambu juga disebut sebagai pengejawantahan dari Niskala Brahman (Tuhan Yang Maha Tunggal, Esa dan Tidak Terjabarkan)

Konon disuatu era misterius nan gaib, diluar jangkauan otak manusia modern sekalipun, maka Beliau berkehendak sendiri untuk memperbanyak Dirinya sendiri “Aham Baku Syam”– “Akupun menjadi banyak” melalui shaktinya Hyang Brahma yang adalah Brahman (Tuhan yang Termanifestasi itu pun menjadi berlipat-lipat ganda tak terhitung banyaknya baik dalam wujud, rupa, dan segala manifestasinya (wujud-wujud dan rupa-rupaNya) Tuhan yang termanifestasi (terwujud) inipun dikenal dalam Hindu (Sanatana) Dharma sebagai Apara (yaitu yang memiliki ciri-ciri atau atribut atau wujud) Perwujudan Tuhan (Brahman) sebagai shakti (nama lain Pradhana dan Prakriti) yang bersifat banyak inilah yang disebut Alam semesta jagat raya yang tersaksikan dan dapat difahami melalui widya (ilmu pengetahuan) oleh umat manusia ini, istilah islamnya adalah “wujud yang mewujud”.

Disisi lain yang gaib, maha Kesadaran Niskala Brahman berubah menjadi shakti disebut Parama Purwa Nirwana Shakti. Kemudian dari gabungan keduanya, yaitu Brahman dengan shakti muncullah shabda Brahman–Nada yang juga disingkat menjadi shabda. Bahasa dalam Bible menyebutnya sebagai “word”. Dari Nada muncul windhu. Shabda Brahman kemudian mewujud dirinya melalui Tri-shakti yaitu Jnana shakti, Ichchha shakti dan Kriya shakti. Shakti sendiri kemudian mendapatkan istilah baru “maya” yang berarti ilusi. Atau dengan kata lain Brahman (Tuhan Yang Niskala) ini berganti rupa menjadi semesta raya yang tak terjabarkan ini dengan menyelubungi diriNya sendiri, sehingga Beliau terkesan tampak berbeda dari asal usul kesejatiannya sendiri. Shakti ini yang kemudian menjadi sumber dari segala penciptaan materi yang disebut prakriti, yang terdiri dari sifat-sifat dasar keseimbangan Triguna yang dikenal sebagai sattwa, rajas dan tamas.

Perpaduan antara Brahman dan shaktinya dalam mewujudkan diri didalam Parashakti – Maya (ilusi jagat kosmos) ini kemudian memasuki diri setiap ciptaan dan mahluk di semesta raya ini. Didalam manusia (kosmos alit) unsur vital ini hadir didalam Swayambu Lingga di muladhara chakra dan kundalini di dalam raga kita sendiri. Dengan demikian shabda Brahman (Om kara) itu sendiri hadir juga secara tetap didalam manusia dan setiap mahluk mahluk ciptaanNya yang dikenal dengan istilah prani ( mahluk yang berprana ).

Dengan tersingkapnya kesadaran sejati ini melalui meditasi, bhakti, karma yoga dst, seseorang akan mengeliminasi keberadaan dewa dewi (unsur unsur cahaya Bhagawatam atau Ilahi) karena telah langsung terhubungkan dengan Brahman (Tuhan) tanpa lagi melalui perantara para dewata karena melalui kesadaran spiritual yang sejati ini, seorang manusya akan memahami hakekat akan dirinya sendiri yang tidak berbeda sama sekali dengan para dewata, yakni pancaran cahaya sejati yang disebut dengan berbagai nama nama seperti Jyotir, Light, Nur dst. Inilah inti utama ajaran Shastra Jinedra Wijnana.

Lalu, jika mahluk manusya adalah juga pancaran sejati sederajat dengan para dewata, maka kemudian apakah peran para dewa dewi sebenarnya? Bukankah selama ini para dewata harus dipuja sebagai pancaran Yang Maha Esa juga?

Kata atau istilah dewa (ta) berasal dari kata “dev” yang bermakna terang, cahaya gilang gemilang. Dewa adalah kata lain dari unsur-unsur Bhagawat am (ilahi) yang bersinar dan bermain-main (berkerlap-kelip) jadi menghasilkan Lila maya (ilusi ilahi atau permainan misterius Tuhan itu sendiri)

Cahaya yang selalu bermain-main dengan ciptaanNya sendiri ini juga disebut srishti (kehadiran) sisi lainnya disebut pralaya (kehancuran atau kiamat). Demikianlah unsur-unsur ini pada sejatinya adalah sama dengan unsur-unsur mahluk manusya ini juga yakni pancaran jiwa dan benda mati (jara) yakni Brahman (Tuhan) yang karena “telah membatasi Dirinya dalam wujud-wujud yang terbatas masa dan keadaan duniawinya (upadhi)”.

Oleh kurangnya pengetahuan (awidya) seseorang maka dunia maya ini terlihat dan terkesan lain. Pada hakekat sejatinya apapun dan siapapun yang dipuja dan disembah adalah perwujudan dari Brahman atau Tuhan yang dilihat atau terlihat melalui tabir selubung awidya ini.

Seandainya demikian maka para dewata-pun pada hakekatnya bukan segala-galanya yang menentukan kehidupan manusia, apalagi bagi manusia yang sudah mampu memahami hakekat kehidupan yang aslinya adalah Tuhan itu sendiri. Bagi manusia dunia yang sudah menyatu dengan perwujudan citra Brahman (Tuhan) maka ia akan mengubah kepercayaan kepada dewa-dewa sebagai mitra kerjanya di bumi ini, jadi saling membutuhkan antara ciptaan dan dewata.
Manusia agung ini akan menyaksikan bahwa segala sesuatu ciptaan yang terhampar dihadapannya (alam semesta) ini sebagai perwujudan dari Tuhan itu sendiri, yang hadir mengejawantahi dimana saja !

Namun ajaran agung ini tidak semudah itu untuk dipelajari oleh sebab itu selalu diperlukan seorang guru resi yang bersifat non pamrih dalam segala aspek, dan pada sisi lain diperlukan juga seorang sishya yang telah siap jalan spiritual sesuai karmanya. Mempelajari ajaran agung ini seorang diri amatlah membingungkan sehingga mudah bagi manusia awidya untuk “sesat dan menyimpang jalan”.

Sebenarnya apakah ajaran Jinendra Wijnana ini?
Secara singkat dapat dikatakan ajaran agung ini adalah rangkuman dari inti ajaran akan ketuhanan dan ciptaan-ciptaanNya yang hadir diweda-weda Upanishads dan pada era kaliyuga ini disebut sebagai Bhagawat Gita. Ajaran kuno ini hadir dari masa ke masa, dan untuk kaliyuga sekali lagi dikomplimasi oleh Resi Wyasa (Abhiyasa) bagi umat manusya di Pertiwi ini, agar senantiasa sadar akan dirinya sendiri yang adalah wujud agung kecil (mikro kosmos) dari hamparan semesta raya (makro kosmos) itu sendiri.

Melalui pengetahuan Brahman (Tuhan), manusia akan sanggup memahami secara benar bahwasanya segala sesuatu yang kita rasakan dan saksikan melalui berbagai indra-indra tubuh ini pada hakekatnya adalah maya yang dapat sirna sewaktu-waktu !

Justru pada sejatinya, kekosongan yang tidak tertangkap panca indralah yang nyata (sunyata dan nyata – ajaran Sang Buddha Gautama). Dengan memahami bahwa segala sesuatu yang tersebar di jagat raya ini adalah maya (ilusi Tuhan) maka manusia tersebut tidak mau lagi terikat oleh hal-hal yang berbau pamrih dan duniawi, ia tidak lagi membutuhkan segala sesuatu yang bersifat maya. Ia hanya ingin terlelap dalam semadhi yang berkesinambungan karena didalam semadhi hadir shanti yang abadi. Sedangkan yang bersifat maya adalah bayangan-bayangan yang senantiasa berubah-ubah, rusak dan binasa.

Namun dibalik semua ilusi sang maya, hadir sesuatu unsur atau zat yang bersifat senantiasa abadi kekal dan tidak pernah binasa yang merupakan sumber dari segala ciptaan tanpa batas ini. Untuk mencapai dan memahaminya, kita harus dapat mempelajari dulu hakikat misteri dari Om Tat Sat. Om itu sendiri adalah kebenaran yang bersifat wujud sejati, Tat adalah segala tindakan-tindakanNya dan Sat berarti yang suci.

Konon untuk mencapai makna Om Tat Sat, maka harus difahami dahulu asal muasal segala penciptaan di jagat raya nan agung ini. Menurut ajaran-ajaran suci weda pada mulanya semesta ini adalah kegelapan gaib yang berupa Ke hampaan yang memanisfestasikan Dirinya yang penuh rahasia dengan kekuatan dashyat yang teramat panas, yang melahirkan unsur mula ini disebut Ka (Brahman), Beliaulah roh Atman dari alam semesta ini, pangkal dari segala-galanya, sebuah unsur vital dari keberadaan setiap ciptaan. Dia adalah elemen hakiki dari berbagai unsur-unsur yang disebut dewa, manusya,fauna,flora dsb.

Beliau disebut Brahm(a) karena Dia adalah BRH (yang berkembang menjadi banyak). Dia juga adalah mantra suci, Atman dari dunia ini. Dia juga disebut swayambhu (yang melahirkan Dirinya sendiri) karena setiap mahluk berasal dari Dirinya maka Ia juga disebut Prajapati (Penguasa setiap mahluk).

Ka tidak dapat dijelaskan secara harafiah bahkan oleh dewata sekalipun, namun dapat dihayati dengan mempelajari berbagai sifat-sifatNya yakni Awinasi (Tak Dapat Dimusnahkan), Na Jayate (Tidak Dilahirkan), Nitya (kekal, abadi), Acala (azali), Sarwagatah (Meliputi segalanya dan diatas semua itu Ka adalah Awyakta yakni yang tidak dapat dijabarkan maupun didefinisikan dengan bahasa, kata-kata maupun angka-angka.
Ka adalah perbendaharaan Tersembunyi, dst,dst. Dengan demikian Hyang Prajapati adalah Sarwaloka Maheswara (Tuhan Sarwa Sekalian Alam) yang juga disebut Brahma yang juga bermakna Yang Berkembang Biak menggandakan Dirinya sendiri melalui kekuatan suci Nya sendiri. Ia menciptakan semua mengayomi semua dan akhirnya menelan kembali semua ciptaan-ciptaanNya kembali. Sebagai Pencipta Ia dikenal sebagai Hyang Brahma, sebagai Pengayom Ia dikenal sebagai Vishnu, dan sebagai Pendaur ulang segala ciptaan Ia dikenal sebagai Shiwa. Seyogyanya kita faham bahwasanya didalam masa depan terangkum masa lalu dan masa kini.

Untuk mencapai kesejatian ilmu ini maka diperlukan penuntun sejati yang mengajarkan cara-cara pemasrahan total dari duniawi sambil tetap berkarma dan berbhakti yoga di dunia ini. Sang gurupun harus mampu mengajarkan meditasi pranayama dengan pemusatan fokus pemikiran pada titik diantara kedua alis mata, dengan mengendalikan panca indra sambil membuang jauh segala kekalutan pikiran, nafsu, khawatir, iri hati, marah dst. Agar mencapai tahap Bhagawatam seperti ucapan Hyang Prajapati “Sarwabhutam Jnatwa Mam Santini Ricchati “(Segala mahluk yang memahamiKu akan mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan).

Dimanakah anda dapat mempelajari ajaran agung ini pada masa kaliyuga ini? Jawabannya ada di dalam Bhagawat Gita. Kami di Shantigriya telah membagi karya Almarhum Resi T.L Vaswani ini sejumlah 12.000 buku namun tetap saja habis. Saat ini melalui website: shantigriya. tripod. com siapa saja dapat mengakses dan menyebarkannya kepada siapa saja. Semoga artikel ini dapat membawa kita kepemahaman utuh tentang ajaran rahasia Jinendra Wijnana melalui Bhagawat Gita oleh Resi Wyasa yang suci dan agung itu. Seandainya anda tidak memiliki akses internet maka mintalah bantuan pada anak-anak muda yang dapat mengaksesnya.
Klik www. tripod. com lalu klik lagi ke shantigriya tripod. com dan terbukalah ajaran yang suci ini bagi kita semua.

Om Shanti Shanti Shanti Om

Om Tat Sat

mohan m.s
Cisarua, 9 mei 2008
di Shantigriya Ganesha Pooja.