Brahma Sutras

Brahma-sutras adalah salah satu maha karya dari Resi Agung Sri Wyasa (Resi Abiyasa) yang juga dikenal dengan nama Resi Abhiyasa di Indonesia. Nama lain beliau adalah Resi Krishna- Dwaipayana dan Resi Badarayana. Karya ini bersifat sangat khusus dan seyogyanya hanya dipelajari oleh kaum cendekiawan yang telah mendalami berbagai Weda dan Upanishads (Sruti dan juga Smriti), tanpa landasan ini, maka karya ini akan bersifat asing dan membingungkan. Tidak ada suatu sekte ajaran Hindu-dharma yang tidak berpedoman ke Brahma-sutras ini. Konon dikatakan seorang guru yang ingin membangun sebuah perguruan spiritual di India, diharuskan untuk menulis sebuah referensi penelitian mengenai Brahma-sutras ini melalui sudut pandangannya yang pribadi. Demikianlah, dari masa ke masa kode etik pendirian perguruan spiritual dilaksanakan di tanah Bharata.
Para resi guru dari zaman-zaman yang lalu sampai ke eranya resi-resi guru seperti Sri Shankara Acharya, Sriharsha, Chitsukha dan Madhu Sudana berupaya mengukuhkan faham Monisme secara Hakiki (Keesaan dan Keekaan Tuhan yang serba maha).
Sri Wyasa dianggap sebagai Awatara Wishnu yang juga dikenal dengan nama Badarayana dan Sri Krishna Dwaipayana. Beliau telah menyarikan berbagai Upanishad, Weda, Wedanta, dsb. dan mendiskusikannya di karya Brahma-Sutra ini.
Berbagai Weda terdiri dari tiga bagian utama yaitu : ¾ Karma-kanda, yang berhubungan dengan berbagai ritual- ritual upacara, pengorbanan dan lain sebagainya. ¾ Upasana-kanda, yang berhubungan dengan pemujaan dan meditasi (Upasana). ¾ Jnana-kanda, yang berhubungan dengan Sang Brahman (Tuhan Yang Maha Esa).
Karma-kanda diibaratkan sebagai kaki manusia, Upasana- kanda diibaratkan sebagai jantung manusia, dan Jnana-kanda ibarat kepala manusia. Yang dimaksudkan kepala ini adalah

www.shantiwangi.com
berbagai Upanishad (Siras), yang dianggap sebagai intisari penting berbagai Wedas.
Kata Mimamsa berarti investigasi atau penelitian yang berhubungan dengan teks (sloka-sloka) suci yang terdapat di berbagai shastra-widhi. Mimamsa dibagi dua, yaitu Purwa Mimamsa (masa silam) dan Uttara Mimamsa (masa-masa selanjutnya). Mimamsa yang pertama mensistimasikan Karma- kanda, yaitu bagian Weda yang berhubungan dengan pelaksanaan dan pengorbanan, bagian ini juga terdiri Samhitas dan Brahmanas. Kemudian Mimamsa yang kedua mensistimasikan Jnana-kanda yaitu bagian-bagian dari Weda yang termasuk bagian Aranyaka yang masuk ke dalam kategori Brahmanas dan berbagai Upanishads. Resi Jaimini adalah pengarang Purwa Mimamsa dan Resi Wyasa guru Resi Jaimini adalah pengarang atau Sutrakara dari Brahma-sutras ini yang juga dikenal dengan nama Wedanta- Sutras. Penelitian Brahma-sutras adalah penelitian synthetik dari berbagai Upanishads yang adalah intisari dari filosofi Wedanta.
Berbagai Weda-Weda adalah karya-karya abadi, yang tidak ditulis atau dikarang oleh manusia, namun dipercayai sebagai nafas yang terhembus keluar dari Sang Hyang Brahma (Hiranyagarbha). Wedanta adalah akhir dari berbagai Weda, dan berhubungan dengan pengetahuan, dan bukanlah spekulasi semata. Wedanta adalah catatan autentik dari berbagai pengalaman mistik spiritual melalui persepsi langsung, maupun melalui realisasi aktual para resi yang agung. Brahma-sutras ini juga disebut sebagai ilmu pengetahuan tentang jiwa.
Sutras adalah intisari dari berbagai argumen spiritual, dan sutras di karya ini telah disingkat ke dalam susunan kata-kata sesedikit mungkin. Hanya para resi agung yang berwawasan luas saja yang mampu untuk menciptakan sutras. Tanpa penjelasan, maka sutras-sutras ini sulit untuk difahami oleh kaum awam (Bhashya, bahasa). Interpretasi sutras telah menghasilkan berbagai faham atau sekte-sekte di jajaran Sanatana Dharma. Sebagian dari faham-faham ini disebut Writtis dan sebagian lagi disebut Karikas. Berbagai Acharyas (pendiri perguruan spiritual) memakai interprasi atau doktrin ajaran mereka secara masing- masing seperti Sri Shankara dengan faham Bhashya yang disebut

www.shantiwangi.com
Sariraka Bhashya dan perguruannya disebut Kewala Adwaita. Bhashyanya Sri Ramanuja menghasilkan perguruan Wisishtadwaita, ajarannya disebut Sri Bhashya. Kemudian ajaran-ajaran Sri Nimbakarcharya dikenal sebagai Wedanta parijata-saurabha. Sri Wallabhacharya mengajarkan filosofi Suddhadwaita (Monisme murni) dan ajaran-ajarannya yang berdasarkan Brahma-sutra ini dikenal sebagai Anu Bhashya.
Bahasa Sansekerta adalah bahasa kuna yang teramat elastis, ibaratnya Kalpataru. Setiap peneliti dapat mengintisarikan berbagai rasa, sesuai dengan daya spiritual dan budhi yang dimilikinya. Itulah sebabnya ajaran-ajaran resi masa lalu masih eksis pengaruhnya sampai kini. Madhwa menemukan ajaran Dwaita, pemuja Wishnu menemukan Bhagawata atau juga disebut Pancharatra; dan pemuja Shiwa (Pasupati, Maheswara) menginterpretasikan Brahma-sutras ini sesuai dengan intuisi dan tendensi spiritual mereka. Resi Nimbharkacharya menemukan ajaran Bheda-bheda-Dwaitadwaita dan beliau ini sangat dipengaruhi oleh ajaran Resi Bhaskara, yang amat populer pada abad ke sembilan. Ajaran Resi Bhaskara dan Resi Nimbharka menjadi ajaran panutan pada masa tersebut khususnya sangat mempengaruhi Resi Audolomi. Badarayana sendiri banyak menyitir teori ajaran ini di Brahma-sutras.
Ada lebih dari empat belas komentar atas karya Brahma- sutras. Sri Appaya Dikshita misalnya berkomentar atas ajaran Sri Shankara Acharya. Kemudian juga hadir pendapat para guru-guru lainnya seperti Sri Wachaspati Misra dengan karyanya yang disebut Bhamati dan Sri Amalananda Saraswati melalui karyanya yang disebut Kalpataru.
Kesalahan manusia yang memahami diri (raga)nya berbeda dengan Sang Atman adalah akar penderitaan dan kelahiran yang berulang-ulang. Manusia menghubungkan dirinya dengan raganya sehari-hari, bukan dengan Atmannya, sehingga timbul berbagai pemahaman duniawi seperti : “Aku hebat, aku agung”, “Aku cantik dan rupawan”, “Aku jelek dan buruk rupa”, “Aku adalah Raja atau Aku adalah Brahmana”, dsb., dsb. Lalu hadir juga identifikasi dengan berbagai indriyasnya seperti : “Aku bodoh”, “Aku buta, aku tuli”, dsb. Kemudian terdapat juga identifikasi dengan pikiran-

www.shantiwangi.com
pikirannya seperti : “Aku cerdas, aku bodoh”, “Aku marah, aku sakit”, dsb. Objek atau tujuan dari Brahma-sutras ini adalah untuk menyingkirkan kesalahan-kesalahan identifikasi manusia ini dengan berbagai aspek-aspek raganya. Hal ini berhubungan dengan kesalahan atau kekurang-fahaman (kebodohan) dan disebut awidya.
Pada awalnya Upanishad yang beragam-ragam tersebut terkesan penuh dengan kontradiksi. Resi Wyasa meletakkan ke dalam satu sistim di dalam Brahma-sutras ini. Pada hakikatnya intisari seluruh Upanishad sama saja adanya. Resi Audolomi dan Resi Asmarathyapun melakukan hal yang sama dan muncul dengan perguruan-perguruan mereka.
Bagi yang ingin mempelajari filosofi Wedanta, maka diharuskan untuk mempelajari Upanishad Klasik dan Brahma- sutras. Semua Acharya telah menuliskan ulasan mereka akan Brahma-sutras ini. Lima Acharya agung adalah Sri Shankara Acharya dari perguruan Kewala Dwaita, Sri Ramanuja dari perguruan Wisishtadwaita, Sri Nimbarka dari perguruan Bhedabheda-wada, Sri Madhwa dari perguruan yang beraliran keras Dwaita-wada (Dwaitisina), dan Sri Wallabha dari perguruan Sudhadwaitta-wada. Kesemua Resi-resi agung ini setuju bahwasanya Brahman adalah penyebab hadirnya jagat-raya dan isinya ini, dan berbagai ajaran mengenai Brahman ini mengarahkan seseorang ke moksha. Merekapun kemudian mendeklarasikan bahwa Sang Brahman dapat dihayati melalui shastra-widhis dan bukan melalui berbagai diskusi. Namun kelima guru besar ini berbeda pendapatnya satu dengan yang lainnya akan sifat-sifat hakiki Sang Brahman, juga akan hubungan sang jiwa dengan-Nya. Tahap yang dicapai sang jiwa dalam perjalanannya ke arah Brahman dan status jagat-raya, dsb.
Menurut Sri Shankara Acharya, hanya ada satu Brahman yang hakiki yang bersifat Sat-chit-ananda dan homogeneous. Dunia ini adalah Maya, yaitu ilusi (daya ilusif) Sang Brahman yang tidak bersifat Sat maupun Asat. Dunia ini berupa hasil modifikasi Sang Maya (Wiwarta). Brahman hadir sebagai jagat-raya ini melalui ilusi Sang Maya. Beliau adalah satu-satunya Realitas yang Hakiki.

www.shantiwangi.com
Sedangkan menurut Sri Ramanuja, Brahman dengan berbagai atribut-atribut-Nya disebut Sawisesha. Beliau menyandang berbagai sifat-sifat. Beliau bukanlah intelegensia, namun intelegensia adalah sifat yang utama. Beliau ini berisikan seluruh jagat-raya dan isinya, yang bersifat nyata. Benda (Achit) dan jiwa (Chit) adalah raga-Nya, ia disebut Hyang Narayana yang adalah Penguasa Dalam (Antaryamin). Berbagai wujud-wujud benda dan jiwa adalah Prakara-prakara (mode-mode)-Nya. Para jiwa-jiwa tidak akan menyatu dengan Hyang Brahman. Menurut Resi Ramanuja, Sang Brahman bukan satu atau homogeneous. Pada saat pralaya, para jiwa akan berkontraksi. Mereka berekspansi lagi, sewaktu semesta diciptakan lagi (kembali). Brahmannya Sri Ramanuja ini disebut Sakara Brahman, yaitu Tuhan yang memiliki wujud. Para jiwa adalah individu-individu benar, dan akan tetap hadir sebagai manusia. Sang Maha Jiwa bersemayam di Waikuntha-loka sebagai Ishwara atau Hyang Narayana. Bhakti dan bukan Jnana adalah jalan moksha. Sri Ramanuja di dalam ajaran Bhashyanya berpedoman kepada Resi Boghayana.
Menurut Sri Nimbarkacharya, Brahman adalah wujud gaib dan non-gaib. Beliau adalah Nirguna (tidak berwujud) dan juga Saguna (berwujud). Semesta adalah wujud nyata dari Sang Brahman (Parinama). Sang guru ini yakin sekali bahwa Brahman itu ibarat susu dan semesta ini adalah yogurt yang terbuat dari susu tersebut. Menurut ajaran beliau, sang jiwa mampu mendapatkan moksha melalui sifat sejati sang jiwa itu sendiri. Berbagai jiwa di jagat-raya ini adalah bagian dari Sang Brahman, namun moksha tidak berarti penyatuan jiwa dengan Sang Atman (Brahman), namun merupakan tahap final emansipasi yang dicapai melalui bahkti. Seperti Ramanuja, maka sang resi ini yakin setiap jiwa ibaratnya adalah pengejawantahan dari Hyang Wishnu yang berlengan empat.
Mengapa terdapat sedemikian banyak opini dan kebhinekaan di Hindu Dharma ini ? Ini semua karena ajaran Sri Shankara yang agung itu menyatakan Tuhan sebagai Atman yang hakiki, dan hal tersebut tidak dapat difahami oleh setiap manusia. Oleh sebab itu Sri Madhwa dan Sri Ramanuja mendirikan perguruan yang berbasis bhakti. Bagi kaum yang bijak, maka semua ajaran ini lebih

www.shantiwangi.com
merupakan anak-anak tangga, yang meniti kita sampai suatu saat kita benar-benar mampu memahami ajaran Sri Shankara yang disebut Kewaladwaita. Sri Shankara sangat anti dengan ritual-ritual yang konsumtif dan berkepanjangan, bagi beliau bhakti semacam ini sia-sia belaka, sebaliknya gyana atau pengetahuan akan Yang Maha Esa secara hakiki adalah lebih utama, namun begitu resi agung ini setuju dengan Nishkama Karma Yoga (Yoga tanpa pamrih). Ajaran Shankara dan Wyasa bersifat sangat identik. Para sishya perguruan ini harus mempelajari Sariraka Bhashyanya Sri Shankara Acharya karena filosofi Adwaita ini dianggap yang paling utama di antara ajaran dan tafsir-tafsir Hindhu Dharma.
Seseorang akan memahami Brahma-sutras ini dengan mudah seandainya ia telah mempelajari kedua belas Upanishad; dan anda dapat memahami bab dua karya ini seandainya anda telah memahami pengetahuan atau ajaran-ajaran seperti Sankhya, Nyaya, Yoga, Mimamsa, Waiseshika, Darsana dan Buddhisme. Seluruh ajaran tersebut telah mendasari keterangan Sri Shankara di karya ini. Dr. Thibault telah menterjemahkan karya ini ke Bahasa Inggris. Karya Brahma-sutras ini disebut sebagai salah satu karya Prasthanatraya, dan merupakan buku wajib bagi peneliti dan cendekiawan Hindu Dharma. Karya ini memuat 4 Adhyayas (bab) dan 16 Padas (Bagian), 223 Adhikaranas (Topik), dan 555 Sutras (aphorism).
Bab kesatu (Samanwyayadhyaya) menggambarkan penyatuan dengan Sang Brahman.
Bab kedua (Awirodhadhyaya) membicarakan berbagai filosofi- filosofi yang lainnya.
Bab ketiga (Sadhanadhyaya) berhubungan dengan upaya-upaya Sadhana demi mencapai Brahman dan,
Bab keempat (Phaladhyaya) membicarakan pahala atau hasil dari pencapaian Sang Jati Diri. Setiap Adhikarana mempunyai pertanyaan-pertanyaan tersendiri yang layak didiskusikan. Kelima Adhikarana dari Bab I, dianggap teramat penting untuk dipelajari.

www.shantiwangi.com
Puja-puji bagi Sri Wyasa Bhagawan, putra Resi Parasara, yang telah menulis berbagai Puranas dan memilah-milah berbagai Weda-Weda. Semoga karunia sang resi yang agung dan suci ini beserta kita semua
OM SHANTI, SHANTI, SHANTI.