Bisikan-bisikan hening dalam meditasi

Bisikan-bisikan hening dalam meditasi
( oleh T.L Vaswani )

“Bukankah hadir satu Agama Inspirasi di dalam setiap agama? Yang Maha Spiritual penunjang seluruh ciptaan hadir dalam esensi dan inspirasi yang mendasar yang hadir dalam setiap ajaran-ajaran dunia yang agung ini !
Inspirasi ini adalah kekuatan spiritual suci yang terkandung dalam penalaran setiap agama.“

“Di dunia ini hadir beraneka ragam agama-agama. Namun Kehidupan dan Ciptaan-ciptaan Nya bertumbuh secara senantiasa. Kebenaran bertumbuh senantiasa tanpa batas-batas agama-agama tertentu. Tidak secara spontan dan langsung namun Kebenaran itu tumbuh dalam hati nurani seseorang secara keping demi keping, demikianlah cara Kebenaran itu bekerja melalui sambungan-sambungan keping-keping nurani tersebut dan akhirnya membentuk suatu komunikasi antara Kebenaran dan sang pencari Kebenaran itu sendiri melalui sebuah proses penalaran yang didasarkan pada lingkungan hidupnya sendiri.”

“Agama dan buku-buku suci bertebaran dimana-mana, namun Sang Pemberi Inspirasi hanyalah satu, demikian juga umat manusia dan perikemanusiaan itu satu sifatnya. Banyak tempat-tempat untuk memuja-Nya, ada yang disebut kuil, ada juga yang disebut Pura, Mandir, Sipuasogul, Gereja, Masjid, dsb. Yang Kuasa memiliki banyak rumah-rumah suci di semesta raya ini, namun Ia adalah Yang Tunggal, Penghuni semuanya”

“Suatu saat seorang ayah yang telah lanjut usia menangis sendu karena putra satu-satunya berpindah agama dan mengkafirkan ayah bundanya sendiri. Ayah ini bertanya : “ Banyak Nama Tuhan dan Wujud-wujudNya, walaupun Ia selalu disebut satu. Namun agama apakah itu yang merampas anak satu-satuku dan menganjurkan- nya untuk meninggalkan kami yang tua-renta yang telah mengasihi dan membesarkannya selama ini? Orang-orang dari agama lain tersebut tidak punya saham sepeserpun dalam membesarkan putra kami. Tetapi setelah dia dewasa langsung direbut begitu saja. Agama apakah itu yang mengajarkan tanpa kasih sayang, tanpa nurani? Dapatkah sebuah agama eksis tanpa landasan cinta kasih yang universal bagi sesama?

“Semua resi-resi suci, para nabi dan utusan-utusan Ilahi adalah keajaiban-keajaiban penuh kasih yang diturunkan diperuntukkan bagi umat manusia yang tersebar disana-sini. Para kaum/suci ini selalu hadir dari masa kemasa, dari tempat ke tempat dan menjadi sahabat manusia-manusia yang mereka tuntun, tujuan mereka cuma satu yaitu menjadi saudara yang berbakti dengan dharma-nya masing-masing.“Dharma tersebut adalah perikemanusiaan!”
“ Sebenarnya berbagai ajaran agama-agama mulia, bukanlah musuh atau saingan bagi satu dengan yang lain, namun adalah sahabat-sahabat yang seharusnya bergandengan tangan demi bakti keseluruh ciptaan-ciptaan ini dan Sang Pemilik Semesta Raya ini!”

“Simak dan pelajarilah berbagai persamaan-persamaan universal yang hadir dalam ajaran-ajaran Gospel dan misteri-misteri ajaran dari agama-agama besar sebelum Kristen dan Islamseperti agama-agama wangsa-wangsa Mesir, Yunani dan Roma. Bukankah Pembaptisan dan Sakramen-sakramen suci sudah hadir dalam agama-agama tersebut diatas bahkan dalam Hindu, Jain, dan Buddha Dharma, jauh sebelum Yesus Kristus sendiri lahir, ke dunia ini? Bukankah Ajaran “ Sermon on the Mount nya Kristus mirip Vedantanya kaum Hindu dan teori lilin, dari satu lilin yang dapat menerangi jutaan lilin “ adalah wejangan Sidharta Buddha Gautama yang bersumber pada shastra Widi Weda-Wedanya kaum Hindu Dharma? Yesus mewacanakannya di bukit di kawasan Israel, dan Buddha memberitakannya di Benares India. Jaraknya terpisah jutaan tahun dan puluhan ribu mil. Namun anehnya bagi esensi-esensi wacana-wacana ini hadir juga dalam “Testament of the Twelve Patriarchs”, kaum Yahudi. Dibawah ini saya sampaikan sedikit esensi kitab suci kaum yahudi ini : “ Cintailah Tuhan dan tetangga-tetanggamu. Kasihilah selalu kaum yang miskin dan lemah. Mereka-mereka yang bersih jalan pikirannya tidak akan sekali-kali melecehkan kaum wanita. Lakukanlah kebajikan agar harta ini nanti tersimpan di surga. Cintailah satu dengan yang lain melalui hati nuranimu.” Demikian juga yang terdapat dan tersirat dalam ajaran Socrates dalam karyanya yang disebut Crito. Pada stanza pertama ajaran Thirteen Commandments of Zoroastez (Persia Kuno), tertulis “Dikau harus mencintai Ahura-Mazda, Yang Tinggi, diatas semua bentuk-bentuk cinta kasih.”

Ajaran Islam penuh dengan unsur-unsur keadilan, toleransi dan simpati bagi sesama insan dan mereka-mereka yang tertindas seperti yang hadir dalam berbagai hadis-hadis Nabi. Terutama didalam Al-Quran Al-Karim terdapat sabda Allah yang menyatakan bahwasanya manusia diciptakan dalam keaneka-ragaman, ras, kulit, warna dan suku-suku bangsa, agar manusia saling berkenalan, belajar dan bersilahturahmi dengan sesamanya. Kata kunci dalam Islam adalah “Allah-u-Akbar” yang bermakna. “Hanya Allah (Tuhan itu saja yangAgung)”. Dan Al-Quran menyatakan bahwasanya Allah adalah Tuhannya semua ras manusia, kaum suci dari masa kemasa dan lokasi ke lokasi, dimulai dari Adam dan Hawa. Dalam shastra Widhi awal Hindu Kuno Adam adalah Brahma dan Saraswati adalah Hawa. Bukankah Saraswati yang berkulit putih pucat dan Brahma yang berkulit mirip Agni adalah bapak-ibu umat manusia yang terdiri dari lima ras pada asal muasalnya. Semua ajaran-ajaran di Timur Tengah dari yang kuno ke ajaran Semit (India, Kristen dan Islam) mengakui Nabi Nuh sebagai pelestari umat manusia. Dan berbagai ciptaan-ciptaanNya yang hadir di bumi pada masa lampau. Namun bukankah Nah Nuh adalah nama lain dari Manu Swayambu alias Hyang Wishnu sendiri yang terdapat dalam Wedantanya kaum Hindu Dharma ribuan tahun yang lalu sebelum Injil. Perhatikan penggalan katsa “Nah/Nuh” yang hadir pada kata Manu dan Wishnu (Pengayom umat manusia) dan kata Manus (Manusia)”

Sering sekali manusia di bumi ini mengotak-ngotakan Tuhan Sang Pencipta menjauhkan satu dengan yang lain dari yang dipujanya sehari-hari demi ego masing-masing, Dengan demikian tanpa sadar mereka melecehkan, memilah-milah dan mengkerdilkan hakekat yang mulia dan Tak Terjabarkan ini demi pemuasan ego-ego politis dan kekuasan mereka sendiri melalui peperangan atau bujukan-bujukan materi, padahal ajaran ini tidak pernah dianjurkan baik oleh resi-resi Hindu maupun Nah-nah yang turun dimanapun juga. Didalam Yayur Weda terdapat sebuah kalimat pendek “Ingatlah akan perbuatan-perbuatanmu sehari-hari”. Apa sudah sinkron dengan dengan kehendak suci (Om Tat Sat) Sang Pencipta? Ingatlah, anda adalah salah satu ciptaan-ciptaanNya yang suci. Apakah perjalanan (Yatra di bumi) sedang anda lakukan secara baik, ataukah anda sedang terlanda mayanya korupsi, perselingkuhan, ego dan keserakahan-keserakahan yang fana ini?”

“Bukan itu berarti lari dari hal-hal duniawi, namun jadilah partisipan yang aktif dan positif agar semua manusia dan mahluk-mahluk disekitarmupun dapat “survive” bersama-sama. Konon suatu saat Sang Buddhisatwa yang baru saja akan moksha dan mencapai pintu gerbang Nirwana, baru saja akan melangkah masuk kedalamnya mendengar sebuah tangisan lirih dari salah satu sudut bumi, tangisan ini meratap dan bertanya; “Apakah tidak ada yang menyelamatkanku?”. Sekejab Sang Buddhisatwa terhenyak dan Dia langsung memutuskan kembali ke bumi dan menyelamatkan umat manusia sambil berkata “Aku tidak boleh moksha seorang diri”. Ajaran yang sama ini hadir dalam Manu Shamsita : “Tidak seorangpun dapat pergi ke swarga seorang diri, karena tidak akan mendapatkan seorang temanpun di sana” _ “ Barang siapa makan hanya untuk dirinya sendiri, maka yang dimakannya adalah dosa belaka”

“Lebih besar dan agung dari Negara adi daya manapun adalah sifat-sifat Perikemanusiaan”. Manusia-manusia yang memiliki kesadaran universal ini disebut humanitarian. Namun diatas bentuk kesadaran ini hadir lagi sebuah kesadaran, dan disebut kesadaran kosmis. Kosmos atau kosmis atau Jagat Agung, makro kosmos atau semesta raya ini sifatnya jauh melebihi nilai-nilai peri- kemanusiaan, Sri Krishna, Sri Yesus Kristus, Sri Mahavira, Sri Buddha Gautama, Sri Muhamad, Sri Nanak, Sri Musa, Sri Chantanya, SriShankara, dst memiliki kesadaran sejati ini. Itulah sebabnya para kaum suci ini memiliki umat-umat yang setia sampai masa ini.

Anda ingin memiliki kesadaran nan agung ini? Kuncinya adalah apapun milik anda juga adalah milik yang lainnya. Jadi larutkan diri anda dalam samudra kasih universal ini, dengan selalu berpartisipasi dan membantu sesama dalam bidang apapun juga seperti pengetahuan, dana, tenaga dst. Bahkan bagi flora dan founa yang ada disekitar kita, karena mereka memiliki tali persaudaraan dengan kita. Kalau saudara-saudara kita ini dimusnahkan, maka musnah juga umat manusia yang bersandar pada mereka!” Ilmu sains modern telah mengkonfirmasikan hal ini!

Nama lain dari Siwa adalah Nagna yang berarti “Telanjang tanpa ikatan apapun”. Itulah sebabnya Acinthya yang digambarkan sebagai Hyang Widhi Wasa disimbulkan bersemadi dalam bentuk Nagna (tanpa busana ). Kitapun dapat masuk ke dalam kesadaran Nagna ini sewaktu kita “memiskinkan dan meminimalkan diri kita ketahap tanpa ikatan (busana) apapun juga. Satu-satunya ikatan kita adalah Widhi (widya, ilmu pengetahuan), seperti doa Bhartihari ke Hyang Shiwa:
“ Wahai Shankara, kapan akan tiba hari, dimana aku lepas dari segala hasrat dan nafsu, dan musuh ke dalam damai dan keheninganmu, dan lepas dari semua akar-akar karma yang membelit erat ini?

Pada masa ini bahkan mereka-mereka yang disebut kaum suci yang dimuliakan banyak yang terikat erat-erat oleh ahankaranya sang maya (Ilusi duniawi). Sebagian diantara mereka sibuk dengan upacara-upacara dan dharma-dharma wacana palsu dan berlebih-lebihan, dan berubah warna dan wujudnya merjadi kaum polytheist. Kita lupa pada-Nya, yang penting aku-nya saja. Pemberhalaan ini sedang melanda semua kaum beragama di mana saja. Cobalah bersahabat dan memuja kemiskinan dan kesederhanaan, jadilah Achintya-achintya dalam bentuk-bentuk yang kecil dan minimalis saja, Kemiskinan dan keserhanaan dalam segala hal adalah Yagna yang maha agung, ia yang adalah pengorbanan kita yang tulus pada segala ciptaan-ciptaanNya. Dengan demikian jadilah kita utusan-utusan Tuhan itu sendiri di bumi dan semesta ini.”

Demikianlah sedikit bisikan suci dari guru almarhum T. L Vaswani, yamg menjadi panutan Mahatma Gandhi, Sri Sathya Sai Baba, bahkan Sri Ravi Shankar sesuai pengetahuan-pengetahuan dalam ajaran mereka. Beliau hadir bahkan sebelum Mother Theresa dengan dharma bhaktinya di India.

Beliau berpulang pada tanggal 16 Januari 1966 namun maha karyanya yang terdiri dari ribuan ashram-ashram tersebar di seantero India dan diseluruh dunia, Misi-misi ajarannya adalah berbagi kasih kepada mereka-mereka yang miskin lahir dan batinnya. T.L Vaswani adalah “tuhan” itu sendiri bagi para pemuja-pemujanya. Buku Bhagawat Gita hasil karyanya saja telah diterjemahkan ke lebih dari seratus bahasa di dunia.Di Indonesia sendiri telah habis versi Indonesianya terbagi-bagi sebanyak 12.000 ekslempar, hadir juga dalam bahasa Indonesia di website Shantigriya tripod.com. Pada saat tulisan ini dibuat karya Bhagawat Gita ini sedang dicetak ulang oleh sebuah penerbitan di Jawa Timur.
Bagi yang ingin lebih mengenal tokoh Dada Vaswani (sekarang diteruskan oleh Dada J.P Vaswani) dapat beranjangsana ke Sadhu Vaswani Center yang terletak di kawasan Sunter Jakarta. Tidak jauh letaknya dari danau sunter dan banyak petunjuk kearah ashrama ini. Di Ashrama yang amat megah ini hanya terdapat beberapa foto-foto Beliau tanpa arca-arca maupun symbol-symbol apapun. Yang hadir di aula hanyalah keheningan dan kesederhanaan yang ditunjang para pengelola yang bekerja tanpa pamrih bagi sesama. Salah satu acara mereka adalah merayakan “hari tanpa daging sedunia” yang telah dicetuskan oleh PBB atas inisiatif Sadhu Vaswani Center di India. Om Shanti Shanti. Om Tat Sat.

mohan m.s, Cisarua 2 Agustus 2008

Bibliography : “Voices” by T.L Vaswani (alm)
diedit oleh : antonina uvi