Bhagavad Gita Bab III

Bab III

Jalan aksi atau tindakan

Berkatalah Arjuna
3.1
Arjuna uvāca
jyāyasī cet karmaṇas te
matā buddhir janārdana
tat kiḿ karmaṇi ghore māḿ
niyojayasi keśava

Sekiranya Engkau berpikir, oh Krishna bahwa kesadaran (atau pengetahuan) itu lebih baik dari pada suatu tindakan (aksi). lalu mengapa pula Dikau menyarankan aku untuk berperang?

Penjelasan : Di sini terlihat bahwa Arjuna telah salah menafsirkan ajaran Sang Krishna, pertanyaan Arjuna ini mungkin tidak berbeda dengan pikiran yang ada di benak kita sendiri karena setelah membaca dua bab permulaan ini biasanya timbul pikiran mengapa ajaran Sang Krishna ini nampak berkontradiksi. Arjuna berpikir bahwa kcsadaran yang dicapai seseorang akan Sang Brahman adalah lebih baik daripada suatu tindakan yang bersifat destruktif seperti peperangan. Arjuna Iupa dan tidak sadar akan pesan-pesan Sang Krishna akan dharma-bhakti sctiap orang kepadaNya dan masyarakat pada umumnya.

3.2

vyāmiśreṇeva vākyena
buddhiḿ mohayasīva me
tad ekaḿ vada niścitya
yena śreyo ‘ham āpnuyām

 Dengan kata-kata yang saling bertentangan ini, Dikau mengacaukan pengertianku. Beritahukanlah kepadaku akan suatu jalan yang jelas, dengan apa aku dapat mencapai yang terbaik.

Penjelasan:  Menjawab pertanyaan di atas ini Sang Krishna pun lalu mengajar ajaranNya mengenai jalan dari aksi atau tindakan, sebagai berikut:

3.3

śrī-bhagavān uvāca
loke ‘smin dvi-vidhā niṣṭhā
purā proktā mayānagha
jñāna-yogena sāńkhyānāḿ
karma-yogena yoginām

 Di dunia ini ada dua ajaran yang telah Kuajarkan semenjak masa yang amat siiam. oh Arjuna! Yang pertama adalah ajaran tentang ilmu pengetahuan (gnana-yoga) yang disebut ajaran Sankhya, untuk mereka-mereka yang penuh dengan ketekunan untuk mempelajarinya; dan yang kedua adalah ajaran mengenai tindakan (aksi perbuatan pekerjaan, atau karma-yoga). jalannya para yogi, yaitu yang hidupnya harus bekerja dan selalu penuh dengan aksi.

Penjelasan:
Skripsi-skripsi kuno Hindu mengajarkan tentang ajaran Sankhya dan ajaran Yoga. Sankhya adalah ilmu pengetahuan tentang Ilahi, sedangkan Yoga adalah ajaran tentang perbuatan, pekerjaan atau yang disebut aksi. Banyak orang membeda-bedakan kedua ajaran ini seperti halnya Arjuna, tetapi sebenamya inti-sari atau tujuan dari keduanya adalah satu, yaitu Yang Maha Esa. Jadi sebenarnya sama saja, tergantung pemakainya saja.

llmu pengetahuan (gnana) dan karma-yoga sebenarnya selaras, tidak ada konflik atau perbedaannya. Yang ada hanyalah masalah disiplin. Yang satu disiplinnya condong ke arah gnana dan yang satu lagi condong ke arah karma. Mereka yang menganut gnana disebut penganut Sankhya atau Sankhya Yogi dan mereka yang jalan di nishkama-karma (tindakan bukan untuk diri pribadi) disebut Karma-yogi.

Gnana yoga disebut juga sanyasa yoga (yoga-disiplin), karena ilmu pengetahuan yang sejati ‘sebenarnya mengarah ke sanyasa. Sri Shankar Acharya, scorang filsuf Hindu yang besar pernah berkata tentang Bhagavat Gita sebagai bcrikut: “Seorang penganut ilmu pengetahuan yang sejati (gnani) seharusnya juga adalah seorang sanyasi sekaligus,” tetapi menjadi seorang sanyasi tidak berarti lalu kita semua harus mcnanggalkan kewajiban duniawi kita, kewajiban kita kepada masyarakat di sekeliling kita dan mengembara atau bertapa di hutan seorang diri tanpa acuh lagi kepada orang hidupnya sebagai seorang sanyasi dalam dirinya sendiri, dalam tindak-tanduknya sehari-hari. Yang dimaksud adalah kendalikan nafsu-nafsu indra kita, dan itu hanya bisa dilakukan sambil melakukan kewajiban kita sesuai dengan pekerjaan dan status kita dalam masyarakat. Seperti misalnya Raja Janaka, yang adalah seorang MahaRaja yang amat kaya-raya dan berkuasa, tetapi dalam hidupnya sehari-hari ia tak pernah merasa memiliki apapun juga. la bertindak sebagai raja karena sudah merupakan kewajibannya pada Yang Maha Esa dan masyarakatnya; Raja Janaka di dalam epik Hindu dikenal sebagai seorang gnani yang mempraktekkan sanyasa, yaitu tidak keterikatan pada hal hal yang bersifat duniawi, atau dengan kata lain menjauhi hal hal yang bersifat duniawi.

Dengan kata lain, Gnana-yoga, Sanyasa-yoga dan Sankhya-yoga adalah sininimus, atau sama saja artinya.

Menurut para guru agama Hindu, gnana tidak berarti ilmu pengetahuan yang didapatkan dari buku-buku. Seorang gnani bukanlah seorang kutu-buku, karena seseorang boleh saja membaca banyak buku bahkan mcngutip dari buku-buku suci, tetapi belum tcntu ia menghayati isi buku-buku ini dan berubah langsung menjadi seorang gnani. Gnana atau ilmu pengetahuan yang sejati didapatkan secara langsung. bukan dari buku-buku. Seorang gnani sejati adalah seorang “pertapa,”seorang yang dapat melihat kebenaran. Ia bukan seorang penyair atau pengarang yang berbicara atau menulis dari apa yang ia dengar atau lihat. Ia berbicara atau menulis karena ia merasakan dan melihat kebcnaran itu secara langsung dan sendiri. Ia memiliki sakshatkara, yaitu persepsi atau intuisi langsung. .

Tidak ada kebijaksanaan yang dapat kita ambil dari buku-buku begitu saja, tetapi harus melalui proses di dalam hidup kita ini. Gnana berarti menyadari diri kita sendiri, Hargailah ketenangan dan keheningan, karena kesadaran atau kebijaksanaan biasanya datang pada waktu waktu yang hening. Makin banyak ketenangan dan keheningan di dalam diri kita, makin banyak timbul kesadaran dan kebijaksanaan

3.4

na karmaṇām anārambhān
naiṣkarmyaḿ puruṣo ‘śnute
na ca sannyāsanād eva
siddhiḿ samadhigacchati


Seseorang tidak akan mendapatkan kebebasan dengan menelantarkan pekerjaannya, juga seseorang tidak akan mendapatkan kesempumaan dengan hanya berpasrah diri.

Penjelasan:
Idealnya seorang yang berjalan di jalannya karma-yoga adalah bekerja sesuai dengan tugasnya tanpa terpengaruh oleh tugas itu secara duniawi. Dan kondisi semacam ini tidak dapat dicapai dengan tidak mengacuhkan atau menelantarkan pekerjaan itu sendiri. Aktiflah, sabda Bhagavat Gita, tetapi tanpa pamrih atau mengharapkan suatu imbalan sekecil apapun juga‘. Yang penting bukan tidak acuh pada pekerjaan, tetapi tidak acuh pada nafsu-nafsu indra kita yang serakah dan tidak terkendali.

Bekerjalah, berproduktiflah dalam setiap hal, tetapi janganlah kita menciptakan kekacauan atau hal-hal yang buruk atau negatif. Ciptakanlah sesuatu yang indah, yang positif untuk dirimu dan semua di sekitarmu dan semua perbuatanmu selama tidak dilakukan dengan nafsu egois, dan selama tidak bemotifkan pamrih akan indah dan berguna untuk semuanya.

Siddhi adalah kesempurnaan, dan kesempurnaan biasanya tercapai dari suatu ketenangan atau keheningan. Dan ciri-ciri khas seorang yang penuh dengan siddhi ini adalah: . .
1. Ia memiliki disiplin yang kuat sekali dalam mengendalikan keinginan keinginan indra-indranya, bahkan sampai ke hal hal yang terkecil sekali pun.
2. Ia telah belajar dan sadar bahwa “egonya harus dibunuh, apapun bentuk ego itu.’ ’Ada dua jalan ke arah siddhi ini:
3. tidak mengikuti jalan pikiran yang duniawi, dan
4. tidak mementingkan hal-hal yang bersifat duniawi.

Agar pikiran kita selalu tenang dah tak tergoyahkan maka perlu sekali untuk mengesampingkan semua unsur-unsur duniawi yang ada di sekitar kita. Seseorang yang tekun bermeditasi harus selalu mengatakan pada dirinya: uang, rumah, ‘ keluarga, istri, anak, harta milik, kekuasaan, rasa hormat dan lain sebagainya adalah milik Sang Maya, dan bersifat tidak abadi, hanya Sang Atman yang abadi! Dan pikiran semacam ini harus betul betul dihayati dan tertanam di dalam benak kita sehari-hari.

Seseorang yang stabil meditasinya tak akan terganggu oleh berbagai pikiran yang keluar masuk dalam kepalanya. Semua itu dipikirkannya secara santai dan tenang dan tidak secara serius. Meditasi yang benar akan menghasilkan seseorang yang selalu gembira. Bercahaya roman-mukanya, penuh dengan enersi dan dinamik tindak tanduknya Pikiran pikiran yang negatif tak akan membantunya sama sekali tapi berpikir secara positif dan mengesampingkan kepentingan pribadi dan tidak terpengaruh oleh semua unsur-unsur duniawi akan menghasilkan energi yang positif bagi seorang yang gemar bermeditasi.

Bagi seorang yang ingin mencapai ketenangan, maka dianjurkan untuk belajar bermeditasi pada seorang guru yang telah mencapai suatu kesempurnaan, karena dari diri sang guru ini akan terpancar keluar getaran yang amat positif bagi sang murid. Tanda-tanda seorang spiritual yang telah mencapai ketenangan jiwa ini, adalah selain jiwanya betul -betul telah tenang tak tergoyahkan, juga ia tak akan pernah terpengaruh oleh semua kejadian-kejadian di dunia ini.

3.11

devān bhāvayatānena
te devā bhāvayantu vaḥ
parasparaḿ bhāvayantaḥ
śreyaḥ param avāpsyātha


Dengan yagna. atau pengorbanan, berikanlah kepada para dewa, dan para dewa akan memberikannya kembali kepadamu yang kau pinta.

3.12

iṣṭān bhogān hi vo devā
dāsyante yajña-bhāvitāḥ
tair dattān apradāyaibhyo
yo bhuńkte stena eva saḥ


Dengan saling memberikan kepada mereka ini dikau akan mencapai Kebaikan Yang Utama. Dengan mendapatkan pengorbanan. para dewa akan memberkahimu dengan yang kau pinta. Dan barangsiapa yang menerima berkah dari para dewa tanpa berkorban kembaIi kepada mereka . . . adalah betul betul seorang pencuri.

Penjelasan: Di salah satu kitab suci Hindu Kuno yang disebut Vishnu Purana, dapat kita baca suatu kisah di mana para dewa menurunkan hujan kepada manusia yang melakukan upacara korban kepada dewa-dewa ini. Hal yang sama masih kita lakukan juga pada waktu-waktu tertentu dewasa ini di mana ada kepercayaan agama Hindu. Para dewa ini sebenamya diciptakan Yang Maha Esa untuk menjadi pelindung atau partner dari manusia, dan sebaliknya manusia yang memuja dewa dewa ini dengan tujuan tertentu diharuskan untuk berkorban kepada dewa-dewa ini. Dengan ini akan tercapai kerja-sama yang baik antara dewa-dewa dan manusia demi langgengnya kehidupan dunia ini dengan segala kesibukannya. Para dewa tidak saja dapat memberikan harta-benda duniawi, tetapi ‘juga dapat dipanggil melalui mantra-mantra tertentu baik untuk penyembuhan atau untuk meminta melawan perbuatan jahat. Tetapi ingat dari dewa untuk dewa, dari Yang Maha Esa untuk Yang Maha Esa, dan setiap tindakan untuk Yang Maha Esa berarti lebih dekat lagi denganNya.

Juga terdapat makna lain dari pengorbanan ini yaitu, agar apa yang kita lakukan itu hasilnya dapat kita bagi juga untuk yang lainnya dan tidak hanya untuk diri sendiri. Di Manava Dharma Shastra tertulis: “Seseorang hanya memakan dosa, sekiranya ia memasak untuk dirinya sendiri!”

Sekiranya sewaktu kita makan, alangkah baiknya kalau dimulai dulu dengan doa dan kita serahkan dulu yang kita makan kepadaNya dan kemudian kita bagi juga bagi sesama mahluk lain, misalnya dengan membuang sedikit nasi yang kita makan untuk semut-semut dilhalaman rumah, atau untuk anjing dan kucing piaraan di rumah, dan lebih dari itu kalau ada kelebihan dibagi kepada fakir miskin atau orang lain yang membutuhkannya. Memberikan sesuatu yang berlebihan di rumah kita adalah pekerjaan sosial yang dianjurkan setiap agama, karena merupakan titipan dariNya juga untuk orang-orang lain yang membutuhkannya. Dan ingatlah setiap orang yang kikir selalu kehilangan sebagian dari harta bendanya atau kebahagiannya karena hukum alam akan berlaku atas orang yang berlebih lebihan miliknya baik itu dalam bentuk materi atau yang bersifat abstrak seperti pikiran atau rasa.

3.13
yajña-śiṣṭāśinaḥ santo
mucyante sarva-kilbiṣaiḥ
bhuñjate te tv aghaḿ pāpā
ye pacanty ātma-kāraṇāt

 Mereka yang baik, adalah yang memakan sisa-sisa dari yang telah dikorbankannya, dan mereka-mereka ini akan lepas dari dosa-dosa. Tetapi yang tak beriman hanya memikirkan diri mereka sendiri yang mereka makan hanyalah dosa.

Penjelasan:  Dengan membagi makan atau kelebihan harta-benda kita kepada sesamanya yang membutuhkannya, dan menyerahkan setiap tindakan dan posesi kita kepadaNya, maka lambat-laun akan terjadi proses pembersihan dan pemurnihan diri kita pribadi.

3.14

annād bhavānti bhūtāni
parjanyād anna-sambhavaḥ
yajñād bhavati parjanyo
yajñaḥ karma-samudbhavaḥ

Dari makanan terbentuklah mahluk-mahluk, dari hujan terbentuklah makanan hujan terbentuk dari yagna atau pengorbanan dan pengorbanan lahir dari aksi (karma).

Penjelasan: Di sini terlihat bahwa roda kosmik berputar secara sistimatis berdasarkan yagna atau pengorbanan. Dengan ini’kita seharusnya sadar bahwa bctapa besamya sebenarnya nilai dari suatu yagna atau amal yang tulus, yang demi Ia semata-mata tanpa mengaharapkan pahala atau pamrih.

3.15
karma brahmodbhavaḿ viddhi
brahmākṣara-samudbhavam
tasmāt sarva-gataḿ brahma
nityaḿ yajñe pratiṣṭhitam

 Ketahuilah oleh dikau bahwa karma (aksi) timbul dan‘ Sang Brahma, dan Sang Brahma datang dari Yang Maha Esa (Yang Tak Terbinasakan). Jadi Sang Brahma yang selalu ada selalu hadir pada setiap pengorbanan.

Penjelasan:
Dunia diciptakan oleh Sang Purusha Tunggal (Sang Brahma) dengan penuh pengorbanan besar yaitu dirinya sendirii Tangan-tangan kaki-kakinya tersebar ke seluruh dunia (di alam semesta). Berkat pengorbanan inilah dunia diciptakan dan berkat pengorbanan-pengorbanan dari berbagai dewa-dewa, para pahlawan-pahlawan, manusia-manusia suci sepanjang masa, maka dunia ini sampai sekarang masih bisa bertahan. Lihatlah di sekitar kita, kalau ada yang berbuatjahat maka pasti ada individu lain yang berbuat baik untuk menetralisir keadaan ini. Ini berarti sebenarnya tanpa kita sadari setiap pengorbanan yang mengorbankan dirinya sendiri sedang atau sudah berusaha menstabilkan alam dan unsur-unsur yang ada di alam ini sendiri.

3.16
evaḿ pravartitaḿ cakraḿ
nānuvartayatīha yaḥ
aghāyur indriyārāmo
moghaḿ pārtha sa jīvati

 Seseorang yang hidup di dunia ini tanpa mau menggerakkan roda-roda pengorbanan, adalah seorang yang penuh dengan dosa dan nafsu-nafsu duniawi. Orang semacam ini. oh Arjuna, hidup secara sia-sia.

Penjelasan: Seorang yang hidupnya adalah untuk diri-pribadinya sendiri, sebenarnya kehilangan nilai-nilai kehidupan yang berarti. Yang rugi sebenarnya adalah dirinya sendiri.

3.17
yas tv ātma-ratir eva syād
ātma-tṛptaś ca mānavaḥ
ātmany eva ca santuṣṭas
tasya kāryaḿ na vidyāte

Tetapi seseorang yang bahagia di dalam Sang Atmannya sendiri, yang merasa cukup dengan Dirinya, dan selalu puas oleh Dirinya . . . untuk orang semacam ini sebenarnya tidak ada pekerjaan yang harus diselesaikan.

Penjelasan:
Seseorang yang telah menemukan kebahagian dan kedamaian di dalam Sang Atman (Jati Dirinya sendiri), yang bcrsemayam di dalam dirinya scndiri, tidak perlu menyelcsaikan pekerjaannya, ujar Sang Krishna penuh makna. Maksudnya di sini bukan lalu orang semacam ini lalu bermalas-malasan tanpa kerja. Tctapi semua aktivitias baginya bahkan merupakan pekerjaan yang membahagiakan dan menimbulkan rasa damai baginya, karena ia berpikir sebagai alat ia dipakai oleh Yang Maha Kuasa, dan setiap pekerjaan atau problema bukanlah jadi beban lagi

Tetapi kewajban yang ditunggu-tunggu olehnya. Secara mental ini berarti sama saja tidak ada ‘pekerjaan’ untuknya Semata. Bukankah Yang Maha Esa sendiri mengorbankan DiriNya sendiri untuk menjadi seorang manusia, yaitu Sang Krishna’ agar dapat secara langsung dan pribadi mengajarkan Bhagavat Gita kepada kita semuanya. Tidak ada suatu bentuk pekerjaan yang kotor bagi yang telah mcnemukan Jati Dirinya, karena Ia selalu akan dituntun oleh Sang Atman sesuai dengan kehendakNya.

3.18
naiva tasya kṛtenārtho
nākṛteneha kaścana
na cāsya sarva-bhūteṣu
kaścid artha-vyapāśrayaḥ

Ia tidak punya kepentingan pribadi di dunia ini baik ia melakukan sesuatu maupun ia tidak melakukan sesuatu. la tidak bersandar kepada siapapun untuk mencapai (atau mendapatkan) sesuatu dalam hidupnya.

Penjelasan:
Orang yang telah mencapai taraf kéjiwaan ini benar-benar adalah seorang manusia yang amat bebas hidupnya. Baik ia melakukan sesuatu maupun tidak ia tidak pemah merasa rugi atau untung karena tindakan itu, benar-benar alat sifat dan, statusnya, karena semua tindakan tidak disangkut-pautkan dengan pribadinya. Ia bebas dari segala beban duniawi dan tidak bersandar pada siapapun maupun pada suatu keadaan atau benda-benda dan sekelilingnya, ia hanya bersandar pada Yang Maha Easa semata. Baginya sehari-hari apa saja yang dimakan atau disandangnya walau hanya sedikit sudah terasa amat cukup. Hidupnya sudah menyatu dengan ‘ Yang Maha Kuasa, dan segala kejadian-kejadian duniawi seperti huru-hara, peperangan, musibah dan lain sebagainya, walaupun di perhatikannya secara manusiawi sekali sebenarya tidak lagi berpengaruh terhadapnya. Tanpa disadarinya maupun tidak disadarinya lepas sudah kewajiban-kewajiban duniawi dari dirinya, yang ada hanya kewajibannya terhadap Yang Maha Kuasa. Bekerja atau tidak sama saja baginya. tetapi ia akan selalu bekerja terus tanpa henti dan tanpa pamrih, karena setelah mengenal Sang Atman, ia akan sadar bahwa semua adalah satu. dan apapun yang dilakukannya atau dikorbankannya adalah dari Dia, oleh Dia dan untuk Dia scmata.

3.19
tasmād asaktaḥ satataḿ
kāryaḿ karma samācara
asakto hy ācaran karma
param āpnoti pūruṣaḥ

Seyogyanyalah dikau selalu mengerjakan kewajibanmu tanpa rasa keterikatan. Karena dengan bekerja tanpa pamrih seseorang akan mencapai Parama Yang tertinggi.

Penjelasan:
Bekerjalah selalu tanpa pamrih, inilah pesan inti dari Bhagavat Gita yang tidak bosan-bosannya diulang-ulang oleh Sang Krishna bagi kita semua. Dengan dedikasi yang bcrkesinambungan, yang secara konstan dilakukan oleh seseorang terhadapnya. maka suatu saat pasti orang atau pcmuja ini akan mencapai Kebenaran Yang Sejati. Yang Tertinggi sifatnya. Janganlah ragu dan bimbang akan hasil pekerjaan itu, maka yang bekcrja secara murni untuk Yang Maha Kuasa tidak akan gentar dengan segala hasil yang diperolehnya. Orang semacam ini tidak akan memaksakan suatu pekerjaan tertentu tetapi akan srlaku bekerja sesuai dengan kehendakNya. Dan bekerja tanpq keterikatanbakqnbsukses atau tidaknya, bqhkqn tanpa pamrih. Dan bekerja tanpa pqmrih ini akan melepaskqn kita dari ikatan ikatan duniawi ini. Dan bebaslah kita sesungguh sungguhnya bebas.

3.20
karmaṇaiva hi saḿsiddhim
āsthitā janakādayaḥ
oka-sańgraham evāpi
sampaśyan kartum arhasi

 Janaka dan juga yang lain-lainnya benar-benar mencapai kesempurnaan dengan bekerja. Dan dikau pun seharusnya bekerja dengan dasar kesejahteraan dunia ini.

Penjelasan:
Raja Janaka Dari Mithila, adalah seorang raja yang amat kaya-raya dan agung sifatnya. Ia juga adalah seorang karma-yogi yang ideal, karena ia memerintah kerajaannya demi Yang Maha Kuasa tanpa sedikit pun ambisi pribadi atau merasa semua itu miliknya pribadi. Ia berhasil menguasai egonya dan pernah berkata, “Seandainya kerajaan Mithila ini terbakar tidak ada sesuatu pun punyaku yang hilang.” Raja Janaka berkuasa dikerajaannya sampai akhir hayatnya karena ia merasa bekerja demi yang lainnya dan menjadi contoh atau model untuk raja-raja yang lainya agar bekerja demi Yang Maha Kuasa semata. Suatu saat kemudian Sang Raja ini mencapa kesempurnannya dengan bekerja terus-menurus, tanpa pamrih demi Yang Maha Kuasa. Boethius seorang filsuf Barat pernah berkata: “Seseorang tak akan pernah pergi ke sorga kalau hanya ia sendiri yang ingin ke sana.”

3.21
yad yad ācarati śreṣṭhas
tat tad evetaro janaḥ
sa yat pramāṇaḿ kurute
lokas tad anuvartate

Apapun yang dilakukan oleh seorang pemimpin, maka masyarakat akan mengikutinya. Masyarakat akan meniru sama kaidah-kaidah yang dilaksanankan oleh pimpinan itu.

Penjelasan: Masyarakat selalu cenderung untuk meniru tingkah-laku dan kehidupan seorang pemimpin bangsa. Seandainya seorang pemimpin atau pemuka masyarakat bertindak religius, bijaksana, rendah-hati, hidup sederhana dan tidak serakah pada kekuasaannya, maka masyarakat akan menghormatinya dan bertindak sama dalam kéhidupan mereka sehari-hari. Tetapi seandainya seorang pemimpin mulai bertindak serakah, menyalah-gunakan kekuasaannya, memerintah dengan angkara-murka. dan korupsi, maka jajaran menteri-menteri dan para bawahan-bawahan menteri sampai ’ke pamong-praja dan masyarakat akhimya, akan bertindak sama. karena itulah pola atau kaidah-kaidah yang telah diterapkan oleh sang pemimpin, yang lambat-laun menjalar ke semuanya dan terasa biasa oleh para pelaku-pelakunya.

3.22
na me pārthāsti kartavyaḿ
triṣu lokeṣu kiñcana
nānavāptam avāptavyaḿ
varta eva ca karmaṇi


Tidak ada sesuatu apapun di ketiga loka ini yang Kukerjakan oh Arjuna atau pun ingin mencapai sesuatu yang belum tercapai, tetapi Aku selalu aktif bekerja.

Penjelasan: Yang Maha Kuasa sebenarnya tidak perlu bekerja untuk menunjang alam semesta ini beserta seluruh isinya, tetapi Ia memberikan contoh yang baik dengan menitis menjadi Sang Krishna dan mengajarkan Bhagavat Gita kepada manusia agar jalan lurus ke arahNya.

3.23
yadi hy ahaḿ na varteyaḿ
jātu karmaṇy atandritaḥ
mama vartmānuvartante
manuṣyāḥ pārtha sarvaśaḥ


Karena, kaiau Aku tidak aktif. maka mereka-mereka yang aktif dan penuh pengorbanan tidak akan mencontoh Diriku, oh Arjuna!

Penjelasan: Sekali lagi Yang Maha Kuasa memberikan keteladanan yang amat agung, agar mereka-mercka yang bekerja demi dan untukNya semata makin aktif saja untuk bekerja demi sesamanya dan demi Yang Maha Kuasa. Di sini terlihat bahwa Bhagavat Gita tidak mcnganjurkan siapa saja untuk berdiam diri tanpa berbuat sesuatu karena merasa semua sudah diatur Yang Maha Kuasa. Tetapi sebaliknya setiap insan dianjurkan untuk selalu bekerja, tetapi harus tanpa pamrih.

3.24
utsīdeyur ime lokā
na kuryāḿ karma ced aham
sańkarasya ca kartā syām
upahanyām imāḥ prajāḥ


Seandainya Aku berhenti bekerja maka dunia ini akan runtuh, dan Aku jadi penyebab kekacauan, dan semua manusia-manusia ini akan binasa.

3.25
saktāḥ karmaṇy avidvāḿso
yathā kurvanti bhārata
kuryād vidvāḿs tathāsaktaś
cikīrṣur loka-sańgraham


Ibarat seorang bodoh yang bekerja demi hasilnya, oh Arjuna, maka seyogyanyalah seorang yang bijaksana juga bekerja, tetapi tanpa pamrih, dan dengan tujuan untuk kelangsungan hidup di dunia ini.

Penjelasan: Kontradiksi antara yang bodoh (jurang pengetahuannya) dan yang bijaksana jelas sekali di sloka atas ini. Yang pertama bekerja demi suatu motif dan untuk kepentingan dirinya sendiri, sedangkan yang bijaksana bekerja tanpa pamrih dan  untuk sesamanya. Pekerjaannya sama, motif dan tujuannya lain.

3.26
na buddhi-bhedaḿ janayed
ajñānāḿ karma-sańginām
joṣayet sarva-karmaṇi
vidvān yuktaḥ samācaran


Janganlah seorang vidvan (bijaksana) mencegah pikiran mereka-mereka yang terikat kepada pekerjaan mereka. Tetapi bertindaklah berdasarkan ilmu pengetahuan ini. .sesuai dengan kehendakKu. dengan begitu memberikan inspirasi (atau mengajarkan) mereka untuk bertindak yang betul.

Penjelasan: Jangan mengusik atau mengritik mereka mereka yang terikat pada kehidupan dan pekerjaan mereka, karena kesadaran yang sejati harus datang dari hati-nurani mereka sendiri. Kewajiban seorang yang bijaksana adalah memberikan contoh contoh kepada orang-orang semacam ini, dengan begitu menimbulkan kesadaran atau inspirasi kepada mereka, bahwa bekerja atau hidup ini sebenarnya untuk Yang Maha Esa semata dan bukan untuk kepentingan diri pribadi sendiri. Dengan bertindak begitu seorang yang bijaksana akan bertindak sesuai dengan kemauan atau kehendak Yang Maha Kuasa Yang tak pernah memaksakan kehendak atau keinginanNya untuk diikuti seseorang. Setiap orang bebas untuk memuja atau tidak memujaNya, untuk berperilaku baik atau buruk.

Jangan sekalikali kita meremehkan kepercayaan orang-orang lain, apapun kepercayaan dan keyakinan mereka, bahkan seharusnya kita harus menghormatinya dan kemudian membantunya untuk lebih mengenal Yang Maha Esa dan bertugas demi Yang Maha Esa. Setiap simbol yang dipuja atau tindakan atau kepercayaan seseorang sebenamya merupakan suatu proses atau tindakan atau anak-tangga dari setiap individu untuk ke Yang Maha Esa juga, tetapi karena “kebodohan” seseorang maka ia berjalan atas konsep atau pengertian yang salah, pada hal yang ditujunya adalah Kekuatan Yang Abadi juga. Dan setiap individu ini suatu saat secara perlahan tetapi pasti akan menuju ke Yang Maha Esa juga. Jadi sebaiknya seorang yang bijaksana memperbaiki dam membantu mengarahkan orang=orang ini ke jalan yang benar, dan tidak sekali-kali memaksa atau menertawakan kepercayaan orang lain.

3.27
prakṛteḥ kriyamāṇāni
guṇaiḥ karmaṇi sarvaśaḥ
ahańkāra-vimūḍhātmā
kartāham iti manyate


Sebenarnya semua tindakan (aktifitas) dilakukan berdasarkan sifat-sifat alam (ketiga guna), tetapi seseorang yang penuh dengan rasa egois (ahankara) akan berpikir: Akulah yang melakukannya.”

3.28
tattva-vit tu mahā-bāho
guṇa-karma-vibhāgayoḥ
guṇā guṇeṣu vartanta
iti matvā na sajjate


Tetapi seseorang. oh Arjuna, yang sadar benar akan perbedaan antara Sang Jiwa dan sifat-sifat alam serta cara kerja sifat-sifat alam ini, tak akan terikat pada pekerjaannya, karena ia sadar bahwa yang bekerja sebenarnya adalah sifat-sifat alam ini.

Penjelasan: Seseorang yang bijaksana sadar bahwa Sang Atman (yang bersemayam di dalam diri kita), tak akan tercemar oleh pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan orang tersebut. Seperti juga halnya Sang Atman ini tidak dapat dibakar, dibunuh atau dihancurkan. Orang bijaksana ini pun sadar bahwa yang bertindak dengan aktif sebenarnya bukan Sang Atman tetapi adalah ketiga sifat alam yang disebut guna. dari Sang Prakriti. Scdangkan seseorang yang tidak bijaksana atau yang kurang pengetahuannya merasa semua tindakan yang dilakukannya berasal dari dirinya semata.

Secara sadar seorang yang bijaksana mengorbankan segala tindakannya kepada Yang Maha Esa, dan secara otomatis ia akan selalu bekerja melawan segala dosa dan cobaan agar dirinya makin bersih dan dapat lepas dari segala kegelapan. Penderitaan dan kekotoran duniawi ini. Jalan ini menuju ke jalan “tanpa pamrih.” Karena seseorang yang bijaksana sadar bahwa yang bekerja sebenarnya bukan Sang Atman tetapi sifat-sifat prakriti yang menimbulkan berbagai raga”aktivitas atau tindakan. Sifat berinteraksi dengan sifat; dan benda berinteraksi dengan benda. Sang Atman sendiri selalu teguh sebagai saksi.

3.29
prakṛter guṇa-sammūḍhāḥ
sajjante  guṇa-karmasu
tān akṛtsna-vido mandān
kṛtsna-vin na vicālayet


Mereka-mereka yang di dalam kegelapan akibat sifat-sifat alam ini terikat pada pekerjaan-pekerjaan yang ditimbulkan oleh sifat-sifat Ini. Seorang yang sadar semuanya itu tak akan menggoyahkan pikiran seseorang Iain yang hanya mengerti sebagian kecil.

Penjelasan:
Seseorang yang bijaksana akan membantu tanpa pamrih kepercayaan atau. tindakan positif orang lain yang kurang mengerti ini, dan tidak sekali-kali menimbulkan kekacauan dalam hati orang yang ditolongnya ini. Dengan memberikan contoh-contoh yang baik seseorang yang bijaksana akan membantu orang yang lain scsuai pengabdiannya kcpada Yang Maha Esa.

3.30
mayi sarvāṇi karmaṇi
sannyasyādhyātma-cetasā
nirāśīr nirmamo bhūtvā
yudhyasva vigata-jvaraḥ


Serahkan semua tindakan-tindakanmu kepadaKu, dengan pikiran-pikiranmu bersandar pada Yang Maha Esa. lepas dari segala kemauan dan egoisme, sadarlah dari penyakit(mental)mu, berperanglah dikau, oh Arjuna!

Penjelasan: Dengan menyerahkan semua imbalan atau pamrih dari segala tindakan tindakan kita kepada Yang Maha Esa maka seyogyanyalah seseorang berdoa kepadaNya agar ‘Ia memberkahi alam semesta beserta segala isinya ini dengan segala karuniaNya. Jangan mencari kebahagian pribadi, tetapi berkorbanlah selalu demi sesamamu dan semuanya, demi Yang Maha Esa pada hakikatnya. Serahkanlah semua milikmu kepadaNya, serahkan semua itu dengan jiwa yang penuh dedikasi dan suatu waktu kelak kita pun dapat merasakan datangnya karunia llahi Yang Sejati (Brahmananda). Serahkan semua yang menjadi milikmu, apapun bentuknya, baik secara mental maupun hana duniawi dan sadarlah bahwa la juga yang hadir di setiap benda dan mahluk dialam semesta ini, dan Yang Maha Esa pun akan turun kepada diri kita dan lengkaplah lalu diri kita ini. Dalam setiap tindakan selalulah berdoa. ‘Terjadilah KehendakMu, Yang Maha Kuasa.”

3.31
ye me matam idaḿ nityam
anutiṣṭhanti mānavāḥ
śraddhāvanto ‘nasūyanto
mucyante te ‘pi karmabhiḥ

 Barang siapa menjalankan ajaran ajaranKu ini penuh dengan kepercayaan dan lepas dari mencari cari kesalahan (ajaran ini) maka mereka juga akan lepas dari keterikatan kerja.

3.32
ye tv etad abhyasūyanto
nānutiṣṭhanti me matam
sarva-jñāna-vimūḍhāḿs tān
viddhi naṣṭān acetasāḥ


Tetapi mereka yang mencari-carl kesalahan dalam ajaranKu ini dan tidak bertindak seharusnya ketahuilah mereka-mereka ini buta tentang kebijaksanaan. sesat dan tak berpikiran sehat.

Penjelasan: Bhagavat Gita mengharuskan kita untuk menjalankan ajaran-ajaran Sang Krishna ini dengan konsekwen dan penuh kesadaran, bukan dengan mencari-cari kesalahan dalam ajaran ini. Bukan juga dengan menyalah-gunakan ajaran ini untuk maksud-maksud duniawi tertentu. Mengetahui saja ajaran-ajaran ini tidak cukup, tetapi harus dihayati, dipraktekkan dan dipelajari secara tekun dan berulang-ulang karena selalu merupakan sumber inSpirasi yang tak ada habis-habisnya bagi diri ~ kita, dan kemudian selalu diamalkan untuk sesamanya. Tidak berjalan sesuai dengan ajaran-ajaran ini lambat laun malahan akan menyesatkan seseorang yang menganut agama Hindu atau ajaran Sang Krishna ini.

3.33
sadṛśaḿ ceṣṭate svasyāḥ
prakṛter jñānavān api
prakṛtiḿ yānti bhūtāni
nigrahaḥ kiḿ kariṣyati

Seorang yang penuh dengan ilmu pun bertindak sesuai dengan sifat prakritinya. Setiap mahluk mengikuti sifat-sifatnya masing-masing. Menentang sifat-sifat ini-ini tidak akan berarti apa-apa!

3.34
ndriyasyendriyasyārthe
rāga-dveṣau vyavasthitau
tayor na vaśam āgacchet
tau hy asya paripanthinau

 Keterikatan dan rasa-dualistik yang bertentangan pada obyek-obyek selalu hadir di setiap hal. Janganlah seseorang terbius oleh kedua hal ini. Karena kedua-duanya adalah musuh dan hambatan-hambatan dalam perjalanannya.

Penjelasan: adalah kenyataan bahwa kita dilahirkan dengan sifat-sifat tertentu yang dominan. Tetapi sifat-sifat ini menjadi amat kuat kalau selalu dikaitkan dengan keterikatan duniawi dan rasa dualistik kita, sehingga sering misalnya kita menyukai hal-hal yang terlarang dan tidak menyukai kewajiban-kewajiban tertentu karena tetasa tidak menyenangkan untuk dikerjakan. Semua ini dapat di atasi secara lambat-laun kalau mau kita mendisiplinkan dan belajar secara bersama dengan orang-orang lain tentang hal-hal yang spiritual dan dengan penuh dedikasi bcrtindak dan melihat kedalam diri kita sendiri.

Prakriti itu sendiri bukanlah sesuatu kekuatan yang dinamik. Memang betul dalam kehidupan ini prakriti memainkan peranan yang amat penting dan kuat Pengaruhnya pada kita semua, tetapi selama kita mau menceburkan diri di dalamnya dan mau terseret oleh arusnya, maka selama itu juga kita akan terbenam di dalam Prakriti ini. Tetapi sekali kita menentangnya maka akan timbul kesadaran untuk mengatasinya. Mengatasinya tidak dengan berperang dengan prakriti ini, karena Sukar untuk mengalahkannya, tetapi dengan merubah diri kita yang terbenam ini menjadi ibarat sebuah perahu yang melayarinya. Jadi masih dengan prakriti juga karena memang tidak bisa lepas darinya selama kita masih hidup, tetapi sudah tidak berseret lagi tetapi malahan berlayar dengannya sampai ketujuan. Sekali sudah menyeberang maka selamatlah kita, beginilah orang-orang Hindu mengibaratkan prakriti, sebagai sebuah sungai yang amat kuat arusnya, yang tak perlu ditentang tetapi sebaliknya dilayari saja untuk sampai ke tujuan kita, yaitu Yang Maha Esa.

Keterikatan dan rasa dualistik adalah musuh-musuh kita yang harus dikalahkan. Caranya adalah dengan karma-yoga, kuasailah rasa dualikstik seperti suka dan tak suka. Organ-organ sensual atau indra-indra kita dapat dikalahkan oleh tekad yang kuat. Tetapi jangan menelantarkan atau menjadikan indra-indra kita ini lapar. Tanpa terganggu oleh rasa dualistik ini, yang hadir dalam berbagai bentuk apapun juga, lakukanlah kewajiban-kewajibanmu. Kita

bukanlah boneka-boneka ditangan sang prakriti; prakriti hanya bisa menghambat kebebasan kita tetapi tidak mungkin bisa merampas kebebasan kita kecuali itu mau kita sendiri. Setiap orang memang hanya bisa mengikuti alur-alur sifat-sifatnya belaka, tetapi seyogyanyalah seseorang meneliti dirinya sendiri, melihat sifat-sifat apa saja yang dimilikinya, karena setiap manusia sebenarnya bersifat balans, ada segi negatif dan positifnya. Kembangkanlah yang positif dan kurangilah yang negatif. Sia-sia saja melawan semua itu, sebaiknya menyesuaikan diri dulu, kemudian merubahnya secara perlahan tetapi pasti.

3.35
śreyān sva-dharmo viguṇaḥ
para-dharmāt sv-anuṣṭhitāt
sva-dharme nidhanaḿ śreyaḥ
para-dharmo bhayāvahaḥ


Lebih baik mengerjakan kewajiban atau pekerjaan (svadharma) seseorang, walaupun mengerjakannya kurang sempuna, daripada melakukan kewajiban orang lain, walaupun pelaksanaannya sempurna. Lebih baik mati dalam mengerjakan kewajiban sendiri. Mengerjakan kewajiban orang lain itu penuh dengan mara-bahaya.

Penjelasan: Adalah lebih baik kalau kita mengerjakan pekerjaan yang sudah jadi kewajiban kita walaupun dalam mengerjakannya mungkin saja tidak sempuma, daripada melakukan kewajiban orang lain, walaupun dalam pelaksanaannya mungkin sangat sempurna. Mati dalam melakukan kewajiban kita adalah sesuatu hal yang agung dan sebaliknya dharma yang seharusnya menjadi hak orang lain malahan akan menimbulkan bahaya spiritual bagi kita, seandainya kita memaksakannya juga. Jadi seorang yang bersifat brahmana tidak perlu melakukan pekerjaan seorang waishya. dan begitupun sebaliknya.

Tidak ada masalah bagi Yang Maha Esa mengenai tinggi-rendahnya nilai suatu pekerjaan atau kewajiban, semuanya bagi Yang Maha Esa sama saja sifatnya. Tetapi mengerjakan kewajiban kita masing-masing secara baik dan penuh dedikasi nilainya lebih baik untuk kepuasan batin kita sendiri, dan secara spiritual berkatnya ditentukan olehNya sesuai dengan kehendakNya juga. Seorang tukang sepatu membuat sepatu yang baik, seorang pendeta mengarahkan umatnya dengan penuh dedikasi dan iman, dan seorang raja memerintah dengan bijaksana; jika semua orang bekerja dengan baik sesuai dengan kewajiban dan sifatnya yang asli tanpa menyerobot usaha atau pekerjaan orang lain dengan alasan apapun juga, maka semuanya akan stabil dan harmonis dalam kehidupan ini.

Berkatalah Arjuna.
3.36
Arjuna uvāca
atha kena prayukto ‘yaḿ
pāpaḿ carati pūruṣaḥ
anicchann api vārṣṇeya
balād iva niyojitaḥ

 Oleh sebab apakah seseorang tertarik untuk berbuat dosa pada hal itu bertentangan dengan pikirannya, oh Krishna, seakan-akan dihela oleh daya yang amat kuat?

Penjelasan: Arjuna bertanya seperti juga yang sering kita tanyakan pada diri-sendiri maupun kepada guru guru kita, mengapa seseorang harus berbuat dosa padahal di dalam hatinya mungkin sekali ia tidak ingin melakukan dosa tersebut? Apa yang ada dibalik semua rahasia ini? Seakan-akan ada sesuatu kekuatan yang dahsyat yang menarik manusia untuk terjerumus ke dalam dosa. Apakah manusianya yang lemah, ataukah memang ada semacam musuh manusia yang tidak terlihat oleh mata, dan apakah musuh ini dapat dihilangkan atau dikalahkan? .

Dalam jawabannya di sloka-sloka mendatang, Sang Krishna menunjuk bahwa manusia ini sebenamya bukan mesin-otomatis. Dharma atau kewajiban seseorang telah digariskan berdasarkan kehidupan atau karmanya semasa lampau. Seseorang bisa saja lahir untuk menjadi seorang guru, polisi, pedagang, tukang-kayu, pendeta, pegawai negeri, atau mengabdi kepada fakir-miskin, dan sebagainya. Kewajiban itu sudah digariskan, kita harus menemukannya sendiri sesuai dengan bisikan hati nurani kita. Sedangkan kesucian atau perbuatan dosa seseorang . . kedua hal ini tidak digariskan, jadi terserah kepada orang atau individu yang bersangkutan untuk memilihnya sendiri,’mau berbuat dosa atau hal yang baik-baik saja. Memang karma dan kehidupan sebelumnya akan cenderung untuk menentukan jalan yang kita pilih, tetapi Yang Maha Kuasa pun memberikan kita kekuatan batin, tekad, dan ratio, dan semua ini dapat menentukan jalan apa yang harus kita ambil. Kalau seseorang maunya tersandung terus yah lama kelamaan ia harus jatuh juga, tetapi kalau tekadnya kuat untuk berjalan lurus yah ia tak akan pernah jatuh, atau kalau jatuh ia akan lebih berhati-hati selanjutnya.

Arjuna bertanya, “mcngapa seseorang berbuat dosa padahal belum tentu ia mau melakukannya.” Sebenarnya hal tersebut tidak benar, setiap orang yang berbuat dosa sebenamya di dalam hatinya sudah kalah lebih dahulu dengan cobaan-cobaan yang dihadapinya, baru kemudian ia terjerumus ke dosa itu. Sescorang yang dasamya memang terikat erat pada benda benda dan nafsu nafsu duniawi. Ini akan mudah jatuh setiap ada cobaan. Sebaliknya jika ia penuh tekad untuk bertindak suci dan jauh dari keterikatan duniawi, maka ia akan menang. Dengan kata lain semuanya itu, sebenarnya kembali ke disiplin manusia itu sendiri.

 

Bersabdalah Yang Maha Pengasih:

3.37
śrī-bhagavān uvāca
kāma eṣa krodha eṣa
rajo-guṇa-samudbhavaḥ
mahāśano mahā-pāpmā
viddhy enam iha vairiṇam


Keinginan (kama), kemarahan (krodha), yang lahir dari rajoguna (berbagai ragam nafsu dan keinginan), semua ini serba penuh dengan keserakahan dan penuh dengan pencemaran. lnilah musuh kita di bumi ini.

Penjelasan: Ada dua musuh manusia yang utama di dunia ini, yaitu: kama atau nafsu dan keinginan, dan yang kedua kemarahan (krodha). Kedua-duanya ini adalah dua wajah dari sang rajoguna, dan kedua-duanya adalah musuh yang mematikan bagi manusia. Berhati-hatilah terhadap mereka!

Kita sebaliknya tidak memusatkan pikiran kita pada hal-hal yang duniawi yang kelihatannya menyenangkan. Sekiranya pikiran selalu terpusat kearah suatu obyek yang menyenangkan. Sekiranya pikiran selalu terpusat ke arah suatu obyek yang menyenangkan ini, maka akan timbul suatu pengalaman atau kejadian yang akan membangkitkan nafsu atau keinginan kita, kemudian timbul hasrat untuk mendapatkan obyek tcrsebut dan, menguasainya secara total, dan_ jatuhlah kita ke dalam cengkraman sang Maya. Dan seandainya sebaliknya keinginan tersebut tidak tercapai atau kita tidak puas akan hasil yang tercapai, maka akan timbul rasa amarah, dan rasa amarah ini kalau tidak terkendali dapat menghancurkan segala-galanya. Cara yang terbaik untuk keluar dari cobaan kama ini adalah dengan mengembangkan tckad kita ke jalan yang penuh disiplin dan dedikasi kepada Yang Maha Esa. Bekerja aktif sesuai kcwajiban kita kepada Yang Maha Esa akan banyak menolong kita membentuk tekad itu sendiri, dan tekad ini akan tumbuh terus dengan tegar di dalam diri kita.

3.38
dhūmenāvriyate vahnir
yathādarśo malena ca
yatholbenāvṛto garbhas
tathā tenedam āvṛtam

 Seperti bara-api yang terbungkus oleh asap, seperti cermin yang terlapis oleh debu dan ibarat embrio (janin bayi) yang terbungkus oleh kulit perut -begitu juga ini terbungkus oleh itu.

Penjelasan:
Asap selalu melingkup bara-api, debu selalu menutupi permukaan kaca atau cermin, dan sang jabang bayi selalu berbungkus oleh kulit perut ibunya semasa ia masih belum dilahirkan, begitu pun nafsu ini membungkus Sang Atman kita sehingga tak nampak cahayaNya dari luar

3.39
āvṛtaḿ jñānam etena
jñānino nitya-vairiṇā
kāma-rūpeṇa kaunteya
duṣpūreṇānalena ca


Kebijaksanaan oh Arjuna juga terbungkus oleh api nafsu yang tak terpuaskan ini yang jadi musuh tetap orang-orang yang bijaksana

Penjelasan: Nafsu atau karma yang lapar dapat menjadi musuh dari mereka-mereka yang bijaksana, karena sering sekali nafsu ini dapat menutupi sinar Sang Atman yang bersemayam di hati seseorang yang tidak kuat imannya.

Salah satu ucapan Sang Manu (manusia pertama) yang terkenal adalah: “Nafsu ‘tak perah puas oleh obyek-obyek sensual yang didapatkannya. Semakin banyak yang dicapainya semakin besar ia tumbuh bagaikan bara-api yang tersiram minyak.”

3.40
indriyāṇi mano buddhir
asyādhiṣṭhānam ucyate
etair vimohayaty eṣa
jñānam āvṛtya dehinam 

 Indra-indra, pikiran dan intelegensia (buddhl) adalah tempat-tempat nafsu ini bersemayam. Mencegah kebijaksanaan dengan ini, nafsu menggelapkan sang jiwa yang ada di dalam tubuh.

Penjelasan: Apa saja yang dilakukan oleh kama? Kama atau nafsu ini mencegat selalu di pintu-gerbang indra-indra kita, kemudian kama ini meruntuhkan benteng pikiran kita, dan kemudian masuk kc daerah buddhi (intelegensia) dan menghancurkan kekuatan batin dan tekad kita. Seorang yang bijaksana akan selalu menjaga baik baik gerbang-gerbang indranya dari segala cobaan. Sctiap kenikmatan indra kita baik itu dan mulut, mata, sex dan sebagainya walaupun sedikit sebaiknya menjadi lampu-merah dan peringatan akan bahaya, atau sang musuh yang akan menyalip masuk di saat-saat kita lengah. Begitu kama menguasai segala indra-indra kita, pikiran kita dan ratio kita, maka seseorang akan menuju ke arah kehancuran dirinya. Itulah nafsu yang telah menghancurkan banyak pahlawan-pahlawan besar, orang-orang bijaksanh yang tercatat dalam sejarah baik di Asia, Eropa maupun di mana saja di dunia ini.

3.41
tasmāt tvām indriyāṇy ādau
niyamya Bhārata rṣabha
pāpmānaḿ prajāḥi hy enaḿ
jñāna-vijñāna-nāśanam


Seyogyanyalah, Oh Arjuna, kendalikan indra-indramu dan bantailah nafsu berdosa ini yang menghancurkan gnana dan vignana.

Penjelasan: Gnana dan vignana telah dijelaskan artinya dalam bab-bab yang Ialu dengan berbagai arti. Disini yang penting adalah bahwa jalan pikiran kita harus bersih dan  murni dalam setiap tindakan yang kita ambil. Jalan pikiran atau buddhi kita harus dikendalikan dengan baik atau sang nafsu keinginan akan segera menghancurkan Pcngetahuan dan kebijaksanaan (gnana dan vignana) yang telah kita bina scdikit demi sedikit.

3.42
indriyāṇi parāṇy āhur
indriyebhyaḥ paraḿ manaḥ
manasās tu parā buddhir
yo buddheḥ paratas tu saḥ

 Indra-indra kita itu besar kadarnya. Tetapi pikiran itu lebih besar kadarnya dibandingkan dengan indra-indra itu. Lebih besar lagi kadar buddhi. Tetapi yang lebih besar lagi kadarnya adalah Ia (Sang Atman, Sang lnti Jiwa kita).

Penjelasan: Jadi bagaimana jalan keluar dari dosa? Serahkan saja yang lebih ringan kadarnya kepada yang paling berat. Lepaskan semua itu dan berpalinglah kepada yang paling Inti, dan jalanlah seperti yang selalu dianjurkan Bhagavat Gita sccara berulang-ulang yaitu: Jangan sekali-kali jatuh pada keinginan atau rasa dualisme yang saling bertentangan seperti suka-duka, senang-susah, dsb. Dan bertindaklah selalu dalam setiap hal karena rasa kewajibanmu kepada Yang Maha Esa semata. Bergeraklah dalam kesadaran mulai dari tangga yang pertama yaitu indra-indra kita dulu, lalu kc pikiran kita, dan lambat-laun dari buddhi ke Sang Atman dan suatu saat kelak ke Yang Maha Esa. Sekali kita tak terikat lagi pada nafsu-nafsu duniawi dan telah bersih dari segala kekotoran duniawi, dan sekali kita berubah Jernih maka akan terjadi peleburan diri kita ke Sang Atman dan tahap selanjutnya diantar untuk menyatu dengan Yang Maha Pencipta’.“

3.42
evaḿ buddheḥ paraḿ buddhvā
saḿstabhyātmānam ātmanā
jahi śatruḿ mahā-bāho
kāma-rūpaḿ durāsadam

 Dengan mengetahui Dirinya (Sang Atman) lebih agung dari buddhi, maka kuasailah dirimu (strata yang lebih rendah) dengan Dirimu (Sang Atman, yang lebih tinggi), dan bunuhlan musuhmu yang bernama nafsu ini, musuh yang sukar untuk dikalahkan.

Penjelasan: Musuh dalam bentuk nafsu ini tidak harus dikalahkan saja, tetapi juga harus dihancurkan. Kalau tidak ia akan kembali sewaktu ia kuat lagi untuk menyerang kita. Maka jangan sckali-kali lengah begitu anda mengira bahwa anda sudah kuat, karena musuh yang satu ini sukar untuk dikalahkan. Pasrahkan dan serahkan dirimu kepadaNya dan bertindaklah selalu tanpa pamrih tanpa suatu usaha atau tindakan yang positif maka hidup ini akan gagal. Yang harus diperhatikan dari sabda-sabda Sang Krishna ini adalah bahwa sang musuh ini selalu hadir sebagai musuh dalam selimut dan akan mcnyerang kita di saat kita lengah atau merasa kuat. Bersatulah dengan Sang Atman, dan bertekadlah untuk membantai musuh nomor wahid ini. dan Ia akan menuntunmu ke jalan yang benar.

Dalam Upanishad Bhagavat Gita, Ilmu Pengetahuan yang Abadi. Karya Sastra Yoga, dialog antara Sang Krishna dan Arjuna, maka karya ini adalah Bab ketiga yang disebut: KARMA YOGA