Semua tulisan dari Shantiwangi

Bhagavad Gita Bab I

BAB I
 GUNDAHNYA SANG ARJUNA

Bermulalah di sini Gita suci yang dituturkan dari Yang Maha Suci Krishna.
Berkatalah Dhristarashtra.
1. 1
Dhṛtarāṣṭra uvāca
dharma-kṣetre kuru-kṣetre
samavetā yuyutsavaḥ
māmakāḥ pāṇḍavāś caiva
kim akurvata sañjaya

Di dataran Nan suci ini (dharmakshetra), tanah kebenaran, tanahnya para Kuru, berkumpullah putra-putraku berserta laskar-Iaskar mereka, dan juga putraputra Sang Pandu (Ayahnda Pandawa) bersiapsiap untuk suatu yudha. Apa saja yang sedang mereka lakukan beritakanlah kepadaku, wahai Sanjaya. .

Penjelasan: Kurukshetra disebutjuga dhamzakshetra, terletak di Hastinapura di utara Kota New Delhi yang modern dewasa ini. Tempat ini di masa yang silam dianggap suci karena sering dipergunakan oleh para resi, kesatria untuk bertapa, bahkan kabarnya juga oleh para dewa-dewa.

Salah satu kata pertama yang disebut di sloka pembukaan Bhagavat Gita di atas ini adalah kata dharma, inilah inti sebenamya yang harus diresapkan oleh sidang pembaca, karena inilah salah satu pesan sesungguhnya Bhagavat Gita. “Bangunlah jiwa dan ragamu dengan dan untuk dharma.” Kata dharma berasal dari kata “Dhru” yang berarti “pegang.” Dharma adalah kekuatan yang memegang hidup ini, dharma tidak terdapat dalam ucapan-ucapan manis, tetapi adalah kesaktian di dalam jiwa kita yang merupakan inti dari kehidupan kita.

Dan Kshetra berarti padan, ladang atau medan. Seyogyanyalah kita bertanya pada pribadi kita masing-masing, “apa sajakah yang selama ini yang telah kutanam dan kupetik dalam hidupku ini, dharma ataukah adarma? Bagi yang menanam dharma maka hidupnya akan menghasilkan karunia Ilahi, dan yang telah melakukan adhanna maka kita dapat bercermin kepada para Kaurawa.

“Bersiap-siap untuk suatu yudha,” Kaurawa menginginkan perang, sedangkan para Pandawa sebenarnya menginginkan perdamaian. Sang Krishna yang Maha Bijaksana berusaha agar perdamaian terwujud, tetapi para Kaurawa selalu menolaknya, maka untuk mempertahankan diri dan menegakkan dharma/kebenaran terpaksalah para Pandawa berperang walaupun dengan laskar yang sedikit. Tempi yang sedikit ini akhimya akan menang karena mereka berjalan tegak di jalan kebenaran.

Dalam ucapan Dhritarashtra yang mengatakan di atas “tanahnya para Kuru” dan juga “putra-putraku,” tersirat adanya rasa egois atau ahankara (angkara) yang besar, inilah sebenarnya sumbef dari segala tragedi dalam hidup ini.

1.2
sañjaya uvāca
dṛṣṭvā tu pāṇḍavānīkaḿ
vyūḍhaḿ duryodhanas tadā
ācāryam upasańgamya
rājā vacanam abravīt

Kemudian pangeran Duryodana. Setelah melihat barisan laskar para Pandawa yang teratur rapi, menghampiri gurunya dan berkata:

Penjelasan: Yang dimaksud guru di sini adalah Dronacharya, guru sang Kaurawa dan Pandawa. Di Baratayudha ini Drona mendukung Karuawa sampai akhir hayatn

1.3
paśyaitāḿ Pāṇḍu -putrāṇām
ācārya mahatīḿ camūm
vyūḍhāḿ drupada-putreṇa
tava śisyena dhīmatā

Lihatlah wahai guruku, barisan Iaskar para Pandawa yang telah siap untuk berperang, mereka semua dipimpin oleh murid Sang Guru yang bijaksana, yaitu putra Sang Drupada.

Penjelasan: Yang dimaksud “murid yang bijaksana” di sini adalah Dhristadyumna. Ia adalah putra Raja Drupada dari kerajaan Panchala. Dia diangkat para Pandawa menjadi panglima perang untuk pihak Pandawa; Dhristadyumna sebenarnya masih amerupakan saudara ipar para Pandawa. Dalam perang ini Resi Dorna akan membunuh Raja Drupada. kemudian Dhristadyumna akan membunuh Drona. Disusul putra Drona yang disebut Asvatama kemudian membunuh Dhristadyumna. Inilah lingkaran karma.

1.4
atra śūrā maheṣv-āsā
bhīmārjuna-samā yudhi
yuyudhāno virāṭaś ca
drupadaś ca mahā-rathaḥ

 Di sinilah para pahlawan-pahlawan besar berkumpul. dari Bima, Arjuna ke yang tak kalah kehebatannya yaitu Yuyudana, Virata dan Drupada.

1.5
dhṛṣṭaketuś cekitānaḥ
kāśirājaś ca vīryavān
purujit Kuntī bhojaś ca
śaibyaś ca nara-puńgavaḥ

Juga Dhrishtaketu, Chekitané darrraja besar dari Kashi, Purujit, Kuntiboja dan Shaibya, semuanya pendekar-pendekar Nan sakti wirawan.

1.6
yudhāmanyuś ca vikrānta
uttamaujāś ca vīryavān
saubhadro draupadeyāś ca
sarva eva mahā-rathāḥ

Juga yang gagah berani yaitu. Yudhamanyu dan Uttamauja, Saubadra dan putra-putra Draupadi. Bima: Putra kedua dari Pandu. Yang kedua dari para Pandawa.
Arjuna: Yang ketiga dari Pandawa bersaudara. Dan yang paling dikasihi Sang Krishna. Yuyudana: Disebut juga Setyaki. Pahlawan yang gagah perkasa.
Virata: Raja dari Matsya-desha. Seorang raja Nan arif-bijaksana. Selama pengasingan para Pandawa di hutan (13 tahun lamanya), tahun terakhir pengasingan ini para Pandawa menyamar dan bersembunyi di istana Raja Viram. Alkisah putri sang raja kemudian dikawinkan dengan Abimanyu. Putra Arjuna. Dhristaketu: Putra Sishupala, raja dari Chedi-desha.

Chekitana: Salah satu pendekar yang gagah berani yang memimpin salah satu dari tujuh divisi laskar Pandawa.

Purujit dan Kuntibhoja: Saudara-saudara laki dari ibu Kunti ibunya sang Pandawa. Shaibya: Raja suku Sibi. Duryodana menyebutnya sebagai banteng diantara manusia, karena ia adalah seorang pendekar sakti yang benenaga luar biasa.
Yudhamanyu dan Uttamauja: Pangeranpangeran dari Panchala, juga merupakan pendekar pendekar nan saktiwirawan. Keduanya dibunuh Ashvathama sewaktu sedang tidur.
Saubhadra: Putra Arjuna dan Subadra (adik sang Krishna). Ia dikenal juga dengan nama Abimanyu. Dalam perang ini ia memperlihatkan kepahlawanan nya yang luar biasa.

Putra-putra Draupadi: Mereka berjumlah lima orang, yaitu Prativindhya, Srutasoma, Srutakirtti, Satanika dan Srutukarman.Pendekar-pendekar di atas semuanya kalau bekerja untuk perdamaian niscaya akanmenghasilkan suatu suasana damai bagi semuanya, tetap rupanya takdir menentukan yang lain, dan itulah misteri Ilahi yang tak akan mungkin terjangkau oleh kita manusia ini.

1.7
asmākaḿ tu viśiṣṭā ye
tān nibodha dvijottama
nāyakā mama sainyasya
saḿjñārthaḿ tān bravīmi te

Ketahuilah juga, oh Engkau yang teragung di antara yang dilahirkan dua kali, pemimpin-pemimpin dan pendekar-pendekar di pihak kami, akan kusebutkan mereka demi Engkau yang kuhormati.

Penjelasan: “Yang teragung diantara yang dilahirkan dua kali” adalah ungkapan yang ‘ditujukan kepada Rsi Drona, karena sang resi ini adalah seorang brahmana dan biasanya kaum brahmana dianggap lahir dua kali. Maksudnya: pertama seorang brahmana harus lahir di dunia fana ini. telapi di dunia ini ia harus menjalani kehidupan kebatinan demi Sang Maha Esa jadi “Iahir” lagi dengan meninggalkan semua nafsu keduniawian demi pengabdiannya ke masyarakat dan Tuhan Yang Maha Esa. Inilah tugas seorang Brahmana seharusnya.

1.8
bhavān bhīṣmaś ca karṇaś ca
kṛpaś ca samitiḿ-jayaḥ
aśvatthāmā vikarṇaś ca
saumadattis tathāiva ca

Pertama-tama Dikau yang mulia Drona kemudian Bhisma, Kama dan Kripa yang tak terkalahkan dalam setiap yudha juga Ashvatama Vihana dan putra Somadatta.

1.9
anye ca bahavaḥ śūrā
mad-arthe tyakta-jīvitāḥ
nānā-śastra-prāharaṇāḥ
sarve yuddha-viśāradāḥ

Dan banyak Iagi pahlawan-pahlawan lainnya yang bersedia mengorbankan jiwa-raga mereka. Bersenjatakan berbagai senjata-senjata yang sakti. Kesemuanya ahli-ahli perang yang tiada taranya.

Bhisma: Pendekar tua yang ditunjuk menjadi panglima tertinggi di pihak Kaurawa, yang sebenarnya masih “kakek” para Kaurawa dan Pandawa, Bhismalah sebenarnya yang membesarkan raja Dhristarashtra dan para Kaurawa-Pandawa. Beliau amat mencintai para Pandawa, telapi dalam perang ini beliau berpihak kepada para Kaurawa karena berhutang budi dan setia kepada Kaurawa sesuai dengan janjinya. Tempi Bhisma pemah bersumpah dihadapan Duryodana lak akan pemah membunuh para Pandawa; dalam perang Baratayudha ini Bhisma membuktikan kehebatannya sampai akhir hayatnya. Karna: Saudara tiri para Pandawa, adalah teman akrab Duryodana. Oleh Duryodana, Kama diangkat menjadi raja Anga (sekarang disebut daemh Bengal di India). Sebenamya Kama adalah seorang kesatria maha-sakn’ yang penuh dengan kasih-sayang kepada sesamzmya, lempi terikal sumpah setianya kepada Duryodana maka ia memilih pihak Kaurawa. Setelah malinya Drona‘ Kama diangkat menjadi panglima tertinggi Kaumwa tetapi hanya berlangsung dua hari saja, karena kemudian ia mati di tangan Arjuna. saudam tirinya sendiri. Beginilah kehendak Dewala. Kripa: Saudara ipar resi Drona. la adalah dianlara tiga pendekar dari pihak Kaurawa yang tidak gugur dalam pcrang Bamlayudha. Ahsvatama: Putra resi Drona. juga salah seorang panglima pemngnya Kaurawa yang terkenal liciknya. Vikarna: Putra keliga mja Dhrislarashtra. adik Duryodana. Putra Somatlattaz Somadaua adalah raja dari negam Bahikas yang membantu Kaurawa.

1.10
aparyāptaḿ tad asmākaḿ
balaḿ bhīṣmābhirakṣitam
paryāptaḿ tv idam eteṣāḿ
balaḿ bhīmābhirakṣitam

Tak terhitung jumlah laskar kami yang dipimpin oleh Sang Bhisma. sedangkan dipihak mereka (Pandawa) yang dipimpin oleh Bima. jumlah Iaskar mereka sangat mudah untuk dihitung.

Penjelasan: Sebenarnya jumlah tentara Kaurawa memang lebih Banyak dari pihak Pandawa. kabarnya Kaurawa mempunyai Iaskar Iebih banyak empat divisi dibandingkan pihak Pandawa. Ada juga yang menycbutnya berlipat ganda.

1.1 1
ayaneṣu ca sarveṣu
yathā-bhāgam avasthitāḥ
bhīṣmam evābhirakṣantu
bhavāntaḥ sarva eva hi

Dan telah diatur sedemikian rupa sehingga setiap pendekar dan pimpinan divisi berada pada posisi masing-masing dan menjaga Bhisma dengan baik.

Penjelasan: Oleh sementara ahli, ucapan-ucapan Duryodana di ata’s dianggap juga sebagai ungkapan rasa khawatir Duryodana yang merasa di pihak Pandawa terdapat lebih banyak pahlawan-pahlawan sakti, walaupun jumlah laskar mereka lebih sedikit.

1.12
tasya sañjanayan harṣaḿ
kuru-vṛddhaḥ pitāmahaḥ
siḿha-nādaḿ vinadyoccaiḥ
śańkhaḿ dadhmau pratāpavān

Untuk memberi semangat kepada Duryodana, Sang Bhisma yang bijaksana meniup sangkalalanya yang mengeluarkan suara seakana akan anman dahsyat seekor singa.

1.13
tataḥ śańkhāś ca bheryaś ca
paṇavānaka-gomukhāḥ
sahasāivābhyahanyanta
sa śabdas tumulo ‘bhavat

Kemudian dari segala penjuru tambur-tambur dan sangkalala dibunyikan oleh semua pihak, dan hiru‘k-pikuklah suasana waktu itudipenuhi suara-suara ini.

1.14
tataḥ śvetair hayair yukte
mahati syandane sthitau
mādhavaḥ pāṇḍavaś caiva
divyau śańkhau pradadhmatuḥ

Kemudian, duduk di kereta perang Nan agung, dengan pasangan-l pasangan kuda-kuda putih, Sang Krishna dan Arjuna masing-masing meniup sangkalala mereka.

1.15
pāñcajanyaḿ hṛṣīkeśo
devadattaḿ dhanañjayaḥ
pauṇḍraḿ dadhmau mahā-śańkhaḿ
bhīma-karma vṛkodaraḥ

Sang Krishna rrieniup sangkalalanya yang bernama Panchjanya, dan. Arjuna meniup sangkalalanya yang bernama Devadatta, sedangkan Bhima yang perkasa meniup sangkalalanya yang nampak besar, kekar dan kuat, bernama Paundra.

1.16
anantavijayaḿ rājā
kuntī-putro yudhiṣṭhiraḥ
nakulaḥ sahadevaś ca
sughoṣa-maṇipuṣpakau

Raja Yudhistira, putra ibu Kunti, meniup Anantawijaya, NakUla dan Sahadewa masing-masing meniup Sugosha dan Manipuspaka. Raja Yud/zistira: Yang tertua di antara Pandawa adalah seorang maharaja yang berwatak tenang, penuh kasihasayang dan amat bijaksana dalam segala tindak-tanduknya, tak pemah bohong dalam segala hal. Beliau dikenal lebih sebagai seorang negarawan dari pada seorang pendekar yang gemar berperang. Sangkalala yang dimilikinya disebutAnantavijaya yang berani “kemenangan tanpa akhir” atau juga disebut “suara-kemenangan.“ Nakula: Putra keempat Pandawa dikenal amat mahir berkuda, sangkalala nya bernama Sagosha yang berarti “bersuara indah.” Sahadewa (Sadewa): Putra Pandawa yang paling bungsu memiliki sangkalala yang bernama Manipuspaka yang berarti “mutiara yang mekar” atau “bunga-bunga mutiara,” karena sangkalala yang satu ini teramat indahnya, selain bentuknya laksana mutiara ditaburi pula dengan mutiaramutiara asli yang indah.

1.17
kāśyaś ca parameṣv-āsaḥ
śikhaṇḍī ca mahā-rathaḥ
dhṛṣṭadyumno virāṭaś ca
sātyakiś cāparājitaḥ

Juga yang ikut meniup sangkalalanya masing-masing adalah raja dan ‘ Kashi yang memimpin laskar pemanah. kemudian Sikhandi (Srikandi) yang gagah perkasa, Dhristadyumna. Wata dan Satyaki (Setiakl) yang tak terkalahkan.

1.18
drupado draupadeyāś ca
sarvaśaḥ pṛthivī-pate
saubhadraś ca mahā-bāhuḥ
śańkhān dadhmuḥ pṛthak pṛthak

 Juga Drupada dan putra-putra Draupadi. Dan Juga Saubhadra, semuanya meniup sangkalala mereka dan‘ setiap jurusan. Shikandi (Srikandi) di India sering disebut juga sebagai putra mja (scbcnamya IA seorang banci) Drupada. di Indonesia in dikenal sebagai pahluwnn wanita. merupakan titisan dewi Amba yang mcnuntut balas kepada Bhisma. Panahnya akan menghabisi nyawa Bhisma dalum perang ini. Saryaki adalah Sais kereta pcrang pribadi Sang Krishna.

1.19
sa ghoṣo dhārtarāṣṭrāṇāḿ
hṛdayāni vyadārayat
nabhaś ca pṛthivīḿ caiva
tumulo ‘bhyanunādayan

Suara-suara dahsyat sangkalaIa-sangkalala ini memenuhi langit dan buml tanpa henti-hentinya dan menjatuhkan semangat putra-putra Kaurawa.

1.20
atha vyavasthitān dṛṣṭvā
dhārtarāṣṭrān kapi-dhvajaḥ
pravṛtte śastra-sampāte
dhanur udyamya pāṇḍavaḥ
hṛṣīkeśaḿ tadā  vākyam
idam āha mahī-pate

Kemudian Arjuna yang di kereta perangnya terdapat panji bergambarkan Hanoman. memandang ke arah putra-putra Dhristarashtra yang telah siap untuk berperang; dan tak lama kemudian ketika perang akan segera dimulai. Arjuna memungut busur panahnya.

1.21
Arjuna uvāca
senayor ubhayor madhye
rathaḿ sthāpaya me ‘cyuta
yāvad etān nirīkṣe ‘haḿ
yoddhu-kāmān avasthitān

 Dan berkata kepada Sang Krishna :

 1.22
kair mayā saha yoddhavyam
asmin raṇa-samudyame 

ingin kulihat semua yang di medan ini, mereka yang telah bersiap siap untuk berperang, dengan siapa aku nanti harus berlaga

1.23
yotsyamānān avekṣe ‘haḿ
ya ete ‘tra samāgatāḥ
dhārtarāṣṭrasya durbuddher
yuddhe priya-cikīrṣavaḥ

ingin kulihat mereka-mereka yang berkumpul di sini. yang berhasrat untuk mendapatkan sesuatu yang berharga bagi putra-putra Dhristarashtra yang berhati ibiis itu. Berkatalah Sanjaya

1.24
sañjaya uvāca
evam ukto hṛṣīkeśo
guḍākeśena bhārata
senayor ubhayor madhye
sthāpayitvā rathottamam

Setelah Arjuna selesai dengan kata-katanya. Sang Krishna pun mengarahkan kereta perangnya. kereta yang terbaik diantara semua kereta-kereta perang, ke tengah-tengah, diantara kedua laskar yang berbaris rapi.

1.25
bhīṣma-droṇa-pramukhataḥ
sarveṣāḿ ca mahī-kṣitām
uvāca pārtha paśyaitān
samavetān kurūn iti

Di hadapan Bhisma. Drona dan pendekar-pendekar lainnya. Berkatalah Krishna Lihatlah, oh Arjuna, para Kuru yang sedang berkumpul (di sini).

1.26
tatrāpaśyat sthitān pārthaḥ
pitṝn atha pitāmahān
ācāryān mātulān bhrātṝn
putrān pautrān sakhīḿs tathā
śvaśurān suhṛdaś caiva
senayor ubhayor api

Dan Arjuna pun melihat paman-pamannnya. para sesepuh (kakekkakek), guru-guru, saudara-saudara dari :ibunya. putra-putra dan para cucu, misan dan sahabat-sahabatnya, berdiri berbaris rapi.

1.27
tān samīkṣya sa kaunteyaḥ
sarvān bandhūn avasthitān
kṛpayā parayāviṣṭo
viṣīdann idam abravīt 

Juga terlihat ayah-mertuanya dan para temén yang terdapat di kedua belah pihak. Melihat jajaran sanak-saudaranya yang berbaris rapi ini, Arjuna.

1.28
Arjuna uvāca
dṛṣṭvemaḿ sva-janaḿ kṛṣṇa
yuyutsuḿ samupasthitam
sīdanti mama gātrāṇi
mukhaḿ ca pariśuṣyati
yasyasti bhaktir bhagavaty akiñcana
sarvair gunais tatra samasate śūrāḥ
harav abhaktasya kuto mahad-guna
manorathenasati dhavato bahih:

Tergetar penuh dengan rasa iba dan berkata pilu. Berkatalah Arjuna . Melihat jajaran keluargaku ini, oh Krishna, bersiap-siap untuk berperang.

1.29
vepathuś ca śarīre me
roma-harṣaś ca jāyate
gāṇḍīvaḿ sraḿsate hastāt
tvak caiva paridahyate 

Sendi-sendi badanku terasa lemas dan bibirku terasa rapat, seluruh tubuhku tergetar dan rambutku tegak berdiri.

1.30
na ca śaknomy avasthātuḿ
bhramatīva ca me manaḥ
nimittāni ca paśyāmi
viparītāni keśava 

Busur Gandivaku terlepas dari tanganku dan seluruh kuIitku terasa terbakar; tak kuat aku berdiri tegak Iagi kepalaku serasa berputar putar.

1.31
na ca śreyo ‘nupaśyāmi
hatvā sva-janam āhave
na kāńkṣe vijayaḿ kṛṣṇa
na ca rājyaḿ sukhāni ca 

Dan kulihat pertanda iblis, oh Krishna! Tak kulihat sesuatu apapun yang baik dengan membunuh sanak-saudaraku dalam perang ini.

1.32
kiḿ no rājyena govinda
kiḿ bhogair jīvitena vā
yeṣām arthe kāńkṣitaḿ no
rājyaḿ bhogāḥ sukhāni ca

Tak kuinginkan kemenangan, oh Krishna, tidak juga aku menginginkan kerajaan atau pun kesenangan-kesenangan. Apakah arti sebuah kerajaan untuk kami, oh Krishna, atau pun apakah arti dari kesenangan bahkan hidup ini?

1.33
ta ime ‘vasthitā yuddhe
prāṇāḿs tyaktvā dhanāni ca
ācāryāḥ pitaraḥ putrās
tathāiva ca pitāmahāḥ

 Mereka-mereka ini sekarang berjajar rapi untuk mengorbankan hidup dan harta-benda mereka, sedangkan kami menginginkan kerajaan, kemewahan dan kesenangan, bukankah sebenarnya semua itu diperjuangkan untuk mereka juga. 

1.34
mātulāḥ śvaśurāḥ pautrāḥ
śyālāḥ sambandhinas tathā
etān na hantum icchāmi
ghnato ‘pi madhusūdana 

Yang terdiri dari para guru, ayah, putra-putra dan para kakek, paman, mertua, cucu. saudara-saudara ipar dan sanak-saudara lainnya

1.35
api trai-lokya -rājyasya
hetoḥ kiḿ nu mahī-kṛte
nihatya dhārtarāṣṭrān naḥ
kā prītiḥ syāj janārdana

Aku tak akan membunuh siapapun juga. walaupun aku sendiri boleh mati terbunuh oh Krishna, takkan kuberperang walaupun aku sanggup mendapatkan ketiga dunia ini; apalagi hanya untuk satu yang bersifat duniawi ini?

1.36
pāpam evāśrayed asmān
hatvā itān ātatāyinaḥ
tasmān nārhā vayaḿ hantuḿ
dhārtarāṣṭrān sa-bāndhavān
sva-janaḿ hi kathaḿ hatvā
sukhīnaḥ syāma mādhava 

Setelah membantai putra-putra Dhristarastra, kenikmatan apakah yang dapat kita miliki. wahai Krishna? Seteiah membunuh penjahat-penjahat ini, kita sendiri akan tercemar oleh dosa-dosa-ini.

1.37
yady apy ete na paśyanti
lobhopahata-cetasāḥ
kula-kṣaya-kṛtaḿ doṣaḿ
mitra-drohe ca pātakam

 Tak benar bagi kita untuk membunuh sanak-saudara sendiri, yaitu putra putra Dhristarashtra. Sebenarnya, wahai Krishna, mana mungkin kIta ‘kan bahagia dengan membunuh keluarga kita sendiri?

Penjelasan:  Arjuna adalah seorang pahlawan besar, tetapi menghadapi situasi yang unik ini, ia terhempas ke dalam suatu keragu-raguan yang dalam. Arjuna ke Kurukshetra untuk berperang tetapi tiba-tiba ia tak sampai hati untuk membunuh sanak saudaranya sendiri, walaupun ia tahu mereka-mereka ini berhati iblis. Tiba-tiba ia ragu untuk maju, gundahlah Arjuna dalam “ke akuan” nya.

Bukanlah kita manusia ini sering juga mengalami tekanan-batin yang berat dalam mengambil suatu keputusan yang maha-penting? Bukankah rasa iba sering kali membuka pintu kelemahan kita dan mengantarkan kita ke arah kehancuran itu sendiri? Itu semua karena kita terikat akan sanak-keluarga, harta-benda, nama posisi kita dalam masyarakat. Menjadi budak dari adat-istiadat demi kepentingan egois orang lainnya.

Arjuna terjebak oleh rasa ibanya, oleh adat-istiadat dan simbol-simbol duniawi. Ia lupa tugas manusia sesungguhnya adalah demi dan untuk Yang Maha Esa, dan jalan ke Dia berarti meninggalkan semua milik duniawinya baik yang berbentuk konkrit (nyata) maupun yang berbentuk abstrak. Dalam agama Kristen kita menjumpai suatu persamaan dalam hal ini, Nabi Isa (Yesus) pernah bersabda: “Seandainya sesrorang datang kepadaKu tetapi belum bersedia meninggalkan ayah-bundanya anak-istrinya, dan saudara-saudaranya,maka ia tidak akan menjadi muridKu.” Begitu pun dalam agama Hindu sering kita jumpai tokoh-tokoh spiritual di masa-masa yang silam yang harus meninggalkan “semua miliknya,” kalau sudah memilih jalanNya.

lni bukan berarti Sang Krishna mengecam “rasa-iba” atau perasaan “simpati” atas penderitaan seseorang: rasa-iba sebenamya adalah sifat seorang yang satvik. Tetapi rasa-iba yang sejati menurut versi Bhagavat Gita adalah yang tanpa moha, yaitu keterikatan secara duniawi. Rasa iba yang sejati adalah ekspresi dari cinta atau kasih sayang dari seseorang yang penuh dengan rasa “welas-asih,” dan tidak seseorang pun akan dapat mencintai sesuatu/seseorang dengan sejati tanpa memasuki “sinar pengetahuan llahi.” dan bersedia berjalan lurus (tanpa keterikatan duniawi apapun juga) di jalannya sang dharma. Di atas, untuk sejenak Arjuna ‘ rupanya lupa akan dharmanya. Arjuna lupa dan belum sadar bahwa sanak saudaranya yang sebenarnya bukanlah yang lahir secara fisik sebagai adik, kakak, ayah, ibu, paman, kakek, dsb, tetapi Sanak-saudara yang sejati adalah mereka yang mencintai Yang Maha Esa dan jalan di jalan lurus Sang Dharma. Merekalah sanak-saudara kita yang sejati, tulus dan seiman dalam naungan Yang Maha Esa.

Arjuna masih hilang dalam kealpaannya. Ia lupa bahwa dharma mengharuskan seseorang untuk melaksanakan semua kehendak Yang Maha Esa tanpa pamrih, sama sekali tanpa imbalan sesuatu apapun juga baik itu pahala atau pintu surga, tanpa apapun juga, titik. Hanya bekerja untuk dan demi Dia! Rasa iba yang sejati harus didasarkan atas dharma. Sang Rama sendiri untuk’menegakkan dharma berperang melawan Rahwana, dan di Bhagavat Gita Sang Krishna menganjurk’an jalan yang sama kepada Arjuna, agar Arjuna lepas dari choka (kesedihan) dan moha (keterikatan atau cinta duniawi). . ‘

Di dalam Bhagavat Gita ajaran penting yang tersirat adalah “buhuhlah atau kekanglah pintu-pintu nafsumu.” Agama-agama yang lain pun selalu mengajarkan hal yang sama: Zoroaster misalnya mengatakan “berperangiah terhadap iblis tanpa henti-hentinya,” Sang Buddha berperang dengan Sang Mara, Yesus berperang dengan Syaitan, dan masih banyak contoh dari agama-agama yang lain Arjuna di atas masih lupa bahwa ia harus berperang melawan Duryodana demi tegaknya dharma.

1.38
kathaḿ na jñeyam asmābhiḥ
pāpād asmān nivartitum
kula-kṣaya-kṛtaḿ doṣaḿ
prapaśyadbhir janārdana

Dengan hati yang dikuasai oleh’ keserakahan, maka tidak terlihatlah kesalahan ini yang akan mengakibatkan hancurnya keluarga kita dan ‘ penghianatan atas teman-teman dan para sahabat. 

1.39
kula-kṣaye praṇaśyanti
kula-dharmāḥ sanātanāḥ
dharme naṣṭe kulaḿ kṛtsnam
adharmo ‘bhibhavaty uta

Mengapa kita tidak memiliki kebijaksanaan untuk menjauhi dosa semacam ini, wahai Krishna bukankah kita melihat kesalahan ini akan mengakibatkan kehancuran keluarga kita?

Penjelasan: Arjuna masih menilai bahwa sesuatu kewajiban harus dilaksanakan dengan memikirkan imbalan yang duniawi sifatnya. Sedangkan dharma yang sejati tidak menuntut apa-apa. Dharma harus ditegakkan demi Yang Maha Kuasa. dan apapun yang diberikanNya sesudah itu, baik yang menyenangkan untuk kita atau yang membuat kita menderita karenanya, haruslah diterima sebagai pemberianNya. Dan itu harus ikhlas, tanpa pamrih. Semua dharma kita adalah kewajiban dan persembahan kita kepadaNya,bahkan harus penuh dengan tanggung jawab yang tulus kepadaNya bukankepada kehendak unsur unsur duniawi yang banyak terdapatdisekitar kita, yang kalau dihitung seakan akan tiada habisnya

1.40
adharmābhibhavāt kṛṣṇa
praduṣyanti kula-striyaḥ
strīṣu duṣṭāsu vārṣṇeya
jāyate varṇa-sańkaraḥ

Dengan hancurya sebuah keluarga, hancurlah juga semua tradisi-tradisi lama kita (kuladharma), dan dengan hancurnya tradisi-tradisi, larangan dan segala peraturan-peraturan nenek-moyang kita, maka kekacauan akan menguasai keluarga kita semuanya.

1.41
sańkaro narakāyaiva
kula-ghnānāḿ kulasya ca
patanti pitaro hy eṣāḿ
lupta-piṇḍodaka-kriyāḥ

 Dan kalau kekacauan ini (adharma) berkelanjutan, maka wahai Krishna, wanita-wanita dalam keluarga ini akan berjalan serong. Dan kalau para wanita kita telah berlaku serong, oh Krishna akan terjadi percampuran dalam sistim kasta.

Penjelasan: Arjuna amat khawatir bahwa kehancuran dalam keluarga besar mereka akan menghancurkan juga nilai-nilai  lama tradisi mereka, dan lebih dari itu, juga akan menghancurkan sistim kasta yang mereka pegang teguh. Di dalam Bhagavat Gita, kita akan menemukan bahwa sistim kasta yang dianut secara diskriminasi adalah salah, suatu yang tidak senafas dengan inti ajaran Bhagavat Gita. Peranan wanita dalam agama Hindu’sebenamya sangat vital dan suci, nasib sesuatu bangsa maupun keluarga sering sekali ditentukan oleh peranan seorang wanita yang dalam hal ini bisa berupa seorang ibu, istri, dan sebagainya. Tidaklah mengherankan kalau Arjuna sangat gundah akan hancumya moral para wanita ‘ dalam keluarga-besar mereka. Semenjak masa silam, para wanita dalam agama Hindu selalu mendapatkan posisi yang agung dan suci, penuh tugas untuk dharma. Derajat mereka sebenarnya lebih suci dari para pria dan nilai mereka lebih tinggi. Ini dapat dibuktikan dari kedudukan para dewa-dewi dalam legenda agenda Hindu, juga suatu upacara suci tidak akan sah kalau tidak dihadiri seorang wanita; juga peranan gadis-gadis yang masih suci amatlah vital dalam upacara untuk para leluhur dan tentunya masih sekian banyak contoh-contoh lainnya yang dapat kita baca sendiri di epik Mahabarata dan Ramayana di mana peranan wanita amat menonjol penuh kebajikan.

1.42
doṣair etaiḥ kula-ghnānāḿ
varṇa-sańkara-kārakaiḥ
utsādyante jāti-dharmāḥ
kula-dharmāś ca śāśvatāḥ 

Dan kekacauan ini akan menjerumuskan, baik keluarga kita maupun yang menghancurkan nilai-nilai tradisi, ke neraka. Dan arwah para leluhur pun akan terabaikan karena tak akan mendapatkan air dan sesajen yang   berbentuk bulatan terbuat dari beras).

Penjelasan: Arjuna amat khawatir kalau peperangan ini akhimya malah merusak nilai nilai tradisi lama dan agama mereka, sehingga arwah para leluhur pun Ikut makan getahnya dengan tidak mendapatkan sesajen lagi. Biasanya para wanitalah yang mengatur sesajen ini pada upacara-upacara keagamaan tertentu. Kalau wanita-wanita dalam keluarga mereka sudah tidak setia lagi kcpada leluhur mereka tentu akan timbul kekacauan dalam tradisi ini, pikir Arjuna. Upacara sesajen untuk para leluhur disebut shraddha.

1.43
utsanna-kula-dharmāṇāḿ
manuṣyāṇāḿ janārdana
narake niyataḿ vāso
bhavatīty anuśuśruma

Karena ulah yang menghancurkan keluarga kita ini. terciptalah kekacauan dalam sistim vama (kasta) yang ada dalam tradisi kaum kita dan hancurlah keluarga ini.

1.44
aho bata mahat pāpaḿ
kartuḿ vyavasitā vayam
yad rājya-sukha-lobhena
hantuḿ sva-janam udyatāḥ

Dan kami dengar. wahai Krishna, bahwa barang siapa kehilangan niiai-nilai . tradisi keluarga, mereka akan tinggal di neraka.

1.45
yadi mām apratīkāram
aśastraḿ śastra-pāṇayaḥ
dhārtarāṣṭrā raṇe hanyus
tan me kṣemataraḿ bhavet

Aduh, Betapa besarya dosa yang harus kita pikul dengan membunuh sanak-keluarga hanya demi kemewahan sebuah kerajaan.

1.46
sañjaya uvāca
evam uktvārjunaḥ sańkhye
rathopastha upāviśat
visṛjya sa-śaraḿ cāpaḿ
śoka-saḿvigna-mānasaḥ

 Lebih baik aku dibantai putra-putra Dhristarastra dengan senjata mereka, dan tak akan kulawan mereka.

Berkatalah Sanjaya

1.47
 Setelah mengatakan hal-hal tersebut (di medan perang), Arjuna terjatuh ke sandaran kursi (kereta perangnya), dan menghempaskan panah serta busurnya; seluruh jiwanya tercekam dengan rasa gundah-gulana.

Penjelasan: Arjuna sebenarnya adalah seorang kesatria yang bersih, tetapi pada saat ini hatinya diselimuti awan tebal. Ia sebenarnya, seakan-akan berbicara tentang vairagya (penyerahan diri secara total), tetapi hal’ini dilakukannya karena keterikatannya kepada sanak-keluarga dan harta duniawi, bukan vairagya kepada Yang Maha Esa. Banyak yang bertanya apa perbedaan antara cinta (moha) dan cinta-sejati? Yang pertama adalah kulit luarnya yang selalu terikat pada sesuatu benda atau seseorang secara duniawi, sedangkan cinta-sejati adalah suatu ekspresi dari suatu kesadaran yang dianugerahkan oleh Yang Maha Esa kepada kita semuanya yang sebenarmya penuh dengan rasio, pertimbangan, dan perhitungan yang penuh tanggung jawab baik kepada masyarakat maupun Yang Maha Pencipta. Cinta sejati tidak terikat pada batas-batas pribadi seseorang. Arjuna tidak dapat berperang karena ia masih terikat dalam batas-batas “miliknya,” ia masih mencintai scmua sanak-keluarganya dalam batas duniawi. Arjuna lupa akan akhir hidup kita semuanya,’tidak ada sesuatu apapun yang akan kita bawa kembali ke alam sana, karenanya Arjuna masih harus belajar tentang nishkama-karma (sesuatu tindakan atau pekerjaan tanpa mengharapkan pamrih).

Sang Krishna maklum Arjuna sedang mengalami depresi mental yang sangat berat.‘ beliaupun memulai ajaran-ajaranNya demi membangun lagi jiwa-raga Arjuna agar terjun lagi penuh semangat dan vitalitas untuk menghadapi hidup ini yang penuh dengan segala cobaan tetapi juga tugas-tugas dari Yang Maha Pencipta untuk kita semua.

lnti ajaran Bhagavat Gita adalah, pembinaan mental diri kita sendiri sccara batin. Gita mengingatkan dan sekaligus mengajarkan bahwa kelemahan adalah dosa; sesuatu kekuatan diri haruslah dibina dengan disiplin yang kuat dan tanpa pamrih. Kekuatan ini harus bersih dari segala unsur-unsur duniawi dan penuh dengan gairah hidup demi dharma kita kepadaNya. Pesan Sang Krishna dalam Bhagavat Gita adalah “berdirilah dan berperanglah melawan kebatilan.” Hidup

adalah perjuangan demi nilai-nilai kebenaran; hidup juga adalah sebuah kuil atau pura dari pemujaan kita kepadaNya tanpa pamrih; Maju terus pantang mundur demi dharma-bhaktimu kepadaNya, bukan kepada hasrat-hasrat pribadimu dalam bentuk apapun juga.

Dalam Upanishad Bhagavat Gita, Bab yang pertama ini disebut sebagai Ilmu Pengetahuan tentang Ilahi, sebuah Karya Sastra yang berbentuk dialog antara Sang Krishna dan Arjuna yang disebut juga:

Arjuna Vishada Yoga

(Yoga Sang Arjuna dalam Kedukaannya)

Bab pertama disebut “Vishada Yoga.” Vishada berarti depresi (karena duka), yoga di sini berani bagian atau Bab. Vishada yoga adalah permulaan dari Bhagavat Gita.
Sebenarnya kalau ditelah secara mendalam. maka rasa depresi atau Vishada ini adalah anak tangga pertama menuju ke kehidupan spirituil atau kebatinan. Setiap manusia harus mengalaminya setelaah tersandung dalam berbagai aspek kehidupannya yang gagal, dan masuklah ia kemudian ke dalam suatu kegelapan seakan akan tanpa jalan keluar, kemudian barulah ia meniti secara perlahan dari gelap menuju ke terang. Dalam setiap depresi ini kalau sudah tidak terlihat jalan keluar maka kita akan berteriak dalam kedukaan yang amat dalam: “Apakah arti kehidupan ini? Apakah arti semuanya ini? Mengapa kita harus dilahirkan? Kemana kita akan pergi sesudah mati nanti? Dan sering sekali kita mengucapkan. “Oh Tuhanku mengapa Kau lupakan daku?” Mengapa Kau tinggalkan daku sendiri dalam duka ini?” dan “Oh Tuhan Dikau tak adil pada ku?” dan lain sebagainya. sebagai tanda-tanda frustrasi dalam diri kita. Setiap manusia kemudian harus masuk ke dalam suatu keheningan sebelum ia kemudian melangkah masuk dalam suatu bentuk ilmu pengetahuan tentang dirinya sendiri. Dalam keheningan ini setelah membunuh atau menguasai

Semua bentuk rasa egonya baik yang berbentuk positif (baik) maupun negatif (buruk). ia akan mememukan bahwa ia tidak berdiri sendiri dan semua ini ada yang mengatur. la akan menemukanNya, yang selalu mengayominya, menuntunnya dan kasih-sayang kepadanya. Ia (Yang Maha Esa) selalu hadir dalam setiap agama dengan bentuk dan versi yang berlainan sesuai dengan kepercayaan masing-masing individu; dalam Hindhu Dharma Ialah Sang Krishna (Ilahi dalam bentuk manusia), Sang Penuntun jalan kehidupan kita. Camkanlah bahwa untuk mendapatkan penerangan, sesorang melalui jalan takdir biasanya harus mengalami kegelapan dulu. Begitu juga Arjuna dan begitu juga kita manusia, sampai suatu saat nanti, kita pun, seperti Sang Arjuna akan mengucapkan:

Engkaulah yang Terutama,
Engkaulah Tujuan yang Tertinggi,
Dari ujung ke ujung Kau penuhi alam semesta ini,
Oh Dikau Bentuk yang Tanpa Batas (Anantarupam),

Shastra Jinendra Wijnana

Shastra Jinendra Wijnana

Dewa Brahma
Brahma

Jinendra Wijnana adalah sebuah shastra widhi spiritual Hindu kuno, yang dimasa lalu amat dirahasiakan karena dianggap merupakan ajaran rahasia para dewata dan resi resi agung tertentu, jadi tidak sembarang diturunkan kecuali kepada sishya (murid spiritual) tertentu yang telah mencapai tahap tertentu, yang telah mencapai tahap tertinggi spiritual yang dianggap mampu menerima ajaran itu.

Inti dari ajaran Jinendra Wijnana adalah sebuah proses spiritual yang harus mampu mengungkapkan suatu bentuk kesadaran diri dari keberadaan umat manusya (manusia) di semesta raya ini, sebagai kesinambungan dari pancaran sejati Hyang Brahma, Hyang Swayambu (yang lahir sendiri) yang melalui shaktinya, Sri Dewi Saraswati telah menciptakan ketiga loka (Bhur/bumi, Bwah, dan Swah) Hyang Swayambu juga disebut sebagai pengejawantahan dari Niskala Brahman (Tuhan Yang Maha Tunggal, Esa dan Tidak Terjabarkan)

Konon disuatu era misterius nan gaib, diluar jangkauan otak manusia modern sekalipun, maka Beliau berkehendak sendiri untuk memperbanyak Dirinya sendiri “Aham Baku Syam”– “Akupun menjadi banyak” melalui shaktinya Hyang Brahma yang adalah Brahman (Tuhan yang Termanifestasi itu pun menjadi berlipat-lipat ganda tak terhitung banyaknya baik dalam wujud, rupa, dan segala manifestasinya (wujud-wujud dan rupa-rupaNya) Tuhan yang termanifestasi (terwujud) inipun dikenal dalam Hindu (Sanatana) Dharma sebagai Apara (yaitu yang memiliki ciri-ciri atau atribut atau wujud) Perwujudan Tuhan (Brahman) sebagai shakti (nama lain Pradhana dan Prakriti) yang bersifat banyak inilah yang disebut Alam semesta jagat raya yang tersaksikan dan dapat difahami melalui widya (ilmu pengetahuan) oleh umat manusia ini, istilah islamnya adalah “wujud yang mewujud”.

Disisi lain yang gaib, maha Kesadaran Niskala Brahman berubah menjadi shakti disebut Parama Purwa Nirwana Shakti. Kemudian dari gabungan keduanya, yaitu Brahman dengan shakti muncullah shabda Brahman–Nada yang juga disingkat menjadi shabda. Bahasa dalam Bible menyebutnya sebagai “word”. Dari Nada muncul windhu. Shabda Brahman kemudian mewujud dirinya melalui Tri-shakti yaitu Jnana shakti, Ichchha shakti dan Kriya shakti. Shakti sendiri kemudian mendapatkan istilah baru “maya” yang berarti ilusi. Atau dengan kata lain Brahman (Tuhan Yang Niskala) ini berganti rupa menjadi semesta raya yang tak terjabarkan ini dengan menyelubungi diriNya sendiri, sehingga Beliau terkesan tampak berbeda dari asal usul kesejatiannya sendiri. Shakti ini yang kemudian menjadi sumber dari segala penciptaan materi yang disebut prakriti, yang terdiri dari sifat-sifat dasar keseimbangan Triguna yang dikenal sebagai sattwa, rajas dan tamas.

Perpaduan antara Brahman dan shaktinya dalam mewujudkan diri didalam Parashakti – Maya (ilusi jagat kosmos) ini kemudian memasuki diri setiap ciptaan dan mahluk di semesta raya ini. Didalam manusia (kosmos alit) unsur vital ini hadir didalam Swayambu Lingga di muladhara chakra dan kundalini di dalam raga kita sendiri. Dengan demikian shabda Brahman (Om kara) itu sendiri hadir juga secara tetap didalam manusia dan setiap mahluk mahluk ciptaanNya yang dikenal dengan istilah prani ( mahluk yang berprana ).

Dengan tersingkapnya kesadaran sejati ini melalui meditasi, bhakti, karma yoga dst, seseorang akan mengeliminasi keberadaan dewa dewi (unsur unsur cahaya Bhagawatam atau Ilahi) karena telah langsung terhubungkan dengan Brahman (Tuhan) tanpa lagi melalui perantara para dewata karena melalui kesadaran spiritual yang sejati ini, seorang manusya akan memahami hakekat akan dirinya sendiri yang tidak berbeda sama sekali dengan para dewata, yakni pancaran cahaya sejati yang disebut dengan berbagai nama nama seperti Jyotir, Light, Nur dst. Inilah inti utama ajaran Shastra Jinedra Wijnana.

Lalu, jika mahluk manusya adalah juga pancaran sejati sederajat dengan para dewata, maka kemudian apakah peran para dewa dewi sebenarnya? Bukankah selama ini para dewata harus dipuja sebagai pancaran Yang Maha Esa juga?

Kata atau istilah dewa (ta) berasal dari kata “dev” yang bermakna terang, cahaya gilang gemilang. Dewa adalah kata lain dari unsur-unsur Bhagawat am (ilahi) yang bersinar dan bermain-main (berkerlap-kelip) jadi menghasilkan Lila maya (ilusi ilahi atau permainan misterius Tuhan itu sendiri)

Cahaya yang selalu bermain-main dengan ciptaanNya sendiri ini juga disebut srishti (kehadiran) sisi lainnya disebut pralaya (kehancuran atau kiamat). Demikianlah unsur-unsur ini pada sejatinya adalah sama dengan unsur-unsur mahluk manusya ini juga yakni pancaran jiwa dan benda mati (jara) yakni Brahman (Tuhan) yang karena “telah membatasi Dirinya dalam wujud-wujud yang terbatas masa dan keadaan duniawinya (upadhi)”.

Oleh kurangnya pengetahuan (awidya) seseorang maka dunia maya ini terlihat dan terkesan lain. Pada hakekat sejatinya apapun dan siapapun yang dipuja dan disembah adalah perwujudan dari Brahman atau Tuhan yang dilihat atau terlihat melalui tabir selubung awidya ini.

Seandainya demikian maka para dewata-pun pada hakekatnya bukan segala-galanya yang menentukan kehidupan manusia, apalagi bagi manusia yang sudah mampu memahami hakekat kehidupan yang aslinya adalah Tuhan itu sendiri. Bagi manusia dunia yang sudah menyatu dengan perwujudan citra Brahman (Tuhan) maka ia akan mengubah kepercayaan kepada dewa-dewa sebagai mitra kerjanya di bumi ini, jadi saling membutuhkan antara ciptaan dan dewata.
Manusia agung ini akan menyaksikan bahwa segala sesuatu ciptaan yang terhampar dihadapannya (alam semesta) ini sebagai perwujudan dari Tuhan itu sendiri, yang hadir mengejawantahi dimana saja !

Namun ajaran agung ini tidak semudah itu untuk dipelajari oleh sebab itu selalu diperlukan seorang guru resi yang bersifat non pamrih dalam segala aspek, dan pada sisi lain diperlukan juga seorang sishya yang telah siap jalan spiritual sesuai karmanya. Mempelajari ajaran agung ini seorang diri amatlah membingungkan sehingga mudah bagi manusia awidya untuk “sesat dan menyimpang jalan”.

Sebenarnya apakah ajaran Jinendra Wijnana ini?
Secara singkat dapat dikatakan ajaran agung ini adalah rangkuman dari inti ajaran akan ketuhanan dan ciptaan-ciptaanNya yang hadir diweda-weda Upanishads dan pada era kaliyuga ini disebut sebagai Bhagawat Gita. Ajaran kuno ini hadir dari masa ke masa, dan untuk kaliyuga sekali lagi dikomplimasi oleh Resi Wyasa (Abhiyasa) bagi umat manusya di Pertiwi ini, agar senantiasa sadar akan dirinya sendiri yang adalah wujud agung kecil (mikro kosmos) dari hamparan semesta raya (makro kosmos) itu sendiri.

Melalui pengetahuan Brahman (Tuhan), manusia akan sanggup memahami secara benar bahwasanya segala sesuatu yang kita rasakan dan saksikan melalui berbagai indra-indra tubuh ini pada hakekatnya adalah maya yang dapat sirna sewaktu-waktu !

Justru pada sejatinya, kekosongan yang tidak tertangkap panca indralah yang nyata (sunyata dan nyata – ajaran Sang Buddha Gautama). Dengan memahami bahwa segala sesuatu yang tersebar di jagat raya ini adalah maya (ilusi Tuhan) maka manusia tersebut tidak mau lagi terikat oleh hal-hal yang berbau pamrih dan duniawi, ia tidak lagi membutuhkan segala sesuatu yang bersifat maya. Ia hanya ingin terlelap dalam semadhi yang berkesinambungan karena didalam semadhi hadir shanti yang abadi. Sedangkan yang bersifat maya adalah bayangan-bayangan yang senantiasa berubah-ubah, rusak dan binasa.

Namun dibalik semua ilusi sang maya, hadir sesuatu unsur atau zat yang bersifat senantiasa abadi kekal dan tidak pernah binasa yang merupakan sumber dari segala ciptaan tanpa batas ini. Untuk mencapai dan memahaminya, kita harus dapat mempelajari dulu hakikat misteri dari Om Tat Sat. Om itu sendiri adalah kebenaran yang bersifat wujud sejati, Tat adalah segala tindakan-tindakanNya dan Sat berarti yang suci.

Konon untuk mencapai makna Om Tat Sat, maka harus difahami dahulu asal muasal segala penciptaan di jagat raya nan agung ini. Menurut ajaran-ajaran suci weda pada mulanya semesta ini adalah kegelapan gaib yang berupa Ke hampaan yang memanisfestasikan Dirinya yang penuh rahasia dengan kekuatan dashyat yang teramat panas, yang melahirkan unsur mula ini disebut Ka (Brahman), Beliaulah roh Atman dari alam semesta ini, pangkal dari segala-galanya, sebuah unsur vital dari keberadaan setiap ciptaan. Dia adalah elemen hakiki dari berbagai unsur-unsur yang disebut dewa, manusya,fauna,flora dsb.

Beliau disebut Brahm(a) karena Dia adalah BRH (yang berkembang menjadi banyak). Dia juga adalah mantra suci, Atman dari dunia ini. Dia juga disebut swayambhu (yang melahirkan Dirinya sendiri) karena setiap mahluk berasal dari Dirinya maka Ia juga disebut Prajapati (Penguasa setiap mahluk).

Ka tidak dapat dijelaskan secara harafiah bahkan oleh dewata sekalipun, namun dapat dihayati dengan mempelajari berbagai sifat-sifatNya yakni Awinasi (Tak Dapat Dimusnahkan), Na Jayate (Tidak Dilahirkan), Nitya (kekal, abadi), Acala (azali), Sarwagatah (Meliputi segalanya dan diatas semua itu Ka adalah Awyakta yakni yang tidak dapat dijabarkan maupun didefinisikan dengan bahasa, kata-kata maupun angka-angka.
Ka adalah perbendaharaan Tersembunyi, dst,dst. Dengan demikian Hyang Prajapati adalah Sarwaloka Maheswara (Tuhan Sarwa Sekalian Alam) yang juga disebut Brahma yang juga bermakna Yang Berkembang Biak menggandakan Dirinya sendiri melalui kekuatan suci Nya sendiri. Ia menciptakan semua mengayomi semua dan akhirnya menelan kembali semua ciptaan-ciptaanNya kembali. Sebagai Pencipta Ia dikenal sebagai Hyang Brahma, sebagai Pengayom Ia dikenal sebagai Vishnu, dan sebagai Pendaur ulang segala ciptaan Ia dikenal sebagai Shiwa. Seyogyanya kita faham bahwasanya didalam masa depan terangkum masa lalu dan masa kini.

Untuk mencapai kesejatian ilmu ini maka diperlukan penuntun sejati yang mengajarkan cara-cara pemasrahan total dari duniawi sambil tetap berkarma dan berbhakti yoga di dunia ini. Sang gurupun harus mampu mengajarkan meditasi pranayama dengan pemusatan fokus pemikiran pada titik diantara kedua alis mata, dengan mengendalikan panca indra sambil membuang jauh segala kekalutan pikiran, nafsu, khawatir, iri hati, marah dst. Agar mencapai tahap Bhagawatam seperti ucapan Hyang Prajapati “Sarwabhutam Jnatwa Mam Santini Ricchati “(Segala mahluk yang memahamiKu akan mendapatkan keselamatan dan kesejahteraan).

Dimanakah anda dapat mempelajari ajaran agung ini pada masa kaliyuga ini? Jawabannya ada di dalam Bhagawat Gita. Kami di Shantigriya telah membagi karya Almarhum Resi T.L Vaswani ini sejumlah 12.000 buku namun tetap saja habis. Saat ini melalui website: shantigriya. tripod. com siapa saja dapat mengakses dan menyebarkannya kepada siapa saja. Semoga artikel ini dapat membawa kita kepemahaman utuh tentang ajaran rahasia Jinendra Wijnana melalui Bhagawat Gita oleh Resi Wyasa yang suci dan agung itu. Seandainya anda tidak memiliki akses internet maka mintalah bantuan pada anak-anak muda yang dapat mengaksesnya.
Klik www. tripod. com lalu klik lagi ke shantigriya tripod. com dan terbukalah ajaran yang suci ini bagi kita semua.

Om Shanti Shanti Shanti Om

Om Tat Sat

mohan m.s
Cisarua, 9 mei 2008
di Shantigriya Ganesha Pooja.

Pertiwi Mengugat

Konon salah satu shastra widhi Hindu Dharma kuno menyatakan bahwasanya Bunda Pertiwi di masa-masa awal penciptaan manusia pernah “memprotes” ide Hyang Maha Kuasa yang memerintahkan Bumi Pertiwi untuk mempersiapkan kelahiran umat manusia di muka bumi ini. Sambil meratap Pertiwi memohon agar manusia tidak diciptakan karena beliau sadar akan mara-bahaya yang akan ditimbulkan manusia di masa depan dengan merusak bumi dan isinya ini. Yang akan mencabik-cabik bundanya sendiri dengan ego,ahankara dan keserakahannya. Yang akan merusak sendi-sendi kehidupan dan berbagai ciptaan-ciptaan yang sudah diciptakan secara sempurna dan penuh makna dan harmonis bagi kelangsungan kehidupan di Mayapada ini.
Namun Hyang Maha Kuasa berkenan lain. Rencana Beliau teramat misteri sifatnya, Pertiwi tetap dianjurkan menciptakan umat manusia namun Beliaupun berkenan menambahkan hukum alam (Karma-Phala) sebagai hukuman bagi mereka yang berdosa di muka bumi nan indah menawan ini.

Pertiwipun akhirnya menyerah kepada kehendak-Nya, Hyang Maha Mengetahui. Kisah ini selanjutnya bergulir ke pengadukan Mandara-Giri yang dahsyat itu. Berbagai elemenpun dikeluarkan Bunda Pertiwi dari rahimnya yang berupa samudra kehidupan yang teramat luas dan penuh keajaiban yang tiada tara. Beliaupun menghadirkan dirinya sebagai Sri dan Lakshmi, bahkan sebagai a-lakshmi. Sebagai Merta, dan para resi suci, sebagai Weda-weda, sumber pengetahuan Ilahi (Bhagawatam) nan tanpa batas. Kehadiran beliau begitu sempurna, indah dan harmonis demi lestarinya berbagai penciptaan sebelumnya dan sesudah pengadukan Mandara-Giri seperti : para dewata, asura, manusia, fauna, flora dan maha panca butham yang memenuhi bumi loka dan loka-loka lainnya di semesta raya tanpa batas ini. Konon Weda mengatakan intisari manusia berasal dari Hyang Brahma, sang leluhur dewata, manusia dan berbagai ciptaan dunia ini. Sewaktu manusia pertama berevolusi sebagai maha insan di masa   lampau, beliaupun   disebut  Manu (asal  kata  Man  atau 

jalan pikiran). Pada mulanya Manu yang berkelamin ganda dan berbudi adiluhur itu melaksanakan seluruh tugas mulianya sesuai kodrat dan kehendak Hyang Maha Kuasa, namun jutaan tahun kemudian iapun mulai berubah dan menghasratkan istri dan keluarga, tentu saja semua ini direkayasa oleh kehendak Tuhan itu sendiri yang ingin mengisi muka bumi dengan manusia untuk tujuan dharma yang dipahami oleh-Nya sendiri juga. Maka seorang istri nan cantik jelitapun dihadirkan dari sperma pradhana Sang Manu.

Weda menghadirkan kisah cantik nan unik tentang kelahiran sang wanita pertama. Kelahirannya disertai gabungan dari berbagai unsur fauna-flora dan fenomena alam serta partisipasi panca butha; selanjutnya perpaduan antara purusha-perdana pertama inipun melahirkan berbagai ras dan suku bangsa di atas wahana yang disebut bumi atau bhur ini. Manusia ini melalui proses yang unik tidaklah lepas dari berbagai sifat-sifat devaik, asurik, keindahan, keburukan, peri kebinatangan, dan seterusnya. Konon selanjutnya Pertiwi   menangis   sejadi-jadinya   sewaktu   manusia   destruktif 

kepadanya. Tangisannya berubah menjadi air bah yang menutup permukaan bumi, yang selamat hanyalah keluarga Manu-Swayambhu dan bahtera yang dituntun oleh Hyang Wishnu dalam bentuk ikan raksasa. Era baru dimulai lagi oleh manusia melalui ajaran Manawa Dharma Shastra serta berbagai hukum-hukum untuk pelestarian umat manusia dan bumi ini. Jadi pralaya sebenarnya telah terjadi di bumi ini oleh ulah manusia itu sendiri, ajaran ini diakui dan hadir dalam semua agama dan ajaran-ajaran adiluhung baik di Asia, Afrika maupun Amerika-Latin dalam berbagai versi.

Jutaan tahun kemudian, milyaran manusia sekali lagi memenuhi permukaan bumi ini, dan sekali lagi secara serakah sejarah berulang lagi. Pertiwi, Sang Bunda yang penuh pengorbanan ini dilecehkan dan dirusak lagi dan lagi.

Coba bayangkan,setiap pagi kita setelah bangun tidur akan segera mengotori bumi ini dengan segala kekotoran kita, meludah,buang air,membakar sampah dan sebagainya. Semuanya  kita  lakukan  seakan-akan  bumi  tidak berdaya dan merupakan seongokan sampah belaka.Akibatnya alampun ”memberontak” kalau dianiayai dan dieksploitasi 

terus menerus secara kejam dan tanpa perikemanusiaan.

Konon di masa lalu di berbagai belahan dunia, alam dilestarikan secara sistematis, dijaga dan diagungkan karena adalah pemberi yang teramat royal. Berbagai aturan dan pamali menjaga bumi ini melalui berbagai kultur budaya yang beradab, semua demi lestarinya umat manusia itu sendiri. Tetapi pada era ini, minyak, gas, hasil tambang disedot habis-habisan demi kemajuan suatu negara dan bangsa. Dijadikan komoditi jual secara serakah penuh politik membabi-buta demi tujuan business dan kekuasaan suatu negara atas negara-negara lainnya tanpa mau tahu bahwa bumi menyediakan dirinya  secara gratis dan adil untuk seluruh ciptaan-ciptaannya. Sewaktu bumi dihisap habis, maka terciptalah relung-relung raksasa di dalam dasar bumi itu sendiri, yang tidak pernah diisi ulang atau direhabilitasi lagi. Sesuai dengan hukum gravitasi itu sendiri, maka terjadilah saling isi mengisi antara ruang-ruang kosong ini dengan gerakan-gerakan lempeng  bumi  yang bergeser terus akibat perputaran bumi itu sendiri, dan lalu kalau kemudian hadir bencana tanpa pandang bulu, 

maka siapakah yang salah? Manusia zaman ini lebih kejam dan haus harta dibandingkan di zaman Manu, bencanapun makin dahsyat datang sesuai dengan yang direbutkan manusia itu sendiri. Itulah bentuk pralaya (kiamat) kecil yang sedang melanda seluruh bangsa dan negara di dunia dalam berbagai versi dan wujud, seperti AIDS, FLU BURUNG, peperangan, kerusakan hutan, sungai dan temperatur, perusakan ozon yang lalu berdampak balik ke umat manusia itu sendiri. Bahkan dengan berbagai dalih ajaran-ajaran agamapun dipakai untuk menghalalkan segala pengrusakan ini. Demikanlah semua bencana di Nusantara dan di dunia ini sebenarnya sedang mengarah ke sebuah Pralaya besar (Kiamat), akibat luka-parahnya Bunda Pertiwi yang dikhianati oleh anak-anaknya sendiri, yang durhaka dan tidak dapat membalas budi ibunya yang pengasih dan penyayang itu.

Di Nusantara ini, belum kita lepas dari derita Tsunami di Aceh, maka kita telah dihajar dengan berbagai bencana dalam  bentuk  banjir  dan   longsor   di  Bojonegoro, gempa  di Jogja, Papua; banjir di Sulawesi dan Kalimantan, kecelakaan kerja yang ceroboh di Sidoarjo yang menghasilkan lumpur gas yang memporak-porandakan ekonomi dan kehidupan rakyat setempat, belum lagi penyakit dan wabah flu burung, korupsi dan kebodohan yang berkepanjangan, premanisme atas nama agama dan lain sebagainya yang sedang mengancam keutuhan bangsa dan negara ini. Sepertinya kutukan demi kutukan sedang menyantap bangsa ini akibat menggeliatnya Pertiwi yang sakit dan muak dengan segala ulah kita yang tidak satvik lagi. Entah apalagi yang akan terjadi pada bangsa yang ”sakit dan bodoh” ini, mass-media penuh dengan himbauan dan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dijawab bahkan oleh mereka-mereka yang sering tampil di layar kaca dengan jubah-jubah keagamaan. Semua jadi semu, manusia Indonesia berubah menjadi pesimis, akankah kita survive (bertahan hidup) sebagai sebuah bangsa, bumi Pertiwi saja sudah membalas apalagi dunia. Bangsa-bangsa lain mulai melecehkan kehadiran kita sebagai bangsa perusak tetangga kita sendiri.  

Konon ditambahkan oleh para ahli bahwasanya negara dan bangsa ini memang rawan akan berbagai bencana karena hidup di bagian bumi yang terpapar luas terhadap berbagai fenomena alam yang mudah menimbulkan bencana. Negeri ini tepat berada di atas kulit bumi yang merupakan titik pertemuan sejumlah lempeng-lempeng patahan. Posisi ini diperparah karena wilayah Nusantara juga melingkupi wilayah yang disebut Ring of Fire (Cincin api). Di Indonesia hadir sekitar 130 gunung berapi yang siap meletus sewaktu-waktu. Yang tambah parah dan runyam lagi, wilayah kepulauan kita ini secara geografis menyimpan potensi hujan badai yang setiap saat dapat mengakibatkan banjir dan tanah longsor yang berkepanjangan. Jangan lupa bahwa manusia Indonesia itu sendiri pun juga amat ”berkontribusi” pada terjadinya berbagai bencana jangka pendek dan panjang. Sumber daya manusia Indonsia yang lemah dan buruk rupanya lupa bahwa bumi ini bukanlah benda mati. Seorang ilmuwan Jepang, Masaru Emoto, telah membuktikan dalam penelitiannya bahwa air yang  terkandung di  bumi ini ternyata memberikan reaksi yang berbeda dalam struktur kristalnya terhadap setiap perlakuan yang kita berikan. Bukankah Weda sudah menyiratkan hal tersebut melalui penalaran konsep Maha Panca Butham dari era masa lalu? Bahkan, jauh sebelumnya, dari leluhur umat manusia khususnya kaum Hindu-Dharma telah memberikan teladan dan ajaran melalui berbagai upaya, upacara, praktek dan ajaran mereka demi melindungi alam sekitar kita agar manusia itu sendiri terhindar dari berbagai bahaya dan bencana. Tetapi makin hari manusia bumi makin serakah dan zalim karena terlena oleh kebutuhan hidup dan kekurangan nurani. Naiknya BBM di negeri ini, tanpa disangka menghasilkan penebangan pepohonan di pedesaan karena rakyat miskin tidak lagi mampu membeli  minyak tanah. Pemerintahpun terlambat menyadarinya, karena memang tidak ada misi dan visi khusus demi pembangunan bangsa ini baik secara moral maupun ekonomi. Bayangkan antri saja bangsa ini belum bisa. Apalagi membangun negara?

Bangsa ini sebenarnya mampu membaca tanda-tanda alam,fenomena. Seorang “Mbah  Marijan”, juru  kunci  Merapi 

ternyata melampaui batas-batas keserakahan dan kepandaian para birokrat. Cintanya pada alam dan kepatuhannya terhadap Sang pencipta membuka mata hati sebagian bangsa ini, khususnya yang sadar bahwa misteri Ilahi sebenarnya dapat direka oleh mereka-mereka yang memahami dan mempelajari alam secara rasional melalui ikatan batin yang kental dengan alam itu sendiri. Toh sebagian besar birokrat dan masyarakat kita tidak berdaya dan terlilit terus oleh lingkaran setan dan kebodohan yang mereka hadirkan sendiri.

Mari kita lihat dari sisi yang satu ini, yang kita hadapi saat ini jumlah penduduk yang sudah tidak terkendali lagi (230 juta plus), yang mayoritasnya adalah miskin dan sumber daya manusia yang buruk dan berpenyakitan baik secara mental maupun moral, belum lagi konsumsi rokok yang diawali secara amat dini dan berpotensi menghilangkan satu dua generasi di masa depan. Negara sudah tidak mampu lagi melanjutkan gerakan Keluarga Berencana. Akibatnya lapangan kerja yang minim disertai pendidikan yang bermutu rendah plus sektor investasi   yang   makin   kabur  telah   menciptakan   fenomena

Tanda-tanda Kembalinya Sang Dharma ke Nusantara

Banyak yang percaya bahkan sangat yakin bahwasanya suatu hari nanti Hindu Dharma akan kembali hadir dan berjaya di Nusantara ini. Hal tersebut diramalkan di ramalan Ronggowarsito Jayabaya secara tersirat. Perihal yang sama juga dipercaya oleh mereka-mereka penganut aliran Kejawen dan sebagian umat Hindu dan Islam di tanah air ini. Namun konon katanya sebelum Sang Dharma (Kebenaran Sejati) kembali ke Nusantara ada beberapa tanda-tanda yang harus dicermati secara seksama seperti: negara yang amburadul tanpa etika dan disiplin,korupsi,dan bencana ekonomi yang berkepanjangan,bencana alam yang seakan-akan tidak mau berhenti,kemiskinan dan kesengsaraan sebagian besar masyarakat,kehancuran moral dan spiritual,penghancuran antar umat bahkan sesama umat,dan sebagainya yang mengerikan dan memprihatinkan kita semua.

Namun ada juga teori yang menarik, yaitu Sang Dharma akan kembali dengan memakai “ jubah yang baru”. Jubah berarti pakaian ,dan karena kata Jubah berasal dari Timur- Tengah maka teman-teman saya yang beragama Islam sering
mendiskusikannya sebagai faham-faham Islam baru yang plural dan sekular sesuai Al-Quran Al-Karim yang dimuliakan itu. Tanda-tanda kehadirannya memang jelas dengan munculnya tokoh-tokoh Islam seperti Gus Dur,Cak Nur(almarhum),Ulil Abdullah,dst dst. Namun ada juga yang berkilah kunci spiritual itu ada pada reinkarnasi Nabi Isa,dan konon banyak juga yang ditangkap aparat karena mengaku-ngaku titisan Nabi Isa bahkan malaikat Jibrail(Jibril,Gibrael),dsb. Kebenarannya hanya YME sendiri yang tahu.

Sewaktu saya berpaling ke umat Hindu dan Buddha untuk mencari konfirmasi akan hadirnya Sang Dharma,maka jawaban-jawaban yang saya dapatkan rata-rata sama saja yaitu tanda-tanda alam yang makin hari makin menggila di Indonesia maupun secara global. Namun saya lebih tertarik mempelajari fenomena-fenomena”jubah baru tersebut.” dari sudut pandang saya sendiri. Mungkinkah “jubah” tersebut adalah suatu kebiasaan atau ilmu (ajaran) yang baru yang masuk kembali ke Indonesia tanpa banyak registensi dan tidak disebut sesat. Kalau betul, fenomena apakah itu?

Saya ingin mengajukan fenomena yang disebut yoga (hatha yoga dan meditasi) yang makin hari semakin menyebar dengan luas di negara kita ini, Perhatikan tiada hari di Indonesia ini tanpa berita-berita akan praktek-praktek,ajaran-ajaran dan berbagai manfaat yoga ini di berbagai mass media seperti majalah,koran,radio dan TV.
Bentuk bentuk yoga ini selain yang berasal dari India,maka hadir juga yang dari daratan China seperti Tai-Chi,dari Jepang plus prana dari Filipina,(Reiki),dsb. Di/mana-mana kursus- kursus yoga menjamur bahkan telah menjadi konsumsi elit di hotel-hotel mewah bagi kaum yang punya dan para selebriti. Yang lebih menarik lagi,hadir juga yoga Islam dan yoga Kristen,dsb. Fenomena ini merupakan bentuk pengakuan akan yoga asal Hindu tetapi dikemas dengan agama masing-masing agar umatnya tidak pindah ke agama Hindu-Buddha (Dharma) karena manfaat yoga dan meditasi yang bahkan sudah diakui oleh para dokter dan ilmuwan ini, saya pribadi pernah mengajar yoga dan meditasi kepada beberapa dokter asing dan lokal sampai kini, bahkan ajaran-ajaran yoga kami yang disebut Shanti Hatha Yoga ini sudah dipraktekkan di Indonesia,Australia,Jerman dan USA dengan berhasil secara medis maupun secara filosofis dan psikologis. Pasti rekan-rekan guru yoga lainnya pun punya pengalaman-pengalaman yang sama ini!

Mungkin tafsiran saya bahwa Sang Dharma yang telah kembali ke Nusantara dengan menyamar memakai jubah yoga ini salah!. Kalau demikian sudi beri saya masukan-masukan yang benar dan lebih terarah,namun kalau ada kebenarannya maka marilah kita cermati dan pelajari fenomena yang satu ini yang sedang berlangsung secara alamiah dan sistematis. Pada saat yang sama tampaknya Adharma pun ikut “menyelonong” masuk dalam bentuk-bentuk guru-guru yoga palsu,teknik-teknik yoga dan meditasi yang diikuti unsur-unsur materi dan cabul,asal jadi,dsb.

Selain hal-hal tersebut diatas kita melihat masuknya unsur-unsur vegetarian ke dalam kehidupan sebagian kecil masyarakat kita oleh karena; (1) kesadaran akan kesehatan yang tinggi. (2) karena rasa welas-asih kepada mahluk-mahluk ciptaanNya. (3) karena terlanda kemiskinan,dsb. Apapun itu, unsur-unsur dan praktek-praktek vegetarian dan ahimsa (non-violence atau non kekerasan) ini adalah unsur-unsur vital dalam ajaran Dharma,yang makin mengglobal pada zaman ini baik dibelahan bumi Barat maupun di Asia.

Sewaktu terjadi kekerasan pada umat berbagai agama di Monas,beberapa waktu yang lalu,maka reaksi-reaksi yang beraneka-ragampun muncul pada mereka-mereka yang menganiaya dan teraniaya ini. Pada prinsipnya mayoritas menolak segala bentuk kekerasan dan kezaliman antar umat, sesama umat,bahkan segala bentuk-bentuk premanisme baik di kampus-kampus di jalan-jalan bahkan di mana saja. Rakyat kita mulai bereaksi dan muak terhadap segala bentuk kekerasan,kemunafikan,kepalsuan,dst. Sebagian umat dari berbagai agama,kepercayaan lalu mulai berpaling ke yoga dan meditasi Mungkin anda ingin lebih tahu apa makna dan praktek-praktek yoga yang sebenarnya ini? Dibawah ini secara ringkas saya coba jelaskan:.

Pemahaman dan manfaat yoga

Kata yoga sendiri bermakna ilmu pengetahuan. Jadi sebenarnya yang harus difahami dulu adalah yoga yang sedang populer dan “boom”di Indonesia ini adalah Hatha Yoga (pengetahuan atau ajaran akan olah-tubuh), bahasa Inggrisnya adalah body exercise. Sedangkan meditasi yang menyertainya adalah bentuk pernafasan (pranayama) yang kebanyakan variatif khusus bagi kesehatan. Meditasi spiritual tidak begitu saja diajarkan oleh guru-guru spiritual karena bersifat tertutup dan tidak boleh untuk orang luar, dan terbatas pada murid-murid perguruan tertentu. Yoga-yoga yang berhubungan dengan pembangkitan Kundalini pada umumnya bohong belaka apalagi kalau tidak disertai dengan pola makan vegetarian dan upaya-upaya spiritual tertentu kalau betulpun sebagian besar bersifat siddhi (salah jalan).

Di Indonesia saat ini mereka-mereka yang tertarik kepada yoga pada umumnya terdiri dari orang-orang yang memang gemar pada kesehatan dan hal-hal yang bersifat spritual,namun lebih banyak lagi karena mengiginkan kesehatan dan kesembuhan yang lebih prima setelah gagal dalam menjalani perawatan maupun gagal dalam mengatasi gejolak-gejolak kehidupan seperti stress, dan lain sebagainya. Walaupun kehidupan mereka dapat disebut sukses dan mapan secara ekonomi. Ada baiknya selalu belajar yoga dari berbagai guru guru internasional maupun nasional, namun jauhi yang berbiaya mahal dan sok pamer kesaktian. Semua itu tidak berhubungan dengan yoga demi kesehatan yang sejati baik secara lahir maupun batin.Saat ini boom yoga membuat sementara orang latah ikut-ikutan yoga bahkan mengaku dirinya guru yoga karena tidak seperti di Eropah, USA,Australia dan Canada,disini tidak ada peraturan dan proteksi dari pemerintah maupun departemen kesehatan yang terkait.

Jadi kalau sembrono yang didapatkan bukannya kesehatan tetapi malahan cedera tubuh apalagi kalau belajar sendiri tanpa tuntunan guru yang handal. Idealnya yoga sebaiknya dipelajari semenjak usia kanak-kanak atau remaja, apalagi cara pandang kaum cendekiawan sudah menyatakan yoga olah-tubuh ini baik bagi “mind, body,dan spirit”setiap individual. Dalam Bahasa Sansekerta kata yoga berasal dari kata Yuj (union,penyatuan). Sewaktu kita berlatih fisik dan mental secara seksama dan penuh disiplin maka lambat laun akan hadir rasa keseimbangan penyatuan dengan Sang Jiwa Yang Maha Agung,sebuah bentuk ilmu pengetahuan sederhana dan kuno namum efektif bagi manusia modern secara universal.

Referensi yoga paling tua menyatakan yoga telah hadir semenjak kurang lebih 3000 tahun lalu dengan belasan ribu gerakan (asanas) yang menjadi cikal bakal ilmu Kung Fu (di China) dan silat di Asia termasuk ajaran Zen, Karate, Aikido dst. Namun pada tahun 200 masehi oleh Patanjali yang dikenal sebagai bapak yoga telah digali kembali dan saat ini menjadi kebutuhan kesehatan yang amat diperlukan. Yoga adalah Dharma dalam pembentukan karakter dan kesehatan manusia era ini!

Ada ribuan aliran yoga saat ini, namun prinsipnya dasar-dasar yoga ada 8 tahap:

1. Yama : yaitu dilarang melakukan kekerasan
(himsa), berbohong, mencuri, seks bebas, rakus,iri hati dsb.
2. Niyama : dianjurkan menjaga kebersihan lahir batin,lingkungan,kesederhanaan,bersyukur selalu untuk apa adanya,rajin belajar dan setia pada pasangan hidup,guru,orang tua,negara, dst.
3. Asana : pelatihan atau posisi posisi hatha-
yoga menyeluruh yang meliputi gerakan-gerakan sambil berdiri,duduk,berbaring dan juga secara akrobatis demi menjaga otot-otot persendian, organ-organ bagian dalam dan luar tubuh.
4. Pranayama : pernafasan yang dilatih secara sistematis baik secara individual maupun berkelompok.
5. Pratihara : memusatkan pikiran dan perhatian ke dalam diri, membatasi diri dari berbagai rangsangan-rangsangan duniawi yang mengikat dan negatif melalui berbagai panca indra kita.
6. Dharana : memusatkan perhatian pada suatu haldalam kehidupan ini, 6-7-8 harus dibawah guru spritual yang handal dan non pamrih.
7. Dhyana : meditasi kearah ketenangan
8. Samadi : pencerahan spritual akan hakekat diri manusia itu sendiri dan hubungannya dengan Sang Pencipta.

– Manfaat yoga yang pasti adalah pembentukan postur tubuh yang sehat dan jauh dari kolesterol,toxin dsb.
– Tubuh akan tetap lentur sehingga otot-otot dapat bekerja secara maksimal dalam menyalurkan energi.
– Menguatkan tulang punggung, ini paling vital agar dapat menyanggah tubuh bagian atas dan bawah secara seimbang.
– Meredakan, juga mengurangi bahkan dalam berbagai kasus mengeliminasi berbagai penyakit kalau dilakukan secara konstan seumur hidup atau dalam jangka waktu tertentu.
– Memperlambat penuaan akibat tercapainya keseimbangan dalam pola makan, cara berpikir dan jauh dari unsur-unsur negatif duniawi, sehingga yang tercapai adalah jauh dari stress, lebih waspada, peka dan teliti pada tubuh dan jalan pikiran sendiri.
– Pengendalian emosi dan pekerjaan sambil tubuh melepaskan hormon endorphin yang dapat mencetuskan rasa bahagia dan ketenangan,dsb.

Jenis-jenis yoga

Hatha – Yoga – aktifitas olah tubuh berdasarkan
latihan-latihan postur tubuh(asanas),teknik-teknik pernafasan (pranayama) dan meditasi
(dhyana) untuk keselarasan jiwa dan raga.

Raja – Yoga – yoga meditasi tingkat tinggi secara spritual yang hanya dapat dipelajari dari segelintir guru-guru yoga yang amat handal (non pamrih).

Bhakti – Yoga – yaitu berpikir dan bertindak positif secara pro-aktif setiap saat dan pada setiap situasi.dengan arah bakti kepadaNya semata.

Jnana – Yoga – menggunakan dan menyalurkan berbagai bidang pengetahuan yang dimiliki seseorang bagi sesamanya. Selalu belajar hal-hal yang baru demi diamalkan bagi umat manusia maupun kesejahteraan mahluk-mahluk dan
berbagai ciptaan-ciptaanNya.

Karma – Yoga – menghayati, memahami, dan melaksanakan setiap pelaksanaan jiwa raga penuh tanggung-jawab agar terhindar dari hukum karma universal yang dapat menimpa kita setiap saat akibat perbuatan-perbuatan masa lalu dan sekarang.

Mantra – Yoga – Japa mantra yang harus dipelajari secara positif tanpa pamrih dari guru yang juga secara spritual non-pamrih. Kalau dihayati secara salah akan menimbulkan kesesatan dalam bentuk kesaktian yang disalahgunakan (siddhi),dapat berakibat amat fatal bagi diri sendiri.

Tantra – Yoga – melancarkan aliran energi kosmis di dalam tubuh agar selaras dengan energi alam semesta (sebuah ilmu yang amat rumit dan mulai langka) dan sering disalah-fahami sebagai ritual-ritual seks bebas.

Ada beberapa aliran yoga saat ini yang dominan yaitu Kundalini – Yoga, Ashtangga Yoga, Bikram- Yoga, Jyengar Yoga, Ananda-Yoga, Vini-Yoga, Sivananda-Yoga dan ribuan yoga-yoga lainnya baik yang halus maupun bersifat senam dsb.

Namun tujuan tulisan ini adalah bagaimana memahami nilai-nilai dharma yang terkandung di dalam ajaran berbagai aliran-aliran yoga ini agar kita umat sedharma dapat memahaminya sebagai awal kehadiran Sang Dharma itu dalam”Jubah Yoga” yang mampu menerobos dan bermanfaat bagi masyarakat kita yang majemuk dan berlatar belakang aneka ragam ini. Ternyata faham-faham yoga yang amat ahimsa dan penuh keselarasan diperlukan oleh masyarakat kita yang tersobek-sobek oleh carut-marutnya ekonomi, politik, kesehatan dan agama-agama yang saling bertikai ini, persis seperti ramalan Ronggowarsito Jayabaya itu.

Di era yang penuh kekalutan dan pemanasan global, maka yoga dan berbagai nilai-nilainya telah dan akan selalu menjadi dasar keseimbangan psikologis dan jiwa-raga kita semua, bahkan membuat umat-umat lain menciptakan yoga-yoga mereka sendiri berdasarkan ajaran yang adi-luhung leluhur kita. Mudah-mudahan selanjutnya, yoga yang sudah merintis jalan Sang Dharma akan segera menghadirkan Dharma itu kembali secara utuh di Nusantara ini. Untuk itu diperlukan partisipasi kita semua! Om Shanti-Shanti-Shanti. Om Tat Sat

Diedit oleh : antonina uvi

mohan m.s
di Shantigriya Ganesha Pooja
Cisarua, 18-6-2008

Memahami ajaran ajaran Kristus yang senada dengan ajaran mengenai karma

MEMAHAMI AJARAN-AJARAN KRISTUS YANG SENADA DENGAN AJARAN MENGENAI KARMA

Sri Yesus selama ini dikenal sebagai salah seorang resi (utusan) agung dari Yang Maha Esa, ajaran-ajarannya bagi kaum Hindu-Buddha dianggap tidak jauh berbeda dengan Sang Buddha Gautama. Dari sutra-sutra yang ditemukan di India dan Tibet, ternyata Yesus adalah pembela hak-hak azazi rakyat kecil yang teraniaya oleh ulah para brahmana. Hal yang sama juga digugat beliau di Israel, maupun di Syria, Afghanistan dsb. Beliau sangat anti kasta seperti halnya Sang Buddha, Krishna, Rama, Mahatma Gandhi, Vivekananda, Kabir, Guru Nanak, dst. Beliaupun menganjurkan pemberian kasih terhadap setiap manusia dan makhluk. Pada era tersebut ajaran Kristus dianggap mencampuri terlalu jauh kaidah-kaidah yang dianut para brahmana di India dan para rabbi di Israel, akibatnya beliau sering diusir di mana-mana dan akhirnya disalib secara tragis. Kalau mau betul-betul menghayati Bible, maka jelas terlihat bahwa Yesus telah dikhianati dan diingkari oleh murid-muridnya sendiri. Ada yang menjualnya, ada yang berbohong sampai tiga kali, dan yang lainnya bersembunyi ketakutan ketika sang guru disalib. Kemunafikan telah diperlihatkan dari awal kematian Kristus yang suci ini. Agamanya adalah orisinil agama Asia, namun saat ini sudah dikemas dengan kemasan Eropah, jadilah agama Kristen sebagai produk Eropah lengkap dengan pohon Natal dan Santa Klaus yang tidak ada dalam ajaran-ajaran aslinya. Ajaran aslinya megatakan “Kerajaan Tuhan ada di dalam hatimu”, tetapi yang kita lihat adalah gereja-gereja bergaya Eropah dengan umat yang amat perlente jauh dari kesederhanaan yang diajarkan Kristus. Bahkan sebagian sekte Kristen menjual agama demi keselamatan yang semu. Sayang sekali ajaran-ajaran Kristus yang hakiki kurang difahami oleh umatnya, karena demikian carut-marutnya penyusunan Bible itu sendiri. Sewaktu saya berkunjung ke Eropah banyak yang megatakan bahwa Bible merupakan produk “tangan keempat”, tidak megherankan kalau gereja-gereja sudah tidak diminati lagi di sana, di London sendiri sudah 2 gereja dijual ke umat lain (Hindu).
Ada sebagian ajaran Kristus yang terselamatkan, misalnya Mathius, dan Khotbah di atas bukit, serta mutiara-mutiara di sana-sini. Kemudian bab mengenai Wahyu, jelas sekali adalah ajaran Hindu Vaisnawa, tentang kedatangan Kaliki. Jesus sendiri dipercayai sebagai seorang Yogi yang amat piawai dan meguasai shastra Hindu dengan amat baik. Kalau Nabi Muhammad S.A.W konon dikatakan buta aksara, Yesus nampaknya sangat terpelajar namun sangat sederhana dan tidak menonjolkan dirinya. Ciri yang sama dimiliki para resi Hindu dan Nabi Muhammad serta para nabi-nabi lainnya.
Penulis tertarik pada ajaran Kristus yang terdapat di Mathius, karena terbukti Yesus megajarkan hukum sebab-akibat (Hukum Karma), reinkarnasi, dan hukuman yang akan didapatkan seseorang setelah meninggal dunia, di alam swarga maupun neraka (yang amat Hinduistik sifatnya). Di India sendiri ada ratusan makalah yang mengupas persamaan ajaran Yesus dengan ajaran-ajaran Sanatana-Dharma. Salah satunya yang amat menarik adalah “Light on Saint Mathew” oleh Maharaj Charan Singh (almarhum), seorang guru spiritual dari perguruan Radha Soami Satsangh Beas, di Punjab, India. Sebagian cuplikan ajaran beliau kami sarikan di bawah ini. Beliau juga berkata : “Ajaran-Yesus banyak disamarkan oleh orang-orang tertentu dari masa ke masa untuk pemenuhan ego masing-masing individu tersebut. Padahal Yesus datang untuk menuntun umat manusia kembali ke asal (Bapak)-Nya. Hanya sedikit yang faham akan tujuan dari ajaran-ajaran spiritualnya yang agung, yang mirip sekali dengan ajaran para utusan Ilahi dari masa ke masa”.
“Anda mungkin faham bahwasanya Bible itu sendiri tidak ditulis oleh Yesus maupun para murid Yesus sewaktu beliau masih hidup, jadi belum tentu apapun yang hadir di Bible adalah kata-kata Beliau yang asli, karena tidak ada catatan mengenai hal tersebut di Bible. Semua tulisan di Bible berasal dari sana-sini, bahkan melalui berbagai mulut dan generasi, itulah sebabnya berbagai bab menyebutkan ajaran dari Santa Matius, Lukas, dst. bukan langsung dari Sri Yesus Kristus itu sendiri. Karena para orang suci inilah yang mengkomplikasi ajaran-ajaran tersebut dari masa ke masa. 2000 tahun kemudian, apapun yang anda baca di Bible bisa saja membingungkan, baik dari segi penerjemahan maupun dari segi-segi nilai spiritual yang dikandungnya, contoh Bible Bahasa Bali, Papua, Sunda, Jawa, dsb. Nama Yesus saja sudah dilafalkan jauh dari aslinya, katanya disesuaikan dengan lafal bahasa setempat, akibatnya janggal dan aneh sekali”.
HUKUM KARMA DAN BERBAGAI ASPEK
HINDU DI MATIUS

“Dan saat ini juga kampak tersebut telah ditebaskan ke akar pohon itu; oleh sebab itu setiap pohon (pepohonan) yang tidak
menghasilkan buah (pahala) yang baik (harus)
ditebang jatuh dan dilemparkan ke bara api”.
(Matius 3:10)

Keterangan : Jelas ayat di atas berbicara akan hukum karma yang bersifat universal (Sanatana Dharma). Matiuspun banyak mengungkapkan praktek Hindu seperti pembaptisan di/dengan air, Spirit of God, Roh Kudus (Atman, Paramatman) dsb. Matius 5:1 s/d 5:38 berkata lebih banyak lagi akan karma-phala, ini, dst, dst.

“Berhati-hatilah agar dikau tidak memberikan amal di depan orang agar tidak terlihat oleh mereka itu : atau Bapak di sorga tidak
akan memberikan pahala kepadamu”.
(Matius 6:1)

Ketarangan : Barangsiapa melakukan amal-ibadah yang penuh pamrih maupun demi tujuan-tujuan tertentu yang bermotifkan “penyuapan ke Tuhan”, dsb, maka Sri Yesus menjamin mereka tidak akan mendapatkan pahala dari Tuhan. Kenyataannya di Indonesia saja, banyak kaum Protestan menggaet umat lain melalui pemberian-pemberian yang tidak dianjurkan oleh Yesus maupun Bapak di sorga. Entah dampak buruk apa yang akan didapatkan oleh kaum yang megingkari ajaran Kristus ini ?

“Tetapi kalau dikau ingin beramal (sebaiknya) tangan kirimu tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh tangan kananmu”.
(Matius 6:3)

Keterangan : Bukankah wacana serupa hadir di ajaran-ajaran Hindu, Buddhis, Zoroaster dan Islam. Kesemuanya memperingatkan agar manusia tidak menjadi munafik melalui amal dan bhakti yang penuh kesombongan dan pamrih, Matius dari awal sampai akhir memperingatkan hal ini secara amat jelas dan tegas.

“Dan ampuni hutang-hutang kami, seperti halnya kami mengampuni orang-orang yang kami hutangi”.
(Matius 6:12)

Keterangan : Semoga Tuhan Yang Maha Esa megampuni segala karma (perbuatan) buruk seseorang, seperti halnya ia memaafkan dosa-dosa orang lain terhadapnya.

“Tetapi carilah dahulu Kerajaan Tuhan dan kebenaran-Nya; kemudian semua ini akan ditambahkan kepadamu”.
(Matius 6:33)

Keterangan : Dalam bentuk manusia, Sri Yesus megajarkan agar manusia sadar akan statusnya yang mulia, yaitu menemukan kerajaan Tuhan di dalam dirinya sendiri, yaitu Jati Dirinya sendiri (Atman, Roh Kudus). Sewaktu seseorang itu sadar akan hakikatnya sendiri, maka seluruh makna kehidupan ini akan dianugerahkan kepadanya. Sayang filosofi yang amat mendalam ini jarang sekali difahami oleh umat Kristus, yang condong lebih banyak berbicara keras-keras di gereja maupun di TV. Lupa mereka Jesus itu teramat lemah lembut sifatnya sewaktu berwacana di depan umat.

“Sesuai dengan putusan yang dikau lakukan, maka dikaupun akan dihakimi sesuai dengan putusanmu itu: Apapun yang anda
lakukan, hal yang sama akan dijatuhkan kepadamu lagi”.
(Matius 7:2)

Keterangan : (Matius 7:3, 7:4-5) selanjutnya mempertegas hal mengenai hukum karma tersebut di atas, dst. dst.

AHIMSA DALAM AJARAN KRISTUS

Puncak dari ajaran ahimsa (non-kekerasan) dari ajaran Sri Yesus Kristus disabdakan oleh beliau pada saat beliau disalibkan. Dalam penderitaan yang amat sangat ini beliau bersabda lirih :

“Bapa, maafkan mereka; karena mereka tidak sadar akan
apa yang mereka lakukan”.

Keterangan : Hanya seorang guru sejati yang sempurna yang dapat berwacana seindah dan se-Ilahi itu, karena manusia awam biasanya terliput dendam kesumat yang amat berkepanjangan. Yesus juga bersabda :
“Penuh dengan anugerah adalah mereka yang memaafkan; karena mereka akan mendapatkan anugerah dalam bentuk pemaafan juga”.
(Matius 5:7)

“Namun Ku-katakan padamu, kasihilah musuh-musuhmu, doakanlah keselamatan kepada mereka yang mengutukmu, lakukanlah
hal-hal yang dianggap baik kepada mereka yang
membencimu, dan berdoalah bagi mereka yang
meyalah-gunakan dan memperdayaimu”.
(Matius 5:44)

“Barangsiapa menampar pipimu yang kanan,
maka berikan juga pipimu yang kiri”.
(Matius 5:39)

Keterangan : Ini adalah bentuk ahimsa yang tertinggi, sayang dunia saat ini penuh dengan kekerasan yang tidak ada habis-habisnya. Kearifan ini terkesan hanya dimiliki oleh insan agung seperti halnya Sri Yesus itu sendiri, atau Buddha, para resi Hindu dan Mahatma Gandhi, dsb. Jelas ajaran Sanatana yang agung telah dihayati oleh Yesus selama hidup dengan belajar di India. Itulah sebabnya beliau menyebut dirinya anak manusia, tetapi bukan sembarang anak manusia, namun anak manusia yang agung dan suci di mata Bapaknya, yaitu Tuhan itu sendiri.

KANDUNGAN RAHASIA AJARAN YESUS

“Dianugerahilah mereka yang sederhana;
karena kerajaan sorga itu milik mereka adanya”.

Keterangan : Sebaliknya lihat kaum di Vatican dan di Inggris, dll. Para rohaniwan ini hidup di kastil-kastil yang mewah dengan berbagai atribut yang serba mewah, jauh dari kehidupan Yesus yang amat miskin dan sederhana itu.

“Dianugerahkanlah mereka yang meratap;
karena mereka akan mendapatkan
hiburan (kasih sayang)”.
(Matius 5:4)

“Dianugerahilah mereka yang merendahkan diri mereka;
karena mereka akan mewarisi bumi ini”.
(Matius 5:5)

“Dianugerahilah mereka yang berlapar diri, dan kehausan dalam menjalani kebenaran; karena mereka akan terpenuhi”.
(Matius 5:6)

“Dianugerahilah mereka yang penuh rasa maaf;
karena mereka akan mendapatkan maaf”.
(Matius 5:7)

“Dianugerahilah mereka yang murni jiwanya;
karena mereka akan melihat Tuhan”.
(Matius 5:8)

“Dianugerahilah para penyandang perdamaian;
karena mereka akan disebut putra-putri Tuhan”.
(Matius 5:9)

“Dianugerahilah mereka yang binasa demi jalan kebenaran;
karena milik merekalah kerajaan surga itu”.
(Matius 5:10)

Berbahagialah dan bergembiralah sebanyak-banyaknya;
karena sedemikian besar pahalamu di sorga;
demikianlah banyak nabi-nabi yang telah
dibinasakan sebelum kami”.
(Matius 5:12)

“Engkau adalah garam yang berasal dari bumi ini;
seandainya garam ini kehilangan intisarinya,
maka di mana lagi penggaraman tersebut
dapat dilakukan”.
(Matius 5:13)

Keterangan : Para guru-guru spiritual di India menyatakan terdapat intisari meditasi dan bakti yang amat mendalam dalam wacana-wacana tersebut di atas, yang hanya mampu dihayati oleh mereka-mereka yang meniti jalan kebenaran universal. Demikian juga kesimpulan para kaum sufi di India. Ternyata hanya “mereka yang mempunyai magnet dan frequensi” yang sama yang dapat merasakan getaran spiritual yang senada. Itulah sebabnya baik Bhagawat-Gita maupun Injil mengatakan agar ajaran Kebenaran ini tidak diberikan kepada anjing atau babi, tetapi diturunkan kepada mereka yang meniti jalan kebenaran universal ini, tidak peduli siapa dia dan apapun agamanya. Agama hakiki tidak megenal batas, agama hakiki hadir di dalam nurani yang bersih dari setiap individu yang bersih dan sadar akan hakikat Sang Pencipta dan berbagai ciptaan-Nya ini.

BERDOA SESUAI AJARAN YESUS

Ternyata Sri Yesus seperti halnya Sri Krishna sangat tidak menyukai kemunafikan apalagi pada saat kita melakukan berbagai aktivitas seperti amal, dan pekerjaan sehari-hari. Bahkan berdoa saja tidak dianjurkan secara muluk-muluk ataupun harus di tempat-tempat ibadah tertentu, seperti yang dipraktekan selama ini oleh umat Yesus dengan sorak-sorai dan hura-hura. Contohnya ada di Matius seperti di bawah ini :

“Namun dikau, sewaktu memuja (berdoa), masuklah ruang (kamar) mu, dan setelah menutup pintu, berdoalah ke-Bapa-mu yang hadir dalam rahasia (keheningan, diam, meditasi, shanti); dan
Bapa-mu yang hadir di dalam keheningan (rahasia)
ini akan menganugerahkan pahalanya
secara terbuka”.
(Matius 6:6)

Namun, sewaktu berdoa, jangan melakukan pengulangan-pengulangan secara sia-sia, ibarat kaum heathens;
karena mereka mengira suara mereka akan
terdengar karena doa mereka yang
hingar-bingar itu”.
(Matius 6:7)

Keterangan : Ternyata ayat pertama di atas, jelas tidak mementingkan tempat ibadah seperti gereja atau sinagogue, seperti halnya ajaran meditasi Hindu-Buddha-Jain, maka yang dianjurkan hanya sebuah ruang kecil untuk berkomunikasi secara hening, karena di situlah terletak rahasia komunikasi spiritual ini, bukan dengan berteriak-teriak keras, bernyanyi sambil berjingkrak-jingkrak ibarat orang kesurupan, karena Tuhan itu bukan seorang manusia pikun yang tuli.

Cukup dengan doa-doa seperti di bawah ini, karena Tuhan itu Maha Tahu:
“Karena Bapamu mengetahui apa saja yang dikau perlukan,
sebelum dikau menyampaikan kepada-Nya. Selanjutnya
berdoalah: Bapa kami yang ada di Sorga,
semoga terpujilah Nama-Mu”.
(Matius 6: 8-9)

“Hadirlah kerajaan-Mu. Kehendak-Mu juga yang berlaku
baik di bumi maupun di semesta raya ini”.
(Matius 9:10)

Keterangan : Kata sorga diartikan semesta atau jagat raya dalam bahasa Inggris, sumber Bible yang dikutip ini. Karena heaven dapat berarti sorga, tetapi kalau Heaven dengan “h” besar, seharusnya berarti jagat-raya. Terjemahan “heaven-Heaven” ini dalam bahasa Indonesia ternyata tidak memahami makna sesungguhnya. Sewaktu doa seseorang bersifat universal dan non-pamrih maka “kerajaan sorga” akan turun ke orang tersebut dalam bentuk kesadaran Ilahi yang amat universal, bukan harta-benda surgawi, atau pengetahuan egoistik yang sempit, dsb. Kaum Hindu yakin Yesus hadir untuk membawa reformasi bagi kaumnya, namun yang kita lihat kebanyakan malahan berpidato berapi-api, teriakan-teriakan histeris dsb. yang amat jauh dari wacana-wacana Beliau yang sarat filosofi. Mungkin hanya sebagian kecil rahib-rahib di pulau Agaphos yang menyadari hakikat selibat dan keheningan yang dimaksud Yesus.

“Berikan kepada kami (jatah) roti kami hari ini”.

Keterangan : Ada makna yang amat luar biasa di ayat ini. Yesus mengajarkan pada umatnya agar memohon kepada Tuhan, sekedar cukup untuk sehari-hari saja, bukan hal-hal yang melimpah ruah seperti janji-janji gombal sebagian kaum Kristiani yang menjanjikan keselamatan, sorga dan harta duniawi bagi yang mau dibujuk masuk ke agamanya. Adalah wajar kalau setiap manusia merasa cukup apa adanya, dan kalau ada lebih dibagi-bagikan kepada mereka yang membutuhkannya, bukan menjadi peminta-minta terus menerus. Kalau saja ajaran Kristus ini dihayati dengan baik, maka tidak akan ada kelaparan di Afika saat ini.

NON-KETERIKATAN DUNIAWI

Ajaran-ajaran Sri Yesus mengenai keterikatan duniawi ternyata amat mirip dengan ajaran Dharma. Di bawah ini, simaklah ajaran beliau yang sarat dengan kekayaan Ilahi, yang seharusnya didambakan oleh umatnya, bukannya belenggu derita yang malahan jadi objek-objek tujuan hidup yang fana ini :
“Jangan menumpuk hartamu di bumi ini, di mana akan dimangsa oleh kutu-kutu dan kekaratan, dan dirampas oleh para pencuri”.
(Matius 6:19)

“Tapi simpanlah harta di surga, di mana tiada hadir kutu,
kekaratan dan di mana tiada pencuri yang akan
mendobrak dan mencuri hartamu itu”.
(Matius 6:20)

“Karena di mana terletak hartamu, di sana juga terletak hatimu”.
(Matius 6:21)

“Cahaya raga adalah sepasang mata; seandainya matamu bersifat tunggal, maka seluruh ragamu akan terpenuhi oleh cahaya”.
(Matius 6:22)

Keterangan : Yesus berbicara tentang rahasia gaib mata tunggal, yang dikenal dalam ajaran Dharma sebagai mata ketiga, matanya kaum mistik dari masa ke masa. Mereka-mereka yang telah sanggup mengharafiahkan hakikat mata tunggal ini, akan menemukan Cahaya Ilahi di dalam seluruh sistem cakra-cakra yang ada di tubuhnya. Hal ini hanya dapat dicapai melalui yoga-meditasi yang mendalam yang telah dipelajari dan dihayati oleh Sri Yesus itu sendiri di India, melalui upaya-upaya non-pamrih dan berkesinambungan. Ajaran yoga ini telah hilang dari Bible karena telah menjadi agama Eropah, bukan lagi ajaran Asia yang penuh pesona dan kebenaran mistis. Menurut yang kami teliti di Bible, ternyata murid-murid Yesuspun tidak atau belum mampu menyerap rahasia ajaran yoga ini, apalagi para paus, dsb. yang lebih menyiratkannya sebagai ajaran kafir dan iblis. Padahal Yesus mengatakan :

“Seandainya matamu bersifat iblis, maka seluruh ragamu
akan dipenuhi oleh kegelapan”.
(Matius 6:23)

“Dan seandainya cahaya di dalam dirimu ini (bersifat) kegelapan, maka seluas apakah kegelapan tersebut ?”.
(Matius 6:23)

“Tiada seorangpun yang dapat mengabdi ke dua majikan. Karena ia akan membenci yang satu dan mencintai yang lainnya;
atau ia akan bersandar ke yang satu dan mengabaikan
yang lainnya. Dikau tidak dapat mengabdi ke Tuhan
dan ke mammon (harta-benda duniawi, iblis,
kegelapan, dsb. sekaligus)”.
(Matius 6:24)

Keterangan : Jelas sudah ajaran-ajaran spiritual Yesus di atas, apalagi yang satu, berikut ini :

“Oleh sebab itu Ku-katakan kepadamu, hindarilah berpikir akan (kelangsungan) kehidupanmu, hindarilah berpikir akan apa
yang akan dimakan atau yang akan diminum; atau apa
saja yang harus aku kenakan. Bukankah hidup ini lebih
bermakna daripada daging, dan raga ini lebih
bermakna dari yang dikenakan ?”.
(Matius 6: 25)

“Saksikanlah burung-burung yang berterbangan di udara; mereka tidak pernah menanam maupun memanen, ataupun
mengumpulkan hasil panenan mereka di lumbung-
lumbung; toh Bapamu yang di sorga tetap saja
berkenan memberikan santapan kepada
mereka. Tidakkah dikau ini (sebenarnya)
sebuah ciptaan yang lebih baik
daripada burung-burung ini ?”.
(Matius 6:26)

“Oleh sebab itu, janganlah berpikir apa yang akan terjadi esok hari; karena esok akan merancang dirinya sendiri. Jadi
cukupkan sudah kegelapan pada hari ini”.
(Matius 6:34)

Keterangan : Demikianlah sedikit wawasan universal yang saya petik secara pribadi dari ajaran Sri Yesus yang amat bermakna bagi umat manusia secara umum. Adalah salah kalau ajaran Kristus ini hanya berlaku bagi kaum yang menamakan dirinya Kristen, Katholik, Protestan dsb. (Nasrani), tetapi sesuai sabda-sabda Yesus setelah bangkit dari kuburannya, agar mewartakan ajaran (kabar-kabar baik ini) ke seluruh bangsa di dunia, walaupun ajaran-Nya diabaikan di Israel, tanah kelahiran-Nya sendiri. Namun sebagian umat Kristen malahan mengkafirkan ajaran lain dan memaksa umat lain dengan segala iming-iming untuk menjadi Kristen, padahal tujuan Yesus itu sendiri bersifat amat universal seperti yang dipelajari-Nya di India. Yang sesuai dengan ajaran Buddha, Krishna, Rama dan utusan-utusan Ilahi lainnya, demi keharmonisan umat manusia itu sendiri. Seperti juga halnya dengan ajaran-ajaran Al-Quran, Weda, Upanishad, Smriti, Sruti, Bhagawat-Gita, Kabalah, Taurat, Injil, dst. Kalau dimaknai intisarinya, maka akan menghasilkan wujud sinergi dan kearifan universal yang bermanfaat bagi umat manusia secara keseluruhan tanpa pembatas-pembatas yang penuh dengan kegelapan.

Agama agama dari masa ke masa

AGAMA-AGAMA DARI MASA KE MASA

“Yada-yada hi dharmasya glanir bhawati bharata abhutthanam adharmasya tadatmanam Srjamaham”

“Wahai putra keluarga Bharata, ketahuilah bahwasanya pada saat-saat pelaksanaan dharma merosot ke titik paling rendah, dan adharma merajalela, Akupun menjelma ke dunia ini secara pribadi.”
-Bhagawat-Gita-

Raditya, edisi 103, Feb. 2006, hal. 16 menghadirkan sebuah artikel yang ditulis oleh Sdr. I Made Wardana seperti cuplikan berikut ini :
“Dari sloka di atas menunjukkan bahwa Personalitas Tuhan (Personal God) akan langsung turun dari dunia rohani yang kekal (Goloka Vrindawa) atau akan mengirimkan utusan-utusan Bhagawatam (Ilahi) yang diberikan amanat untuk menuntaskan masalah dharma-adharma di bumi-loka ini. Turunnya Sang Personalitas Tuhan itu sendiri disebut Awatara (Rama, Krishna, Buddha, dsb). Para Awatara ini terbagi dalam berbagai kategori seperti Purusha, Lila, Guna, Yuga, Mahawatar, dan Shaktywesa Awatara. Kesemua awatara ini ternyata telah diprediksi kehadirannya secara terperinci di dalam pustaka-pustaka Hindu Dharma kuna seperti Bhagawata-Purana dan Bhawisya-Purana. Berbagai prediksi yang ditulis ribuan tahun yang lalu ternyata kemudian menjadi kenyataan-kenyataan yang menakjubkan pada masa-masa berikutnya. Konon selain Yang Maha Esa hadir juga “Roh-Roh” yang Beliau utus demi tujuan penegakan dharma-dharma itu sendiri dari masa ke masa, dari lokasi ke lokasi sesuai dengan kehendak Yang Maha Esa itu sendiri. Para utusan Ilahi ini mendapatkan “mandat spiritual” penuh disamping itu, merekapun memiliki kesaktian-kesaktian tertentu (disebut Saktywesa)”. Contohnya Srila Wyasadewa, Buddha, Isa (Yesus), Nabi Muhammad S.A.W., Sri Chaitanyamahaprabhu, Shankaracharya, Guru Nanak, Kabir, dst. yang kesemuanya berhasil merubah tatanan adharma kembali ke jalan dharma yang lurus dan lempang (bahasa Timur-Tengah disebut Islam).
Contoh, kehadiran Sri Buddha Gautama dinyatakan :
“Tatah kalau sampravritte sammohaya suradvistham buddo namnanjana-sutah kikateshu bhavishyati” (artinya : Pada zaman Kali, Sang Buddha akan lahir sebagai putra dewi Anjana di Gaya, dst. dst…. Srimad Bhagawatam 1. 3. 24).
Kemudian dalam Bhavisya-Purana (sejarah masa datang), sloka III. 2. 23 disebutkan “….ko bhavaanithi tham praha sahovaacha mudanwitha eshaputram cha maam vidhi kumari garbha sambhavam aham eesa (Isa) masiha nama” (Aku akan lahir sebagai Isa Mahesa (Isa Almasih), Esa putra dari Tuhan dan ibu yang masih perawan, dst. dst”. Setelah tiga ribu tahun berlalu ternyata benar lahir seorang Nabi agung yang disebut Isa (Yeshua Yesus) sebagai putra Tuhan yang lahir dari bunda Maria yang masih perawan. Di dalam Purana yang sama ini juga, di sloka III. 3. 3 tertulis jelas “…. di daerah Meleccha (Timur-Tengah) akan hadir seorang Guru-Rohani (Nabi, Nabe). Kata Meleccha (atau Meccah) menunjuk ke suatu masyarakat di Timur-Tengah, yang pada era tersebut sedang mengalami peradaban adharma yang akut (jahiliyah), yaitu merosotnya moral dan akhlak kaum tersebut, yang jauh dari ajaran-ajaran Weda-weda. “Muhamada akan turun dan hadir dengan membawa panji-panji agama yang baru bagi masyarakat ini”. Kata Muhamada adalah kata Sansekerta untuk kata Muhammad atau Mohammed (muha = maha, mada = utusan Ilahi, nabi, rasul). Pada zaman Kali, sekitar 500 tahun yang lalu (kira-kira tahun 1489), awatara Tuhan kembali ke alam mayapada ini sebagai seorang brahmana muda seperti yang diyakini oleh kaum Waisnawa, yaitu Sri Caitanya Mahaprabu, persis seperti yang diprediksikan di dalam Garuda-Purana : “Kalina dakya manawan paritranaya tanubhrtam janma prathama Sandhyam karisyami dwijatisu”. (Pada awal Kali-Yuga, Aku akan datang sebagai seorang brahmana yang akan menyelamatkan para jiwa-jiwa yang jatuh sebagai akibat buruk zaman Kali). Masih di dalam Purana ini, disebutkan : “Aku akan lahir sebagai putra Sachi di daerah Navadvipa-Mayapur”.
Berbagai purana-purana tersebut konon diyakini oleh umat dharma sebagai ajaran-ajaran dan tulisan-tulisan Sri Wyasa-Dewa, yang telah mencapai moksha (kesempurnaan), yang amat menguasai kejadian-kejadian pada masa lalu, kini dan masa-masa yang akan datang (trikala-Jna).
Bukan itu saja, namun kehadiran utusan agung dharma seperti Shankara-acharyapun telah diprediksi sebelumnya, termasuk kehadiran Nabi Musa, Ratu Victoria (yang menjajah India), dsb. Lebih dari itu juga disebut-sebut akan bangkitnya teknologi dan sains di antara wangsa-wangsa kulit putih yang kemudian akan mengekspor kembali ilmu pengetahuan ini ke tanah Bharata dan ke seluruh dunia (Saat saya menulis ini, Presiden USA baru saja membuat kesepakatan dengan PM Manmohan Singh untuk mengembangkan teknologi nuklir). Konon agama masa depan akan lebih terfokus ke ilmu-pengetahuan dan pada saat yang sama berpijak ke ilmu pengetahuan spiritual juga. Tidak mengherankan kalau di Nusantara, semenjak lama Tuhan dikenal sebagai Sang Hyang Widhi-Wasa, yaitu Tuhan Yang Maha Tahu, Yang menjadi Sumber Ilmu-Pengetahuan. Demikianlah umat Hindu di dunia termasuk di Nusantara semenjak masa silam sudah dipersiapkan untuk masa depan yang akan penuh dengan ilmu-pengetahuan, sains dan teknologi. Toh masih banyak di antara kita yang belum sadar akan hakikat futuristik ini!.
Sementara kaum Hindu sibuk dengan upacara yang tidak-tidak dan ribut dengan sesama umat. Lalu ada sebagian umat Islam yang menyatakan semua agama tidak benar, kecuali Islam, padahal Al-Quran berwacana secara amat universal. Allah di Al-Quran bahkan bersabda seandainya Allah mau maka semua manusia dapat dijadikan Islam, namun Beliau lebih suka kebhinekaan agar manusia dapat saling berkenalan.
Ir. Made Amir, seorang dosen teknik di Universitas Udayana, Denpasar, Bali (Raditya 103/Feb. 2006) menyatakan hal tersebut seharusnya dikaitkan dengan konteks waktu, tempat dan situasi di tanah Arab pada saat itu. Ketika Nabi Muhammad S.A.W. sedang menyebarkan agama Islam maka pada era itu kemerosotan moral dan budaya sedang parah-parahnya, aneka kepercayaan yang tumbuh liar. Kepercayaan-kepercayaan itulah yang dimaksud dengan semua agama salah.
Penulis amat yakin dengan hasil penelitian Made Amir ini, karena bukankah Al-Quran sendiri mengakui ajaran-ajaran dan Nabi-Nabi sebelumnya seperti Isa, Musa, Daud, Ibrahim, dst. Lebih dari itu Nabi Muhammad S.A.W sendiri menganjurkan umatnya untuk mencari ilmu pengetahuan sampai ke negeri Cina. Dan bukankah Cina beragama Tao, Kong Hu Cu, Lao-Tse, dan Buddhisme pada era itu.
Berbagai wahyu-wahyu turun dari-Nya, dari masa-ke masa melalui penalaran yang identik dari satu orang ke orang yang lain, di manapun lokasinya. Jadi agak aneh kalau mengatakan bahwasanya Agama “A” berasal dari wahyu Tuhan, tetapi agama-agama lain berasal dari sesuatu yang lain. Untuk itu umat Dharma harus selalu berbesar hati kalau dihina, dicela sebagai penyembah berhala, atau kafir, dsb. Karena pada hakikatnya seluruh agama-agama di dunia bersumber dari-Nya juga, seperti yang dikukuhkan oleh Al-Quran dan Nabi Muhammad S.A.W itu sendiri.
Saya ingin mengaitkan tulisan Made Amir tersebut di atas dengan sebuah artikel di Newsweek, edisi 28 Juli 2003, yang membikin heboh pada saat itu. Artikel ini berjudul “Challenging The Qur’an”, yang menulis kajian Prof. Christoph Luxemberg, yang menyatakan bahwa teks asli Al-Qur’an tidak berbahasa Arab, melainkan berbahasa Aramaik. Ia juga mengatakan Nabi Muhammad S.A.W datang ke bumi ini untuk bersaksi atas kebenaran ajaran Yahudi dan Kristen, baca majalah Gatra, No. 17. tahun IX, Agustus 2003) yang berjudul “Menggugat Kearaban Quran”, halaman 34 :
“Artikel yang ditulis Stefan Theil itu melansir pendapat pengkaji Al-Quran asal Jerman bernama samaran Christoph Luxemberg. Ia disebutkan sebagai professor bahasa Semit di sebuah Universitas Jerman yang terkemuka. Luxemberg digambarkan sebagai salah seorang dari kelompok ilmuwan di berbagai negara non-muslim yang sedang gandrung mempelajari bahasa dan sejarah Al-Qur’an.
Luxemberg berpendapat bahwa versi Al-Qur’an yang ada saat ini salah salin (miss-transcribed) dan berbeda dengan teks aslinya, teks asli Al-Qur’an dikatakan lebih mirip dengan bahasa Aramaik ketimbang Arab. Naskah asli itu telah dimusnahkan Khalifah ketiga, Usman-bin-Affan”.
“Konsekuensi dari tesis itu, beberapa teks Arab, Al-Qur’an yang dalam versi Aramik dikatakan memiliki makna lain. Misalnya ungkapan Al-Qur’an versi Arab bahwa Muhammad adalah “penutup para nabi”, dalam versi Aramaik menjadi “saksi para nabi”. Artinya saksi atas kebenaran teks Yahudi-Kristen.
Dalam versi Arab, Al-Quran dijelaskan sebagai “Wahyu Allah”. Sedangkan dalam versi Aramaik menjadi “ajaran” dari Injil kuno. Dus, kata Luxemberg, Al-Qur’an asalnya adalah dokumen liturgi Kristen yang kemudian oleh ekspansi imperium Arab diubah menjadi sumber ajaran Islam.
Perintah menjulurkan jilbab pada edisi Arab, dijelaskan menjadi perintah melingkarkan sabuk di punggung pada edisi Aramaik”.
(Tulisan tersebut di atas telah digugat oleh para ahli agama Islam baik di Indonesia maupun di luar negeri, dengan berbagai alasan-alasan sebagai hal yang mendeskritkan agama Islam !).
Gatra selanjutnya menulis di hal. 36 : “Taufik melihat Luxemberg hanya berupaya membaca Al-Qur’an dengan bahasa Syria-Aramaik, biasa disingkat Syirak. Dalam bukunya, Luxemberg menjelaskan, Syirak adalah salah satu dialek dalam bahasa Aramaik yang digunakan penduduk Edessa, sebuah negara-kota di Mesopotamia-atas”.
“Pada masa Nabi Muhammad, Arab belum menjadi bahasa tulis. Fungsi itu diperankan Syirak, sebagai alat komunikasi tulis di kawasan Timur. Dekat sejak abad kedua sampai ke tujuh Masehi. Ketika Edessa menjadi entitas politik, Syirak berfungsi sebagai medium penyebaran Kristianitas menembus Asia, Malabar dan Cina Timur. Syirak kemudian tergantikan oleh bahasa Arab pada abad ke tujuh sampai kesembilan”.
Selanjutnya Gatra menambahkan : “Bahasa Al-Qur’an juga menyerap bahasa, selain Aramaik, ada Yunani, Persia, atau Ibrani”. Namun seorang doktor ilmu Al-Qur’an lulusan Mcgill University, Canada, Yusuf Rahman, menilai upaya Luxemberg itu sebagai karya ilmiah, karena kajian ini didasarkan pada penemuan manuskrip di San’a, Yaman. Seorang pekerja yang sedang merenovasi masjid di San’a menemukan manuskrip Al-Qur’an pra Usman. Namun Yusuf tidak sepakat dengan kesimpulan bahasa asli Al-Qur’an adalah Aramaik”.
Gatra menambahkan, adanya dua peneliti asing lainnya yaitu Geiger dan Rudolf yang memaparkan banyak istilah Al-Qur’an yang dinilai berasal dari Bible (Injil). Sehingga Al-Qur’an dipandang sebagai hanya duplikat dari Bible. Rudolf menyebut 26 istilah Al-Qur’an berasal dari tradisi Yahudi dan 29 dari Kristen.
Gatra, hal. 43, aksara para pedagang.
Pada era itu, bangsa Arab yang dijuluki jahiliyah, semula dianggap buta aksara dan bodoh. Tetapi bukti-bukti arkeologis justru menunjukkan sebaliknya. Seperti yang tertulis dalam buku Rekonstruksi Sejarah Al-Qur’an karya Taufik Adnan Amal; ditemukan sejumlah prasasti dalam bahasa Arab Selatan. Bukti-bukti ini tertanggal jauh sebelum Kristen. Meski di Mekkah, tempat kelahiran Nabi Muhammad S.A.W belum ditemukan prasasti serupa, daerah itu telah lama menjadi tempat perniagaan (Internasional, antar-bangsa) dalam hubungan perdagangan, maka tradisi tulis-menulis sangat dipentingkan.
Berdasarkan penelitian sarjana Barat, maka tulisan Arab berasal dari tulisan Kursif Nabthi yang ditransformasikan ke dalam tulisan Arab pada abad keempat Masehi. Proses ini kemungkinan berlangsung di Madyan atau di kerajaan Gassamid, dan tersebar hingga ke Suriah Utara. Di kalangan sejarahwan Arab, tulisan Arab lebih populer yang berasal dari Hirah, sebuah kota dekat Babilonia, dan Anbar di Eufrat, barat laut Baghdad.
Kala itu ada dua jenis tulisan Arab, pertama, Khat Kufi yang menunjuk ke kota Kufah, tempat yang disempurnakannya kaidah-kaidah penulisan Arab. Bentuk kedua, Khat Naskhi yang bersumber pada bentuk tulisan Nabthi yang dipakai untuk surat-menyurat. Penulisan Al-Quran pada periode awal biasa memakai Khat Kufi. Bentuk hurufnya masih sederhana, tanpa titik dan harakah.
Kesimpulan Luxemberg di atas tentu saja sulit diterima oleh umat Islam, sebabnya Al-Quran disebutkan dalam bahasa wahyu dan yang digunakan adalah hisamul-Arab. Ini identik dengan bahasa syair pra-Islam yang difahami seluruh suku di Jazirah Arab (Gatra hal. 42). Dalam perkembangannya bahasa Arab mengalami penyerapan dari bahasa Ibrani, Persia dan Aramaik. Menurut Abu Bakar al-Wasiti, seorang sufi terkemuka di Iran, dalam bahasa Al-Qur’an terdapat 50 dialek Arab. Namun keragaman ini sudah hampir punah. Sebab telah diseragamkan oleh Khalifah bin Affan pada 30 Hijriah. Waktu itu untuk menghindari pertentangan di antara umat Islam (karena hadirnya berbagai versi Al-Quran), maka Usman menetapkan bacaan Al-Qur’an merujuk pada suatu dialek Quraisy yang dipakai Nabi Muhammad. Jika hal tersebut tidak diatasi oleh Usman, maka bisa menyulut perpecahan (masih berlangsung sampai kini di Timur-Tengah dan negara-negara lain yang menganut faham Islam yang berbeda-beda). Komisi yang dibentuk Khalifah Usman menyimpulkan semua ayat Al Quran yang dimiliki para Wali, perbedaan bacaan kemudian diseragamkan menjadi satu mushaf, yang kemudian dikenal sebagai mushaf Usmani. Mushaf lain seperti yang dimiliki Ali bin Abi Thalib dan Hafsan, putri Umar bin Khatab yang juga adalah janda Rasullulah, Ibnu Mas’ud, Ubay bin Kaab, dan Abu Musa As’ari dimusnahkan. Naskah Al-Quran ini diperkirakan berjumlah 23 mushaf. Menurut para ahli, Al-Quran mushaf Usman mengandung banyak kekurangan, menghapus keragaman dialek dan bacaan. Jadi perlu disusun edisi kritis.
Sebelumnya pada masa Khalifah pertama Abu Bakar Siddiq, usaha pengumpulan Al-Quran sudah dilakukan namun tugas ini belum tuntas sampai berakhirnya masa kepemimpinan Abu Bakar sekitar 15 bulan. Pekerjaan itu berlanjut hingga Khalifah berikutnya, Umar bin Khattab dan Usman bin Affan. Tetapi hasil kodifikasi resmi Zaid ini, menurut Taufik Adnan Amal terbukti tidak berpengaruh luas. Masyarakat Muslim lebih mengakui mushaf lainnya. Contoh, mushaf Ubay bin Ka’ab punya pengaruh kuat di Suriah, mushaf Ibnu Mas’uf mendominasi Kufah, dan mushaf Abu Musa Asyari lebih diakui di Basra. Isi mushaf ini agak berbeda dengan mushaf Usmani, baik jumlah surat maupun ayatnya. Semula, pemusnahan mushaf non-Usmani ditolak keras. Namun demi persatuan umat, akhirnya diputuskan tidak ditentang. Hingga abad ke 10, salinan mushaf ini masih beredar. Ada pula yang masih bertahan sampai saat ini, antara lain mushaf Ali bin Abi Thalib.
Kumpulan ayat menantu Rasul ini berdasarkan kronologi turunnya wahyu. Hingga saat ini, menurut Hussein Shahab, tersimpan rapi hampir di semua perpustakaan besar di Iran, di antaranya di Perpustakaan Mar’asyi di Qum, dan di Perpustakaan Imam Redho, Marshad. Tapi kaum Syiah tidak memakai mushaf ini, mereka tetap menggunakan mushaf Usmani.
Ali bin Abi Thalib termasuk jajaran para penulis wahyu terkemuka. Seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, jika Nabi menerima wahyu, maka ia memanggil mereka untuk menuliskannya, kemudian beliau berkata “Letakkan ayat ini dalam surat yang menyebutkan begini atau begitu”. Penulisan wahyu saat itu masih berserakan. Antara lain ditulis di atas daun lontar, pelepah kurma, kulit dan tulang.
Di Indonesia beberapa pemikir muda Islam seperti Ulil Abshar-Abdalla dan Taufik Adnan Amal, yang tergabung dalam jaringan Islam Liberal, memandang perlu adanya edisi kritis Al-Quran. Alasannya, teks dan bacaan yang saat ini dipakai adalah hasil pikiran para imam. “Kenapa kita tak berusaha menyempurnakannya ?”, kata Taufik. Sebab penulisan teks Al-Quran mengandung ketidak-konsistenan. Selain itu, tulisan Al-Quran saat ini bisa dipersoalkan dari aspek linguistik dan kaidah bahasa Arab. Malah, bacaannya masih menampakkan bias gender dan tidak sejalan dengan nalar rasional (contohnya perbudakan, dsb.). Tapi menurut ahli lain seperti Hussein Shahab, kalangan ulama kebanyakan tidak mau menggugatnya karena “merupakan bagian dari ibadah”, katanya.
Nasarudin Umar, Guru Besar Ilmu Tafsir UIN, Jakarta di Gatra, hal. 44, berkata, “Dengan pendekatan seperti di atas, sulit membayangkan adanya kata sepakat untuk keutuhan dan orisinalitas sebuah teks, apalagi kalau teks itu sudah lebih dari satu milenium umurnya, sebagaimana Al-Quran”.
Pada era itu, istri Nabi, Hafsan membutuhkan ruang sebesar gudang untuk koleksi manuskrip-manuskripnya. Saat ini Al-Quran dapat disimpan di dalam USB sekecil anak jari tangan. Para sahabat Nabi Muhammad saat itu, juga memiliki berbagai catatan dalam berbagai dialek di jazirah tersebut. Seperti halnya di India, maka kultur Arab pada era itu terkenal kuat dengan kultur hafalan-hafalan secara turun-temurun. Namun akibatnya jadi simpang-siur kala akan dikolektifkan, misalnya manuskrip Ibnu Mas’ud – yang terkenal sebagai penulis wahyu – tidak mencantumkan tiga surah terakhir (S. Al-Ikhas, S. Al-Falaq, dan S. Al-Nas). Jadi Goedziker pun menolak ketiga surah tersebut sebagai bagian dari Al-Quran.
Akibatnya, terjadi perdebatan sampai saat ini di kalangan para ulama, peneliti dan cendekiawan Islam maupun dunia. Apalagi orisinalitas itu diukur ketika Al-Quran masih berstatus “Kalam al-dzati” (Ideas of God), bebas dari simbol, atribut, kebahasaan dsb. Atau diukur ketika Al-Quran sudah berstatus “kalam al-lafdhi”, yang diwahyukan ke langit bumi, ditujukan kepada Nabi Muhammad melalui perantaraan Jibril.
Selanjutnya tidak ada masalah dalam “kalam-al-dzati”, tetapi kalau al-lafdhi menghadirkan berbagai perbedaan dan argumentasi, dengan hadirnya tujuh model huruf, dsb. dsb. Kembali ke bahasa asli Al-Quran, Nasarudin Umar, menambahkan “bahasa asli Al-Quran bukan bahasa Arab, tetapi “something like Aramaic”, jadi tidak seharusnya dan sejelas dengan persepsi kita sekarang tentang bahasa Arab. Bahkan pada era tersebut, bangsa dan wilayah Arab itu belum jelas, apalagi mengacu pada geografis, kultur atau bahasa”.
Atas dasar ini, dapat dijelaskan bahwa 150 tahun setelah Nabi Muhammad wafat, baru bahasa Arab menjadi bahasa tulisan (a written language). Demikianlah keunikan penyusunan Al-Quran, yang mirip penyusunan berbagai ajaran-ajaran di India, Israel dan bagian lain di Timur-Tengah. Dari bahasa hafalan ke bahasa tertulis. Nah, pada saat ditulis ini bisa saja terjadi “korupsi” atau penyimpangan yaitu dilebihkan atau dikurangi atau diubah teksnya agar lebih sesuai dengan situasi era tersebut. Hal ini sudah dilakukan oleh para brahmana di India pada masa-masa yang silam, hal yang sama telah terjadi di Injil, dsb. Itulah sebabnya di era ini terdapat ribuan sekte dalam berbagai agama, yang masing-masing mengklaim dirinya benar. Mungkin diperlukan badan mirip PBB, misalnya dengan mendirikan Persatuan Agama-agama di dunia (United World Religion Organization), yang mengatur toleransi universal di antara semua umat dan mencegah terjadinya peperangan antar umat sendiri maupun lainnya.
Pada saat saya menulis ini, maka perang sektarian telah terjadi di Iraq, pemboman atas mesjid-mesjid berlangsung amat sadis dengan puluhan sampai ratusan korban di berbagai pihak, hal yang sama terjadi di Afrika, Indonesia, India, dsb. Kalau dibiarkan terus dunia akan makin kacau, apalagi kalau memakai nama Tuhan. Umat Hindu di Indonesia harus belajar dari semua fakta-fakta sejarah ini. Ketuhanan Yang Maha Esa berdiri di atas segala bentuk awidya dan pemahaman berbagai umat yang mengakui beragama ini dan itu. Yang Maha Kuasa itu, hadir di Weda, Purana, Sruti, Smrti, Taurat, Zabur, Injil, Al-Quran dan kitab-kitab suci umat lainnya, dalam bentuk Ke-Esa-annya. Hal inilah yang harus dijadikan pedoman dan panutan, bukan pemahaman yang “kesana-kemari”. Karena era ini adalah era rasional yang berdasarkan ilmu pengetahuan, sains dan teknologi yang masih akan berkembang terus. Berbahagialah umat Hindu karena beragama berdasarkan Widya, bahkan para elemen dewatanya seperti Brahma, Saraswati, Ganeshya, dsb. kesemuanya menyandang atribut-atribut ilmu-pengetahuan yang maha luas. Hindu-Dharma adalah bunda dari pengetahuan dan seluruh agama, cikal-bakal bahkan dari peradaban umat manusia yang beradab dan berbudi luhur dan adi-luhung. Jadi seyogyanya kita tidak ikut-ikutan sepak-terjang umat-umat lain namun lebih baik merenung lebih dalam lagi akan fenomena-fenomena Ilahi ini. Interospeksi akan ajaran kita akan membawa kita ke arah kesadaran yang lebih hakiki di mana kita dapat memainkan peranan positif di dunia ini.

Peranan Weda di kehidupan kini

Demikianlah Weda-weda(Sanatana Dharma) ini. Agama agama lain mengklaim hanya mereka masing-masing yang dapat menuntun ke surga. Namun keagungan berbagai weda ternyata terdapat dalam konsep kebinekaan yang adiluhung. Inilah keagungan SanatanaDharma.
Berbahagianya kita insan Indonesia yang juga bernaung di bawah panji Bhinneka Tunggal Ika ini, ternyata keagungan Weda hadir dalam Pancasila dan Garudanya. Pendiri negara ini ternyata lebih memahami Weda dari pada pemimpin-pemimpin masa kini. Inilah keagungan Sanatana Dharma, yang hadir sampai saat ini sebagai satu-satunya sumber agung ke arah Tuhan Yang Maha Esa di dunia ini.Demokrasi ternyata bukan produk barat namun adalah cerminan dan sumbangan berbagai falsafah Weda ke dunia ini.
Hindhu Dharma yang juga disebut jalan abadi atau Sanatana Dharma ini tidak memiliki awal ataupun akhir. Dharma ini tidak pernah diciptakan karena Tuhan Yang Maha Esa Sudah hadir sebelum yang lain-lainnya hadir. Dharma tidak pernah musnah selama kehidupan ini masih eksis. Dharma berpusat kepada Tuhan Yang Maha Esa (God-centric). Pusat Sanatana Dharma itu adalah Tuhan itu sendiri, sedangkan berbagai agama di dunia lebih cenderung berpusat pada nabi-nabi mereka (Prophet-centric).
Weda adalah sabda Tuhan secara langsung dan diturunkan turun temurun, dari Tuhan kepada para dewata, dari para dewata kemudian kepada para manu, selanjutnya manu menurunkan dan mengajarkan kepada para resi. Berbagai agama menyatakan bahwa wahyu-wahyu turun melalui malaikat kepada para nabi,rasul, atau mesiah. Namun kaum Dharmais senantiasa respek dan mengakui serta menghormati semua utusan Tuhan dan berbagai agama ini. Karena merasa semua ini berasal dari satu intisari dari Weda-Weda di India kuno.
Penyebaran Dharma selama ribuan tahun dapat dilihat melalui sejarah, melalui rute Khyber Pass, Silk Route, dan lain-lain. Melalui penelitian ras, genetika, golongan rhesus negatif, cara makan, musik, cara menggunakan busana, adat- istiadat, budaya, transmigarasi dari India ke berbagai sudut Asia secara langsung maupun tidak langsung. Bagi kaum Dharmais utusan Tuhan ini adalah awatara.
Dewasa ini kaum Dharmais di dunia berjumlah sekitar satu setengah milyar atau mungkin dua milyar manusia. Mereka ini merupakan gabungan kaum dan sakta, Seperti kaum Buddhist dan ribuan sekte-sekte besar dan kecil, Kaum Jain, kaum pemuja api di India yang berasal dari Persia, Kaum Sikh, pemuja Dewi Tara, Kwan kong, Kwan Im, Tri Dharma, Kejawen dan sebagainya.
Semuanya berpayung pada satu Omkara. Omkara itu sendiri kalau dibalik mirip kata Allah, ini tentunya bukan suatu kebetulan, karena aksara di Timur-Tengah berasal dari aksara Yahudi, yang bersumber pada aksara Sansekerta dan Pali. Kata Amin, Amen berasal dari Om (Om Tat Sat) berarti apapun yang dilakukan atas nama-Nya pastilah Sat. Sedangkan Om Shanti berarti “ Damai atas kehendak-Nya”. Amen sendiri berarti terjadilah Kehendak-Nya.
Yang lebih menarik lagi ternyata Bunda Smriti dan Gayatri hadir sebagai Dewi Isis di Yunani Kuno. Dewi yang cantik in mempunyai buah dada yang ranum yang tidak habis-habisnya sebagai sumber-sumber kebutuhan manusia. Kristen menghadirkan Bunda Maria, dan Nabi Muhammad s.a.w menyatakan tidak ada yang lebih suci dan mulia dari pada seorang ibu. Beliau amat mensakralkan Bunda Maria (Mariam). Kata “ma” berasal dari kata Mariamman,di India Selatan berarti Dewi Durga, Bunda Semesta. Kata Melayu, Malaya berasal dari kata Malayalam, di India Selatan.
Yang menarik lagi adalah bab mengenai wahyu di Perjanjian Baru ternyata identik dengan kisah Kalikin. Di bab ini Jesus mengatakan bahwa Beliau akan kembali sebagai Pengantin Pria (Krishna) dengan pendamping Pengantin Wanita (Radha). Ternyata konsep Radha-Krishna, Purusha-Prakriti, Tuhan-Sang Maya, hadir dalam Bible ini, tetapi tidak difahami oleh kaum Kristiani secara hakiki.
Jesus disebut Isa, dalam Shiwa Purana Isa berati Shiwa. Dalam pengertian umum kaum Dharmais Isa berati seorang yogi yang telah mencapai penyatuan dengan Tuhan. Sudah menjadi pengetahuan umum kalau Jesus pernah belajar di India dan di babtis oleh John (Yahya) si Pembabtis secara Hindhu di tepi sebuah sungai, mirip pembabtisan kaum Hindhu di India.
Islam mengakui Nabi Ibrahim, Nuh, Isa, dan nabi-nabi lainnya, juga mengakui kitab-kitab Zabur, Taurat, dan Injil. Bahkan Nabi Adam dan Manu (Nabi Nuh) juga diakui, bukankah itu semua berarti pengakuan terhadap ajaran-ajaran Weda, Wedanta, Sruti, dan sebagainya? Namun banyak yang pura-pura tidak tahu akan hal ini.
Bagi kaum Dharmais , kaum Yahudi, Kristen, dan Muslimin adalah saudara-saudara mereka sedharma dengan improvasi yang berbeda, namun sebenarnya tidak jauh berbeda karena tetap mengacu kepada Yang Maha Tunggal dan kebenaran hakiki (absolute truth). Shalatnya kaum Muslim mirip dengan yoganya kaum Dharmais. Ka’bah mirip dengan Lingga-Yoni. Ekaristinya kaum Katholik adalah prasadnya kaum Hindhu. Sang Buddha tidak pernah berganti agama sampai Beliau wafat, dan Nabi Muhammad s.a.w sangat menghormati Hind (India Kuno).
Ternyata sebenarnya umat manusia bersandar ke satu iman, namun avidya membuat kita terkecoh dengan semua improvisasi ini. Semua jalan ini sebenarnya mengarah ke yang satu (Warenyam bhargo devashya dimahi).
Sedikit tambahan: Asal kata Mohammed adalah Mahatma (Maha Atma, Mahamada). Ajaran ahimsa Mahatma Gandhi berdampak hadiah nobel untuk Marthin Luther King. Jr., Nelson Mandela dan Bunda Theresia yang mengabdi untuk kaum miskin di India. Ternyata sedemikian dasyatnya dampak weda di dunia ini. Weda berkonsepkan Tri Murti. Brahma sebagai Pencipta, Wishnu sebagai Pemelihara dan Shiwa sebagai Pendaur Ulang seluruh ciptaan.
Islam berkonsepkan Allah yang berarti Dia dari mana semua ini berasal. Juga berpedoman pada “Innalillahi wainnalillahi rojiun” yang berarti “Dari Dia dan kepada-Nya pula kembali”. Kata “Innalillahi wainnalillahi rojiun” menurut para ahli bahasa Sansekerta berasal dari kata “Lila” yaitu permainan Tuhan.
Konsep Tri Murti menjadi Omkara, “A” sama dengan Brahma Sang Pencipta, “U” sama dengan Wishnu Sang Pemelihara, dan “M” sama dengan Shiwa yang berarti Pendaur Ulang seluruh ciptaan. Kata Aum atau Om kalau dibalik menjadi kata Allah. Ini bukan suatu kebetulan karena konsep ini sudah ada sejak sebelum Nabi Ibrahim hadir (mengacu ke pengakuan Manu /Nuh oleh umat Judea, Kristen dan Islam).
Tulisan Arab adalah jelas singkatan-singkatan dari Bahasa Sansekerta. Namun tulisan Arab lebih banyak mempunyai aksara dari pada Bahasa Hindhi Modern, namun sama dengan Urdu. Jadi kalau kita mau bersikap bijaksana dan mempelajari Ikroqnya, maka kita akan memahami bahwa bangsa-bangsa di Asia mempunyai keterkaitan satu sama lain bukan hanya secara genetika saja tapi juga melalui kultur dan Weda-Weda. Tuhan yang kita pujapun Yang Maha Tunggal, namun kita menamai Beliau dengan sebutan yang berbeda. Kemudian kita mulai mengklaim bahwa hanya Tuhan dan agama kita saja yang benar, yang lain di anggap gentile (kafir) atau chandala.
Ada sedikit tambahan dari Persia Kuno (sekarang Iran). Nabi mereka Zoroaster memuja Api (konsep Rig Weda), kemudian mengacu ke Judea dan Arab, maka kaum Yahudi dan Muslim mengorbankan hewan untuk pemujaan mereka (konsep Weda-Weda juga yang berlaku sampai Aswamedha). Hindhu kemudian berubah dan tidak mau mengorbankan hewan, namun konsep lama Weda tetap berlaku sampai sekarang di Timur-Tengah dan di Bali (Caru).
Di Injil khususnya di perjanjian lama tertulis bahwasanya suatu saat nanti umat manusia akan bersatu memuja Tuhan sewaktu mereka semua berbahasa sama (speak in one tongue). Banyak orang berpikir kalau umat manusia memiliki satu bahasa atau agama secara umum maka kita akan bersatu dan memuja satu Tuhan.
Sebenarnya kaum Hindhu berkata bahwasanya satu bahasa tersebut bermakna satu iman yang dilandasi oleh pemahaman universal akan hadirnya satu Pencipta. Bukankah ini konsep weda yang hakiki dan telah menjadi pengetahuan umum kaum Dharmais?
Kalau saja umat manusia mau duduk bersama-sama, sambil menanggalkan ego kita masing-masing, kemudian membaca sejarah dengan teliti, maka kita akan menemukan “the missing Link (garis yang hilang diantara kita). Dunia terasa semakin sempit dalam era-globalisasi ini. Teknologi informasi telah melampaui batas-batas negara, namun hati kita masih beku di dalam kegelapan juga.
Untuk kaum Dharmais saya anjurkan untuk tidak segan-segan bertata-krama dengan umat lain seperti layaknya kita bersaudara, karena memang kita semua ini bersaudara.
Weda mengakui bunda semesta sebagai bunda lima bangsa utama (ras utama) di bumi ini. Kalaupun ada umat lain bersifat ekstrim, diskriminatik terhadap kita, anggaplah itu wajar-wajar saja. Di dunia ini selalu ada pro dan kontra, bahkan di dalam diri kita sendiri.

Apakah yang telah anda pahami tentang Weda

( SABDA-SABDA DEWA)

I. SEJARAH WEDA
Weda bukan merupakan wahyu-wahyu yang diterima oleh para nabi ataupun utusan-utusan Tuhan, namun lebih merupakan sabda-sabda Bhagavatham yang diturunkan langsung melalui sabda-sabda dewa kepada para resi melalui persepsi – direct (direct-perception).
Ajaran-ajaran maupun berbagai petunjuk yang terdapat di berbagai weda lebih merupakan pedoman hidup universal dari pada dogma yang menjerat umatnya. Tanpa hadirnya weda – weda ini dapat dibayangkan seperti apakah umat manusia dewasa ini. Karena nampaknya tidak ada budaya, agama, maupun perilaku bangsa apapun di dunia ini yang lepas dari ajaran –ajaran agung ini.
Penyebaran weda telah melalui beberapa jalan, misalkan Afganishtan, Turkeinishtan dan selanjutnya ke Timur-Tengah dan seterusnya. Melalui jalan laut menuju ke Semenanjung Arab, ke Asia Tenggara dan akhirnya melanda ke seluruh Asia. Cina kuno mengirimkan para Budhisatwa mereka untuk mempelajari dharma yang kemudian menjadi sendi-sendi agamis yang berasimilasi dengan ajaran-ajaran leluhur mereka yang juga berpedoman adiluhung. Lahirlah konsep-konsep Kwang – Kong (Yamaraja), Kwam Im (Saraswati,bunda semesta) dan Buddhisme di Cina yang pengaruhnya melanda seluruh Asia.
Yunani kuno tidak pernah menjajah India kuno, namun keduanya terlibat dalam persahabatan antarnegara yang intim, akibatnya konsep weda , Sruti dan Smritipun menjalar ke Yunani kuno maka lahirlah konsep para dewata dan Tuhan di kawasan ini. Misalnya Tuhan mereka Zeus adalah Brahma dalam versi Weda, Isis adalah bunda semesta, Hercules sama dengan Hanoman, dan venus sama dengan Lakshmi dan sebagainya. Mesir konon pernah ditaklukkan oleh Sri Rama dan keturunannya, jadilah raja-raja mereka bernama Ramses (Keturunan Rama) dan merekapun memuja Surya(Tat Savitur, dan sebagainya).
Secara historis Timur-Tengah mendapat kunjungan para nelayan dari India Selatan (di daerah Yaman). Daerah ini asal-muasal wangsa-wangsa Arab. Sedangkan kaum pribumi asli adalah cikal-bakal kaum Yahudi saat ini, yang telah bercampur dengan para candala yang dibuang dari India semenjak masa Rama,Pandawa dan seterusnya. Para Candala ini dibekali dengan berbagai weda , arca-arca hewan ternak dan budaya India kuno.
Tidak mengherankan kalau kemudian nabi agung mereka yaitu Abraham memuja lingga-yoni yang terbesar di dunia yang dikenal dengan nama Ka’bah saat ini, lengkap dengan mandir Shiva-Durga, Ganesha, Subramaniyam dan sebagainya. Subramaniyam (Kumara) identik dengan Nabi Daud (David), yantranya bintang sudut enam dengan dua garis disamping adalah yantra Subramaniyam (dewa dharmanya para dewa). Namun karena mantram yang ada diberbagai sudut bintang tersebut telah dihapus maka turunan Abraham akan berperang terus sampai akhir jaman tanpa kendali. Nama Tuhan Kaum Judea adalah Yehovah, sangat identik dengan Zeus (Yunani) dan Brahma (India). Sifat-sifat Tuhan ini tersirat sangat pedendam dan gemar membalas umatnya yang sesat dengan berbagai bencana.
Kitab-kitab suci mereka disebut Taurat, Zabur dan Injil (Perjanjian lama) adalah ajaran weda dan wedanta yang bukan saja mirip bahkan dalam berbagai versi adalah foto-copy ajaran dan kebiasaan / legenda kaum dharma. Manu dikenal dengan Nuh, Soleman adalah Vikramajit, Genesis adalah Vedanta dan sebagainya. Terus ke Kristus yang pernah mendalami dharma di India, dan John sang pembabtis yang mewisudi Kristus mirip kaum suci di Sungai Gangga, menunjukkan bahwa telah masuk pengaruh Waishnawa, Buddhisme dan Shiwais ke ajaran-ajaran Kristus (sebenarnya ada 50 injil, namun yang hadir sekarang hanya 3 saja).
Lahirnya Islam merupakan evolosi budaya, kultur dan kemajuan spritual di Timur-Tengah, merupakan sebuah akumulasi dari berbagai pengaruh tersebut di atas. Itulah mengapa sebabnya Kanjeng Nabi Besar Muhammad saw sangat menghormati Hindhu dan nabi-nabinya serta mendeklararasikan Ka’bah sebagai kiblatnya umat Muslimin sedunia sesuai dengan wahyu-wahyu yang beliau terima dari Allah swt. (konsep Hindhunya Durga).
Para pengarang buku Hindhuisme,’’ The greatest religion in the world’’ menyatakan bahwa agama-agama di Timur-Tengah adalah penyelewengan ajaran weda. Saya pribadi tidak setuju dengan istilah yang terkesan agak kasar tesebut. Bagi saya pribadi yang telah meneliti berbagai agama selama puluhan tahun melihat ‘’penyelewengan ‘’ ini sebagai improvisasi alami dari weda-weda sesuai dengan evolusi yang dijalaninya di berbagai belahan bumi . Weda adalah pohon dan akar utama, agama-agama lain yang lahir dari-Nya adalah cabang-cabangnya, dan dari cabang-cabang ini lahir berbagai ranting (Shakta, sekte,aliran dan lain-lain). Jadi kalau weda-weda sudah menyebar ke 6 milyar manusia dewasa ini, tentu saja nada-nada, rupa, dan bentukpun telah berimprovisasi secara alami.
Semua ini adalah kehendak-Nya semata, kaum dharmais seharusnya tidak terpengaruh oleh pengotakkan–pengotakkan semacam itu namun harus berbangga karena weda telah menjadi sumber inspirasi , kultur dan sebagainya dari umat manusia sampai dewasa ini. Kebinnekaan adalah wujud-wujud ciptaan-Nya semata yang sudah menjadi kehendak-Nya jua. Kita harus menghormati hak absolut Hyang Maha Esa ini, karena hanya Beliau sendiri yang faham akan segala misteri dan lila Beliau.
Konon Stephen Knapp, salah satu penulis ‘’ Hindhu agama tersebar di dunia’’ pernah berkata bahwasanya yang hakikatnya adalah nama modern untuk filosofi weda, khususnya yang berwujud spiritual yang dihubungkan dengan Indra. Dan mereka-mereka yang mengikuti ajaran-ajaran dan kaidah weda disebut Arya. Arya bukanlah ras manusia tertinggi selama ini yang dikenal umat manusia namun sesungguhnya lebih mengarah sebuah pedoman standar hidup yang ideal(ideal way of life).
Seorang yang bijak, arif dan lurus perilakunya di dalam masyarakat disebut sebagai seorang Arya (gentleman), dalam pengertian Islam di sebut Insan-Kamil. Kata ar berarti putih atau jelas, dan kata ya mengacu ke Yadhu, Tuhan atau Krishna (Baghavatam,Illahi). Arya dapat disebut jalan pencerahan menuju ke arah Bhagavatam. Dan semua pemahaman duniawi maupun spritual ini dijabarkan melalui berbagai ajaran Weda yang kemudian menyebar ke seluruh Tanah Bharata dan melampaui batas-batas negara dan bahkan menyebar sampai ke dunia barat.
Sanatana Dharma resminya adalah Weda plus Hindhuisme, Jainisme, Buddhisme dan Sikhisme, dan sebagainya. Namun secara tidak kita sadari juga adalah ajaran agama-agama besar lainnya karena mereka semua telah terpengaruh bersumber pada Weda, Vedanta, Upanishad, dan sebagainya.

II. KARAKTER DAN BAGIAN-BAGIAN WEDA.
Karakter atau ciri-ciri utama dari berbagai weda adalah:
1.Anadi (tanpa pemula).
2.Apurusha(tanpa pengarang)
3.Sumber akar setiap ciptaan.

Namun lebih jauh dari itu semua, maka nada atau swara, kidung-kidung dan mantra Weda seandainya disuarakan akan mengaktifkan sistem-sistem syaraf halus kita dan sekaligus mempengaruhi lingkungannya, yang berakibat temaram dan shantinya lingkungan, insan dan makhluk yang hadir di lingkungan ini, kondisi ini sangat universal sifatnyanya.
Tidak ada satu agama lain yang sedemikian peduli dengan kehidupan lain seperti ajaran-ajaran Weda (Dharma). Bunda Weda bersabda: “Bukan hanya mahluk yang berkaki dua yang harus sentosa, namun juga mereka-mereka yang berkaki empat, semak belukar, pepohonan, gunung, sungai……….dan seluruh ciptaan-ciptaan ini.”
Teks-teks Weda sarat dengan berbagai makna yang tidak terbatas sifat dan pemahamannya. Sloka-sloka Weda disusun secara puitis dan indah. Weda berisikan kaidah kehidupan yang selaras bagi umat manusia secara menyeluruh, bagi seisi semesta yang tanpa batas ini. Ajaran – ajaran ini tersusun secara sistematis dalam berbagai jalur sosial, filosofi, pengetahuan, sains, agama, ritual, kesehatan dan sebagainya.
Dari permulaan kelahiran sampai akhir hayatnya, manusia dharmais dituntun oleh berbagai ajaran Weda, agar si manusia ini mendapatkan keselamatan dan mencapai hakikat-Nya. Namun lebih dari itu kode etik sosial dan spritual Weda-Weda adalah sebenarnya anak-anak tangga yang menuju ke suatu strata Bhagavatham (Illahi) yang lebih Hakiki. Weda terdiri dari empat bagian yang amat penting: Rig – Yajur – Sama – Atharwa.

A. RIG WEDA SAMHITA
Terdiri dari stanza (sloka) yang pada awalnya disebut “Rik”, yang berati puji-puji. Setiap Rik adalah sebuah mantra yang merupakan pujaan bagi dewa-dewi masing-masing. Kumpulan dari berbagai Rik disebut Sukta.
Rig Weda Samhita memuat lebih dari 10.000 Riks (tepatnya 10.170 Riks). Keseluruhan Samhita dari 4 Weda tersebut di atas berjumlah 20.500 mantra. Rig Weda memuat 1028 Sukta yang terbagi dua kelompok yang terdiri dari 10 Mandala dan 8 Ashtaka. Dimulai dengan Sukta yang memuja Agni dan diakhiri dengan puja-puji ke Agni juga.
Diantara berbagai Weda ini Rig Weda secara menyeluruh memuja-muji para dewata. Namun dari permulaan (Upakarma) sampai ke akhir (Upasamhara) karya ini berbicara tentang Hyang Agni, jadi banyak pemuja kemudian menghubungkannya hal tersebut sebagai pemujaan api kepada Hyang Agni (Agni-Hotra). Padahal yang dimaksud sebenarnya adalah cahaya Bhagavatam (Jyotir,Tat Savitur) yang hadir di dalam kesadaran seorang manusia (Atma Chaitanyam).
Sukta terakhir Rig Weda ke Agni bersifat amat universal : “Semoga setiap insan berfikir dan bersatu dalam suatu pemikiran. Semoga semua hati bersatu dalam bentuk cinta kasih. Semoga tujuan semua manusia selaras hendaknya. Semoga semua makhluk berbahagia dalam suatu kesatuan itikad.” Demikianlah akhir dari Rig Weda yang agung ini.
Kaum bijak sangat menghormati Rig Weda karena sedemikian adiluhung dan sakral isi ajaran-ajarannya, yang kesemuanya ditujukan ke semesta dan segala isinya. Sebagai contoh : ritus pernikahan ditiru dari pernikahan (wiwaha) putri Hyang Surya, umat Khatholik sering mengutip ayat-ayat Weda yang ada di Injil tanpa mereka sadari sewaktu melakukan upacara pernikahan. Terdapat juga dialog-dialog sarat yang amat bernuansa spriritual tinggi antara Purorawas dan Urwasi. Resi Kalidasa gemar sekali menyitir bagian-bagian ini dalam ajaran-ajarannya.
Rig Weda dianggap sebagai yang tertinggi diantara weda-weda lainya, karena kandungan isi dan maknanya amat kaya raya. Darinya juga berasal jalan aksi (karma- yoga) yang tersirat dan terkandung di dalam Yajur Weda, darinya juga terkandung unsur-unsur musik yang terdapat dalam Sama Weda. Di setiap sakha terdapat tiga bagian yang disebut Samhita, Brahmana, dan Aranyaka, kesemuanya disebut Adhyayana. Kata Samhita berarti : “Sesuatu yang telah dikoleksi dan kemudian diatur secara sistematis”.Brahmana berbicara tentang nilai-nilai spiritual, ritual Aranyaka memuat berbagai hal selanjutnya.

B. YAJUR – WEDA
Kata yajur berasal dari kata yaj yang berarti memuja. Kata yajna berasal dari yaj yang bermakna puja-pengorbanan. Kata yajus berarti menerangkan prosedur ritualistik (Yajna). Dengan kata lain berbagai mantra di Rig Weda diwujudkan dalam bentuk puja, ritual, aksi dan sebagainya di dalam Yajur Weda. Kalau Rig Weda melantunkan dan menghaturkan berbagai mantram, konsep dan puja-puji, maka Yajur Weda mengaktualisasikan ritual-ritual tersebut.
Yajur Weda terbagi dalam dua sakha (cabang utama) seperti juga Weda-Weda yang lainnya. Kedua bagian ini adalah sukla Yajur Weda Samhita juga dikenal dengan nama Wijasaneyi Samhita. Kata Wijasaneyi berarti Surya . Konon Resi Yaajnawalkya telah membawa kembali Samhita ini ke dunia, setelah mempelajarinya kembali dari Hyang Surya, oleh karena itu Samhita ini disebut Wijasaneyi Samhita.
Ada sebuah kisah yang menarik yang berhubungan dengan Resi Yaajnawakya ini. Pada mulanya Resi Weda Wyasa membagi Weda ini menjadi empat bagian . Pada jaman tersebut Yajur Weda hanya terdiri dari satu bagian saja. Demikian yang diajarkan dan yang diturunkan Resi Wyasa kepada Resi Waisampayana. Resi Yaajnawalkya juga juga mempelajarinya demikian juga dari sang guru, Waisampayana. Namun pada suatu ketika terjadi kesalah-pahaman sang guru kepada muridnya. Dan sang guru memerintahkan Yaajnawalkya untuk mengembalikan semua ajarannya, karena sang guru sudah tidak berkenan lagi kepada sang murid. Yaajnamalkya setuju akan usul sang guru, kemudian ia memuja kepada Hyang Surya. Dan Hyang Surya berkenan mengangkatnya sebagai murid. Kemudian lahirlah tafsir baru sebagai ajaran Hyang Surya kepada Yaajnawalkya.
Itulah sebabnya kenapa karya ini disebut sebagai Wijasamemi atau Sukla Yajur Weda. Ajaran ini disebut Sukla (putih), sedangkan ajaran Resi Waisampayana disebut hitam (Krishna Yajur Weda). Kedua-duanya lalu menjadi Yajur Weda Samhita. Krishna Yajur Weda terbagi dalam bagian tang disebut Samhita dan Brahmana.
Intisari dari Yajur Weda adalah nilai-nilai baik dari berbagai Karma-Wedik (ritual dan pahala-pahalanya) Taittariya Samhita yang terdapat di Krishna Yajur Weda menerangkan berbagai prosedur secara mendetail Contoh-contoh ritual Yajna seperti Darsa Purnawarsa, Somayasa, Wajapeya, Rajasuya, Asmaweda dan sebagainya.
Kemudian ada mantra-mantra yang tidak tedapat dalam Rig Weda, contohnya Sri Rudram. Pada jaman ini di India, Kaum Hindhu lebih banyak berpedoman pada Yajur Weda. Walaupun demikian ajaran Sukla Yajur Weda sangat dominan di India Selatan. Yajur Weda juga memuat lebih banyak lagi hal mengenai Purusha Sukta yang hadir di Rig Weda.
Yajur Weda sangat penting bagi kaum Adwaitin (penganut filosofi non- dualisme). Taittariya Upanishad terwujd di Krishna Yajur Weda, Brahadaranya Upanishad terwujud di Sukla Yajur Weda. Kedua karya tersebut bersifat mahakarya dari kaum Adwaita (baca berbagai karya Upanishad yang hadir di web-site kami : shantigriya.tripod.com (tanpa www) atau melalui www.tripod.com

C. SAMA WEDA
Kata sama berarti:”Pembawa shanti ke jalan pikiran”. Kata lainnya: “membahagiakan dan mendamaikan jalan pikiran”. Ada empat cara untuk berperang melawan musuh yaitu: Sama, dana, bheda, danda. Sama berarti mengalahkan musuh dengan melalui media wacana dan cinta kasih.
Berbagai Riks di Rig Weda berubah menjadi melodi-melodi pujian di Sama Weda, mantra-mantranya tetap namun melodi-melodinya menjadi lebih lengkap (Sama Gana). Sama Gana adalah dasar dan sumber tujuh nada swara dalm sistem musik India. Dalam Bhagavat Gita Sri Krishna bersabda:” Diantara berbagai Weda, Akulah Sama Weda”. Demikian pentingnya Weda yang satu ini diantara weda-weda yang lainnya.

D. ATHARWA WEDA
Atharwa berarti seorang yang suci, konon memang ada seorang yang bernama Atharwan yang menjabarkan Atharwa Weda ini ke dunia luas. Di Weda yang satu ini menghadirkan berbagai mantram yang dirancang untuk menolak bala, iblis dan menghancurkan para musuh. Di sini terdapat juga berbagai mantra bagi para dewata, kesemuanya ini tidak hadir di berbagai weda lainnya.
Terdapat juga hymn-hymn yang menggambarkan ketakjuban akan alam semesta dan berbagai ciptaan–Nya. Bagian ini disebut “Prithwi Suktam”. Hyang Brahma adalah kebanggaan Weda ini. Tiga Upanishad utama yang terwujud dari Weda ini adalah: Prasna, Mundaka, dan Mandukya Upanishad, yang terakhir berarti jalan moksha seorang pencari kebenaran sejati.
Mantra Gayatri yang paling agung dan suci, yang merupakan pemujaan pertama di dunia kepada Tuhan Yang Serba Maha berasal dari intisari yang hadir di Rig-Yajur-Weda-Sama Weda. Atharwa Weda hadir dengan sebuah mantra lainnya. Mantra ini disebut Atharwa Gayatri. Untuk mempelajari diperlukan inisiasi khusus dengan benang suci (Upanayanam) yang disertai dengan ajaran yang disebut Brahmopadesa. Baru kemudian ajaran ini diturunkan oleh sang guru kepada sang murid.
Di India Utara kaum terpelajar dalam bidang Atharwa Weda ini jumlahnya sangat sedikit, padahal di masa-masa yang lalu tempat ini adalah lumbung ajaran ini. Sedang di India Selatan kaum Athar Wedin tidak murni kwalitasnya. Dan hanya sedikit kaum terpelajar Atharwa Weda yang ada di Gujarat, Sawashtra dan Nepal.
Keempat weda-weda ini terkesan berbeda satu dengan yang lainnya. Weda pertama dan kedua berjarak 4000 tahun, 1000 tahun kemudian lahir weda yang ketiga, dan empat ratus tahun selanjutnya hadir weda yang keempat. Namun esensinya ternyata satu dan sama yaitu kelestarian dan kesentosaan mahluk dijagat raya ini dan menuntun setiap insan ke jalan spritual yang utama.
Uniknya tak satupun weda-weda ini yang menyatakan dirinya sebagai “satu-satunya jalan pencerahan ataupun satu-satunya jalan Tuhan “ seperti yang diklaim agama-agama lain. Sebaliknya semua Weda in menyatakan, setiap jalan atau medium (dewata, malaikat, dan sebagainya) adalah wahana atau jalan ke hakikat yang benar.

Pengaruh kultur budaya dan ilmu pengetahuan hindu india ke dunia luas

PENGARUH KULTUR BUDAYA DAN ILMU PENGETAHUAN
HINDHU-INDIA KE DUNIA LUAS

Sering kita berpikir bahwa India adalah negeri asal para bintang-bintang Bollywood yang bernuansa gemerlapan dengan segala pernak-pernik dan gerak tari dan musik yang semarak, yang digilai milayaran pirsawan di seluruh dunia. Namun sedikit sekali yang sadar bahwasanya tanpa warisan dari Tanah Barata maka hidup di dunia tidak akan semaju dan secanggih ini. Warisan-warisan tersebut adalah : berbagai ilmu pengetahuan, sains, agama, filosofi, pengobatan, matematika, ilmu ukur, astronomi, dan banyak lainnya. Tanpa sumbangsih India Kuno ke berbagai kawasan Timur Tengah, Mesir, Iraq, Persia (Iran), Eropa, maka dunia yang kita tinggali ini tidak akan seperti ini. Tahukah anda bahwa permainan catur berasal dari India, padahal India sendiri tidak pernah menjadi juara catur dunia.
Di masa-masa yang amat silam sewaktu peradaban Indus Kuno (sekarang masuk ke wilayah Pakistan) berkembang ke arah Hindhu Dharma yang bersifat universal, maka para maha resi dari zaman ke zaman pada era-era tersebut telah mencapai berbagai penghayatan dan pemahaman berbagai pengetahuan yang dahsyat, yang melingkupi berbagai bidang diantaranya astronomi, arsitektur, filosofi, obat-obatan, dsb. Semua pengetahuan ini kemudian pada waktunya yang tepat diwariskan ke masyarakat dan selanjutnya mendunia melalui berbagai migrasi manusia. Contoh Cina mempelajari obat-obatan, agama, matematika, astronomi, ilmu ukur bahkan seni bela diri dari India. Sebaliknya Indiapun banyak sekali mendapatkan manfaat dari negara ini, hubungan kedua negara adi-daya di masa itu menghasilkan deklarasi persaudaraan di antara keduanya (disebut Hindhi-Chini Bhai-bhai, yang artinya India-China adalah dua bersaudara kandung). Pada era pra-Islam, maka Hinduisme telah masuk dan menjadi pedoman agama di Iraq, Iran, sampai Afganistan. Begitupun dengan Buddisme pada masa-masa selanjutnya. Menurut Muhammad Hedayetullah dalam bukunya : “Kabir, The Apostle of Hindu-Muslim Unity.” maka : “Para penguasa di Timur-Tengah dan Asia pada masa sebelum Islam telah menjalin kerja-sama yang amat erat dengan India dalam bidang agama, astronomy, arsitektur, sains, dan matematika, dsb.”
Di Persia dan seluruh kawasan Timur-Tengah ditemukan sisa-sisa ratusan ribu kuil dan wihara Buddhisme yang kemudian pada masa jayanya Islam, seluruh bangunan-bangunan suci kaum dharma ini dihancurkan secara total. Konon Sultan Harun Al-Rasyid menurut penulis di atas, memperkerjakan puluhan tabib dari India untuk mengobati Sultan, para elite dan masyarakat Iraq kuno dan kemudian para tabib ini mengalihkan pengetahuan-pengetahuan ini ke para ahli setempat. Banyak juga yang kemudian menetap dan menjadi warga setempat.
Kuil Hindu dan Wihara Buddhis bertebaran dalam jumlah puluhan ribu, dari Afghanisthan, Baluchistan sampai ke Saudi Arabia (masa itu nama Saudi Arabia belum eksis). Tradisi bersholat, bertasbih, berzikir, berbusana dan bersantap pada saat ini di kawasan-kawasan Timur Tengah dan Asia ini berasal dari berbagai tradisi Hindhu kuno masa-masa tersebut yang berasal dari pengaruh Hindu-Buddhis masa lalu. Konon pengaruh tersbut telah masuk dari masa-masa pemerintahan Sang Rama, Para Pandawa dan raja-raja lainnya. Menurut Smriti maka berbagai kerajaan ini telah ditaklukkan India pada masa-masa tersebut. Demikian juga dengan berbagai ajaran kaum Sufi baik di India maupun di Timur Tengah.
Selain pengaruh budaya dan agama, maka kisah legenda 1001 malam itu sendiri banyak yang terpengaruh oleh legenda-legenda yang terdapat di India sampai sat ini. Kitab-kitab suci kaum Judea (Yahudi) seperti Perjanjian Pertama, Taurat dan Zabur merupakan replika dari berbagai kitab-kitab suci di India seperti Vedanta, Manawa-Dharma-Shastra, kisah-kisah Manu (Nabi Nuh), Parikesit dan Vikramajit (Nabi Sulaeman). Adam adalah Brahma (Versi Weda), Daud mirip dengan Kumara, namun Kumara tidak pernah menikah sedangkan Nabi Daud beristri 99 orang.
Di bawah ini terdapat tulisan-tulisan dari seorang penulis dan peneliti kawakan dari Barat yaitu A.L.Basham, dalam bukunya yang amat disegani oleh kaum cendekiawan di dunia yaitu : “The Wonder That Was India”. Di bawah ini terdapat beberapa cuplikannya:
Hutang dunia kepada India
“Saya tidak akan menjabarkan akan berbagai pengetahuan yang dimiliki oleh kaum Hindhu…………mereka memiliki berbagai penemuan yang teramat peka mengenai ilmu astronomi, dan sebagainya. Berbagai penemuan dan pengetahuan mereka ini jauh lebih canggih daripada penemuan-penemuan bangsa Yunani dan bangsa Babylonia…..Kaum Hindhu juga telah menemukan berbagai pengetahuan yang amat menakjubkan (di luar kata-kata) untuk diterangkan seperti ; Sistim Matematika yang amat rasional (sistim sembilan symbol), ilmu ukur, dsb. dsb.”
-The Syrian astronomer-monk Severus
Sebokht (A.D.662).

Halaman 479 buku tersebut menambahkan :
“Islam tidak menghancurkan India, seperti halnya dengan Persia (Iran) yang hancur lebur total oleh serangan dan pengaruh Islam. Beberapa area di India memang kemudian berubah menjadi daerah-daerah pemukiman Islam, namun kaum Sufi dan para sultan-sultan Islam lebih memilih bekerja –sama dengan kaum Hindu. Akibatnya kemudian, masyarakat Hindhu dan Muslim memilih untuk hidup berdampingan dan seterusnya budaya mereka saling berasimilasi dan mempengaruhi satu dan yang lainnya.”

Lebih lanjut Hal.484, mengatakan :
“Kebudayaan dan kultur Hindu di India senantiasa menang atas berbagai jenis penjajahan dan pengaruh dari masa ke masa yang dilakukan oleh bangsa-bangsa Indo-Eropa, Messopotamia, Iran, Yunani, Roma, Seythian, Turki, Persia, Arab, Portugis, Inggris, dsb. Kaum Hindhu kemudian beradaptasi dengan semua pengaruh dan kultur-kultur tersebut.
Sebaliknya kultur budaya Hindu, saya yakin akan senantiasa berinspirasi ke umat manusia. Misalnya Bhagawat-Gita dan berbagai Upanishad, dengan pesan-pesannya yang amat mendalam akan selalu memikat dunia. Umat manusia senantiasa akan tertarik oleh berbagai legenda seperti Mahabrata, Ramayana, Shakuntala, dan Pururawas-Urvasi.”

Di Hal.485. Bisham mengatakan :
“Hutang dunia ke India adalah seperti berikut ini : Seluruh Asia Tenggara mendapatkan nilai-nilai kultur-budaya dari India, dimulai dari Ceylon (Srilangka) pada abad ke 5 B.C. (Sebelum Masehi). India dan Asia Tenggara secara keseluruhan pada era dahulu disebut HINDIA-BESAR”.
“Asia mendapatkan berbagai bentuk budaya, makanan, ilmu-ilmu pengetahuan bahkan permainan catur dari India”.
“Kaum Judea, sekte Essenes (kaumnya Jesus Kristus), dipengaruhi oleh ajaran-ajarana Buddhisme. Legenda-legenda yang sama yang terdapat di Old Testament terdapat dalam skripsi-skripsi kuno berbahasa Pali.”
“Ajaran-ajaran mistik Pythagoras ke Plotinus, terpengaruh oleh berbagai ajaran Upanishad (akibat kontak budaya Helenik dan India yang ditenggarai oleh kerajaan Achalmenid, kemudian dilanjutkan oleh Roma, dan para pedagang antara negara-negara tersebut dengan India). Kami tahu bahwa pada zaman tersebut para kaum yogi India sering berkunjung ke Barat. Di Alexandria (Mesir) terdapat koloni kaum pedagang Hindu pada era-era tersebut. Jadi pengaruh Hindu-India ke budaya Neo-platoisme dan Kristen pada masa-masa lalu tidak dapat dipungkiri.”
“India dari masa ke masa juga mempengaruhi budaya Eropa melalui berbagai gerakan Theosofi, kaum Buddhist, kaum yogi dari Bengali, oleh Parahamsa Ramakrishna, Swami Vivekananda dan selanjutnya oleh ajaran Mahatma Gandhi, dst.”
“Kita semua tahu bahwasanya Goethe meminjam dramaturgi Afaust” dari India. Goethe dan hampir semua budayawan Barat telah mempelajari dan terpengaruh oleh ajaran monisme India (contoh : Schopenhaner, Fichte, Hegel, Emerson, Thoreau, Walt Whitman, dst. dst.). Pengaruh India terasa di seluruh penjuru dunia dalam berbagai bidang kehidupan manusia, dan lebih terasa lagi setelah India ini merdeka.
Dalam Hal.492, buku tersebut mengatakan :
“Sistem kalender dunia pada era modern ini juga berawal mula di India (paksa,purniwasya, amawasya, sulapaksa, kresnapaksa, dsb).Terdapat 12 bulan (sistem lunar, rembulan) yang berjumlah 354 hari setahun, yang kemudian setiap 2 atau 3 tahun dilengkapi mirip kalender saat ini. Pada zaman Gupta kalender Surya telah dikenal lengkap dengan semua zodiak-zodiaknya. Berbagai era penting tercatat oleh India kuno seperti era Wikrama (50 B.C.), Era Sulaeman, kemudian Era Saka (A.D.78), Era Gupta (A.D.320), Era Harsa (A.D.606), Era Kalacuri (A.D.248), dst.

Selanjutnya dalam Hal. 496, buku tersebut mengatakan :
”Sistim desimal dipelajari oleh bangsa Arab dari India. Kaum Arab menyebut matematika dengan nama Hindisat. Kaum ini mempelajari semua ilmu-ilmu ini melalui Iraq, kemudian melalui perdagangan antara India dan Timur-Tengah sebelum hadirnya Islam, dan akhirnya kaum Islam belajar lebih banyak lagi setelah mereka menjajah India melalui Sind,”
“Berbagai penemuan-penemuan yang besar di dunia Barat mustahil terjadi tanpa penemuan matematika, sistim numeral, abjad dan tata-bahasa yang berasal dari India. Jadi sebenarnya dunia pada saat ini berhutang ke India dan kaum Hindu untuk semua kemampuan teknologi di dunia ini, karena awal sains dan berbagai ilmu pengetahuan berasal dari India.”
“Matematika yang ditemukan di India seperti Brahmagupta (abad ke 7), Mahavira (abad ke 9), dan Bhaskara (abad ke 12), pada era-era tersebut belum dipahami sama sekali oleh dunia Barat. Aryabhata adalah nenek-moyang ilmu matematika modern dewasa ini. Belum lagi ilmu-ilmu seperti trigonometri, spherical-geometry, kalkulus, astronomi, dsb. Angka Zero (nol, nil) atau Sunya dan tak terbatas berasal dari kaum Hindu.”

Di hal.497, Basham menambahkan :
“Istilah ether (akasa) berasal dari Hindhu dan Jainisme, demikian juga istilah atom ( anu), benda terkecil. Kaum Buddhist, Ajivikas, Waisesika sudah amat faham akan ilmu-ilmu tersebut sewaktu dunia Barat masih tertidur.”
“Pada abad-abad pertengahan, para tabib India yang pada mulanya mempengaruhi ilmu pengobatan di Timur-Tengah, telah berhasil mempelajari unsur merkuri. Hal yang sama telah dipelajari juga oleh tabib-tabib Arab pada masa tersebut. Dari daratan Arab berbagai pengetahuan ini kemudian bertransmigrasi ke dunia Barat. Demikian juga halnya, berbagai pengetahuan berpindah dari daratan Cina ke Eropa (contoh kecil, spageti berasal dari bakmi).

Dalam Hal. 499-500, buku tersebut mengatakan :
“Psikologi dan pengobatan sudah dikenal di India kuno (contoh : Ayur Weda, Caraka dan Susruta, dari abad 1 sampai dengan 4 A.D.). Bahkan operasi Caesar dan berbagai jenis operasi empirik telah mereka pahami. Operasi plastik telah mereka kenali (Contoh, Srikandi yang dioperasi kelaminnya oleh seorang resi yang terkenal). Para dokter di India kuno telah mengenal operasi-operasi seperti memperbaiki hidung, telinga dan bibir. Di samping itu, pengobatan Veterinari bagi faunapun telah lazim dilakukan pada era Hindu kuno.

Dalam Hal.503. buku tersebut mengatakan :
“Timbangan dan sistim ukuran juga berasal dari India kuno, Manu (manusia pertama) memperkenalkan timbangan emas untuk kaum pandai emas seperti berikut ini :
5 raktika = 1 masa
16 masa = 1 karsa (atau talaka, suwarna)
4 karsa = 1 pala
10 pala = 1 dharana, dst. dst.
1 pala = 1,5 oz. Atau 37.76 gram)
Demikian juga halnya dengan ukuran panjang dan lebar yang dikenal dengan sebutan yava, ansula, dan sebagainya. Sang waktu diukur dengan terminology seperti ; nimesa, kastha, kala, nadika, muhurta, dsb.”

Dalam Hal. 506, buku tersebut mengatakan :
“Alfabet dan bunyinya berasal dari India kuno. Pada masa tersebut huruf dan kata-katasudah eksisi seperti berikut ini : a, i, u, r, l, e, ai, o, k c, t, p, kh, ch, th, ph, g, j, d, b, gh, jh, da, bh, n, m, y, u, s, dst. Sampai berjumlah 49 kata yang kemudian bertambah terus.
Huruf, aksara dan bunyi-bunyinya kemudian bermigrasi ke Timur-Tengah, Asia sampai ke Jepang, Eropa, dst. Baik dalam bentuk abjad, bahasa, maupun dalam bentuk sastra, puisi, prosa, dsb.”

Dalam Hal. 512 dan 513, buku tersebut mengatakan :
“Kaum gipsi ternyata adalah turunan kaum Hindhu yang berkelana ke berbagai sudut Eropa dan dunia. Pada saat ini mereka terbagi dalam gipsi Eropa, gipsi Rusia, gipsi Hungaria, dsb. Para ahli berpendapat bahwasanya bahasa yang dipakai oleh kaum Gypsi Eropa berasal dari bahasa Indo-Aryan (Hindhu-arya).
Penyair terkenal asal Persia (Iran) yang bernama Firdusi (zaman pra Islam), dalam karyanya yang berjudul “Book of kings (Shah-namah) menulis bahwa pada abad V Sasanian, Raja Bahram Gur, mengundang 10.000 pemusik dari India ke kerajaannya ternyata para pemusik India ini kemudian menjadi cikal-bakal musik di Timur-Tengah sampai saat ini.
Pada zaman A.D.810, kaum Athinganoi yang berasal dari India Kuno telah menetap di Constantinople, mereka mencari nafkah sebagai ahli sulap dan seniman. Saat ini keturunan mereka disebut Gypsi.”
Inilah sebagian tulisan dari A.L.Basham, seorang penulis Inggris yang jujur dengan masalah-masalah India. Bagaimana dengan pengaruh Hindu di Indonesia, kita semua tentu telah mengetahuinya baik dari sejarah maupun dari berbagai warisan budaya, bahwasanya kita semua atau sebagian besar sebenarnya berasal dari India juga. Kata INDONESIA, menurut Hindhu Vishva, Weda in the World, berasal dari kata INDO-NESUS (HINDU-ISLANDS). Indo sendiri berarti India (bahasa Belandanya Indie) dan pada awalnya Indonesia disebut sebagai Hindia-Belanda. Jadi sesuai dengan berbagai shastra widi di India seperti Ramayana dsb. Maka Indonesia pada masa lalu adalah bagian dari India (Barata-Warsa), bukan jajahan namun lebih merupakan sister-country.
Hasil dari pengaruh Hindu ke kemerdekaan kita adalah falsafah hidup PANCASILA, yang lahir dari seorang turunan Hindu di Bali (Soekarno). Tanpa falsafah ini kita mungkin telah terpecah-pecah ke dalam beberapa negara.
Walaupun pada saat ini kaum dharma di Indonesia merupakan kaum minoritas, namun dampaknya masih terasa untuk dunia. Borobudur, Prambanan dan Wayang telah dideklarasikan sebagai warisan budaya dunia, entah apalagi nantinya. Tanpa kita sadari berbagai falsafah dan kebudayaan serta filosofi Hindu-Buddhist telah melandasi dan menghidupi insan Indonesia sampai saat ini.

Ajaran Sri Yesus

AJARAN SRI YESUS

Konsep kepercayaan di dalam agama Kristen mengatakan : “Penebusan dosa di dunia yang menderita ini ditanggung melalui kematian Yesus Kristus”, namun Holger Kersten mengatakan : “Doktrin dari Kekristenan tradisional hampir secara eksklusif merupakan ide-ide palsu Paulus, dan tidak penah disebarkan oleh Sri Yesus dalam bentuk seperti itu.”
Paulus mengajarkan bahwasanya inti ajaran Yesus berpusat pada kematiannya, yang membebaskan orang-orang yang beriman dari dosa mereka, dari kesengsaraan dan dari kekuatan setan. Sebenarnya tidak satu katapun yang ditulis Paulus dan surat-suratnya merupakan ajaran Yesus yang sebenarnya, Paulus juga tidak pernah menyebut suatu cerita perumpamaan yang dipaparkan Yesus; sebaliknya ia hanya menyebarkan filsafat serta ide-ide pribadinya sendiri. Kalau kita simak dengan baik, maka Yesus Kristus adalah seorang Asia, namun “ajaran-ajaran-Nya malahan diperkaya oleh orang-orang Eropah, dan seakan-akan merupakan Nabinya orang Eropah daripada orang Asia.” Lihat saja perayaan Natal yang amat Eropah-sentris daripada Asia-sentris.
Holger selanjutnya berkata : ”Jadi Paulus adalah seorang guru manusia yang mengubah “berita sukacita” menjadi “berita ancaman” dan menyiratkan bahwa “hanya itu saja” yang dapat menunjukkan jalan menuju keselamatan.” Dengan kata lain Holger ingin mengatakan ajaran Yesus telah “diplintir atau dikorupsi” oleh Paulus untuk maksud-maksud tertentu. Apalagi pada saat penyaliban Sri Yesus, semua murid-muridnya berubah menjadi pengecut, ada yang menjualnya, dan yang lainnya bersembunyi, membiarkan sang guru disalib tak berdaya tanpa ada yang mau membela atau berkorban demi Sri Yesus, hal ini mungkin adalah hal yang paling menyakitkan dan merupakan aib terbesar para murid-muridnya sehingga Yesus memutuskan kembali ke India, demikian kesimpulan sementara peneliti India, di India Beliau ternyata diterima kembali dengan tangan terbuka.
Dewasa ini, agama Kristen konon telah terpecah-pecah menjadi lebih dari 3200 sekte-sekte di dunia, masing-masing mengklaim kebenaran dan keselamatan melalui tafsir-tafsir mereka sendiri. Ada yang pernah menjual paspor ke sorga, ada yang pernah mengkapling-kapling bumi dan menjajah berbagai negara di Asia, Afrika dan Amerika Latin, dan membunuh jutaan manusia di kawasan-kawasan ini atas nama Yesus Kristus. Di Jakarta saat ini ada ratusan Hindu India yang “terhipnotis dan terkena brain-washing” dan demi uang dan keuntungan mereka merubah agama mereka. Mereka ini boleh mejalankan adat-istiadat Hindu seperti perkawinan, kematian, dsb tetapi semua buku-buku suci mereka termasuk alat-alat sembahyang dan arca-arca dibuang atau dihancurkan. Namun setelah itu masuklah ke-rumah-rumah para penganut baru ini gambar-gambar Yesus dsb yang sebenarnya diharamkan oleh Sri Yesus itu sendiri, karena apa bedanya sebuah arca dan sebuah gambar. Tempat-tempat pemujaan Kristiani gaya ini dibangun di apartemen, ruang toko bagian atas dan tempat-tempat yang tidak dicurigai penduduk setempat. Yang aneh pada perayaan Imlek kali ini, upacara Imlek masuk gereja dan ditampilkan di media elektronik. Ajaran Yesus seperti hukum sebab-akibat, Sermon on the mount, meditasi dan kehidupan kembali malah kurang diperhatikan. Pokoknya setiap penganut wajib membayar 10 persen dari income mereka ke gereja, dan sebaliknya gereja mengakomodasi massa untuk berbelanja di tempat-tempat umat Hindu dan Buddhis ini. Bahkan supir dan pembantu rumah tangga yang sudah dikristenkan pun melayani kaum kaya yang mau masuk ke agama Kristen ini.
Demikianlah sekilas data-data yang ada di India, Tibet, Ladakh, Kashmir, Pakistan dan Afghanistan. Diperlukan ribuan halaman dan ratusan peneliti dalam bidang theologi, agama, dsb. untuk menjelaskan berbagai fakta-fakta semua agama yang belum terungkap dengan jelas, agar umat manusia dapat disadarkan bahwasanya kita umat manusia adalah satu ras bangsa sesuai ajaran-ajaran yang ada di Veda-Veda, di Taurat, Injil, dan Al-Quran, dengan berbagai nabi-nabi yang diturunkan-Nya dari masa ke masa untuk berbagai suku bangsa yang teramat bhineka ini. Kesemuanya agar menjadi pemersatu dan pengagum Keagungan Tuhan Yang Maha Esa, bukan dengan saling menjelek-jelekkan atau saling berperang demi nafsu pribadi atau kebodohan-kebodohan pribadi. Nabi agama yang satu ternyata bisa saja merupakan Nabi umat yang lain, contohnya Nabi Adam dan Ibrahim apalagi Nabi Nuh adalah milik semua umat manusia. Demikianlah hormat kami kepada semua nabi dan umat-umatnya, kepada semua ajaran-ajaran agung di mana saja.
Pengaruh Hindu-Buddhis juga masuk ke China seperti yang kita ketahui selama ini. Ajaran Bunda Saraswati menjadi ajaran Kwan-Im, ajaran Buddha dan para bodhisatwa pun masuk ke China, Korea dan Jepang dst. China sendiri juga memiliki Nabi-Nabi yang budiman dan dashyat, seperti Lao Tse, Kong Ho Cu, para dewa-dewa China seperti Yam-Lo-Ong, dsb. Perpaduan antara Dharma dari India dan agama lokal di China menghasilkan suatu budaya bangsa yang hebat. Konon sewaktu saya ke Kanada pada tahun 2001, maka sejarah bangsa Indian membuktikan adanya pengaruh Hindu-Buddhist dalam budaya America-Indian dengan berbagai situs-situs arkeologi di Mexico, Peru, Bolivia dan sebagainya yang dikenal dengan nama budaya Aztec, Peruvian, dsb. Di daerah Solo, sedang dibangun sebuah kawasan yang disebut Sonosewu, di mana semua miniatur Hindu-Buddis dari seluruh dunia dihadirkan di kawasan ini, termasuk yang dari Amerika Latin, Hawai, Fiji, dst.
Sebelum penulis mengakhiri tulisan ini, ingin saya sarankan kepada umat Hindu Dharma di Indonesia untuk sekali-kali membuka Injil bagian Wahyu (revelation). Anda akan terkejut karena Kalikin-Purana ternyata hadir di bab ini hampir secara utuh. Di Wahyu, Yesus menegaskan bahwasanya Ia akan kembali sebagai pengantin pria yang didampingi oleh pengantin wanita dan akan menumpas habis iblis dsb. Karya ini persis seperti kelahiran Vishnu yang akan datang yaitu Kalikin yang menunggang kuda dan menebas habis kejahatan yang amat memuncak di zaman kali. Teori Purusha dan Prakirti Hindu hadir tersirat dengan nyata di karya Wahyu ini, tetapi umumnya para pendeta Kristiani menolak menjabarkan yang satu ini, entah karena mereka tidak berani atau karena bertolak-belakang dengan teori keselamatan yang mereka suguhkan secara indah. Terus terang di Wahyu Yesus akan menumpas seluruh unsur-unsur kemunafikan, kejahatan dan sifat-sifat iblis yang hadir di muka bumi ini tanpa kompromi apapun juga.
Mungkin sudah waktunya kaum Hindu membentuk sebuah forum solidaritas antar agama dan sekte-sekte yang hadir di Indonesia untuk mengatasi berbagai friksi-friksi yang ditimbulkan melalui pelecehan-pelecehan yang terjadi di India, Indonesia, Denmark, dst agar dapat kita selesaikan secara pro-aktif dan damai, karena mengacu ke arah kesatuan ras bangsa dunia ini yang juga satu adanya dan disebut Homo-Sapien Erectus yang adalah kita semua ini. Setiap pemuka agama dari golongan manapun juga harus berani menegur dan menindak umatnya yang kurang ajar terhadap umat lain atau agama lain. Jangan umat sendiri didiamkan, tetapi kalau dicubit umat lain lalu ramai-ramai merusak. Pengaturan etika beragama yang benar, tanpa mencuri umat lain harus diatur oleh kita untuk kita juga. Hal-hal yang bersifat komersil dalam agama manapun harus kita buang jauh-jauh dan para ulama harus saling berkunjung dan berwacana ke umat-umat lain demi terjalinnya tali persaudaraan di antara kita, yang kemudian akan diteladani oleh umat awam; atau kita semua akan mendapatkan laknat dari-Nya.
Coba diperhatikan dan dipelajari dengan baik. Seratus atau dua ratus tahun ke depan, apakah agama-agama masih akan eksis, kalau “produksi”nya masih seperti sekarang ini ? Melihat perkembangan agama Nasrani yang makin merosot dan hampir punah di kawasan Eropah, Amerika (USA), dan Australia, maka jelas sudah peranan agama akan diambil alih oleh sains dan teknologi di masa depan.
Kaum Hindu di Indonesia harus belajar dari berbagai fenomena yang kasat mata ini. Berbagai ritual yang konsumtif akan segera menghilang dari penalaran kaum muda, apa kita sudah menyediakan media alternatif Hindu yang bernuansa ke depan ? Di masa depan kata para ahli, Tuhan akan dihayati melalui sains dan teknologi, dengan kata lain agama masa depan lebih praktis dan lebih logis. Filosofi plus “spiritual-knowledge” saja. Lalu apa yang sudah disiapkan oleh PHDI, dan para cendekiawan Hindu di Indonesia untuk anak-cucu kita ?.
Di India para resi-resi modern menekankan pada ajaran-ajaran spiritual dan filosofi tanpa bertentangan dengan sains dan teknologi, karena Dewa Brahma adalah dewanya Teknologi, lihat berbagai perlengkapan pertukangan di atas singgasananya, sedang Ganeshya membuka horizon kita ke arah ilmu pengetahuan bumi dan universal (skala dan niskala), tanpa Beliau tidak ada upacara yang sah. Itu berarti ilmu pengetahuan lebih diutamakan daripada ritual-ritual. Sri Krishna bersabda yagna yang paling utama adalah Yagna dalam bentuk ilmu-pengetahuan. Anak-anak muda saat ini sudah piawai dalam mengelola komputer dan HP, yang di masa lalu disebut cupu dan penglihatan Wyasa. Sekarang Wyasa sudah hadir di era teknologi dalam bentuk pengetahuan dan perangkat yang canggih. Beliau tidak perlu lagi menghadirkan Mahabharata kepada Dristarata dari jarak jauh, karena media elektronik sudah mengambil-alih peran tersebut. Lalu apakah kita masih akan tetap dungu dan terikat kepada sistem kasta, dsb ?. Saya yakin kalau sebutan Widhi yang berarti pengetahuan luas tidak dijabarkan secara baik. Kaum muda menjadi resah melihat kaum tua ibarat “keledai dungu” yang melenguh tiada henti-hentinya tetapi telah ketinggalan jaman di era teknologi yang makin hari makin tidak terkejar ini.
Prediksi Kali-Yuga mengatakan dharma yang berkaki satu akan menang di atas adharma yang berkaki tiga (kebodohan, keangkuhan dan kejahatan). Namun yang memiliki Widya (ilmu-pengetahuan) akan berada di atas ketiga faktor ini. Lalu apakah hal ini sudah dihayati oleh kaum cerdik-pandai kita atau hanya sibuk berseminar dengan pepesan kayu kosong, atau sibuk melaksanakan ritual-ritual dengan biaya mahal ? Untuk itu ikuti sabda Dalai Lama yang hidup di Dharmasala, yang mengatakan agar kita juga belajar dari berbagai praktek positif umat agama lain dan lalu aplikasikan ke agama kita kalau perlu demi lestarinya dharma kita sendiri.

Om Shanti Shanti Shanti Om

Mohan M. S.
Shantigriya Ganeshya Pooja
Cisarua, 20 Januari 2006