Semua tulisan dari Shantiwangi

Perjalanan Guru Nanak

GURU  NANAK

 

Guru Nanak
Guru Nanak

Guru Nanak (Nanik), penemu ajaran (agama) Sikh lahir pada tanggal 15 April 1469 di sebuah gubuk sederhana di Talwandi, di distrik Lahore (saat ini masuk wilayah Pakistan). Pada era tersebut India masih dalam cengkraman penjajah Muslim yang disebut kaum Pathans, nuansa agama bagi masyarakat setempat khususnya bagi yang beragama Hindu sangatlah menyedihkan, apalagi ritual-ritual lebih ditekankan oleh kaum brahmana daripada pendalaman hakiki spiritual. Pada masa-masa yang amat suram ini Guru Nanak dihadirkan di kawasan tersebut.

 

Semenjak kecil Nanak telah membuat para guru, tetangga, orang tua dan teman-temannya takjub karena pengetahuan spiritualnya yang amat menakjubkan. Setiap hari setelah kembali dari sekolah Nanak muda ini oleh ayahnya diminta untuk menggembalakan sapi-sapi mereka. Pada saat sapi-sapi memakan rumput maka Nanak akan terlihat bermeditasi secara mendalam di bawah pepohonan yang rindang. Orang tuanya ingin mencegahnya agar tidak terlalu jauh masuk ke dalam dunia spiritual dengan memberikannya berbagai rintangan, namun senantiasa diselamatkan oleh “tangan-tangan yang ajaib”. Suatu saat ayahnya memberikan 20 rupees kepadanya dan meminta Nanak untuk membelanjakannya demi “tujuan yang baik dan bermanfaat”. Tanpa ragu-ragu ia pun membelikan santapan bagi para sadhus (kaum resi, suci), ia merasa amat berbahagia dapat memenuhi permintaan ayahnya tersebut.

 

Hal-hal ini membuat orang-orang disekitarnya yakin bahwa Nanak dilahirkan  demi tujuan-tujuan yang mulia dan suci. Beberapa tahun kemudian ia mulai menyebarkan ajaran-ajaran kasih Ilahi kepada sesamanya. Iapun ditentang dan diancam oleh pejabat-pejabat Negara, Kaisar, bahkan para mullah (kyai-kyai Islam); namun dalam setiap diskusi dan pertemuan Nanak akan tampil memukau dan menakjubkan bagi para penentang-penentangnya. Lama kelamaan sebagian besar pengkritik dan penentangnya yang muslim ini malahan menjadi pengikutnya. Ia pun memukau kaumnya sendiri (Hindu pada saat itu) dan merekapun berbondong-bondong menjadi muridnya, karena ajaran-ajarannya menentang berbagai ritual-ritual usang dan sistim kasta. Dalam perjalanan-perjalanan selanjutnya Guru Nanak dan kedua murid-muridnya Bala (Hindu) dan Mardana (Muslim) berkelana ke seluruh India, ke Mecca dan Medina, Persia, Kabul (Afganistan) dsb, secara niskala dan meninggalkan bukti-bukti kehadirannya disana yang sampai kini masih dapat ditemukan di lokasi-lokasi tersebut. Kemanapun Guru Nanak berkunjung, beliau senantiasa menyebarkan ajaran-ajaran agung nan universal yang amat dikagumi oleh kaum Muslim dan Hindu. Tema-tema  utama ajaran-ajaran beliau kami sarikan  di bawah ini:

 

  • Tuhan itu satu adanya. Tuhan yang Kasih dan Kesatuan. Tuhan yang sama dan Satu ini hadir dalam setiap pemujaan, tempat suci berbagai agama, bahkan di mana-mana tanpa batas.

 

  • Setiap manusia adalah sama dihadirat Tuhan YME. Mereka lahir dan mati secara sama. Adalah kewajiban setiap manusia apapun latar belakangnya untuk berdharma bhakti bagi sesamanya.

Pada usianya yang keempat puluh beliau dinobatkan sebagai Sad Guru (Adi Guru) oleh para pengikut-pengikutnya, Para pengikutnya disebut Sikh. Beliau menulis ajaran-ajarannya dalam bentuk-bentuk puisi yang teramat indah dan penuh makna-makna spiritual dan psikologis, inspirasi-inspirasi suci beliau dapatkan  dari hasil komunikasi beliau dengan Yang Maha Pencipta. Koleksi ajaran-ajarannya ini disebut Japji Sahib, dibukukan menjadi buku suci kaum Sikh yang disebut Guru Granth Sahib. Kitab suci ini adalah satu-satunya Guru Pedoman yang dipuja dan dihormati kaum Sikh. Kaum ini tidak memuja arca-arca dan tidak memerlukan ritual-ritual yang rumit. Kuil mereka disebut Guru Dwara, amat mirip dengan mesjid dan di tengah-tengahnya diletakkan kitab suci ini. Semua pengunjung akan bersujud di depan kitab suci, kemudian para wanita akan bersila di sebelah kiri, dan pria-prianya di sebelah kanan. Di tengah keduanya hadir karpet merah memanjang sebagai batas pemisah sekaligus untuk bersujud.

 

Banyak sekali yang seharusnya ditulis mengenai beliau dan kehidupannya sehari-hari namun karya kecil ini tidak sanggup memuatnya jadi kami sarikan yang utama-utama saja. Guru Nanak amat dicintai oleh kaum Hindu dan Muslim. Beliau berpulang pada tahun 1539, kedua umat ini memperebutkan jenazah beliau, namun setelah selimut jenazah disingkap ternyata raga beliau telah raib, yang hadir hanyalah hamparan bunga-bunga. Konon kabarnya, bunga-bunga ini dibagi dua.

Kaum muslimin pengikut-pengikutnya menguburkannya secara tradisi Islam dan kaum Hindu mengkremasikannya secara Hindu. Seorang penyair Nannihal Singh Layal secara indah bersenandung tentang Sang Guru ini :

 

“ Murni adalah kehadirannya, Kemurnian adalah ajaran-ajarannya”.

“Kasih adalah kehadirannya, maka hanya kasih yang senantiasa diajarkannya”.

“Kesederhanaan adalah wujudnya, maka kesederhanaan adalah wacana-wacana ajaran-ajarannya”

Utusan Ilahi nan damai dan adil adalah kehadirannya, inkarnasi utama dan kesama-rataan adalah jalan dan petunjuk-petunjuknya, penuh dengan iman dan bakti.

Nanak menyabdakan : “ Tuhan YME adalah yang terutama di atas segala-segalanya, Ialah Tuhan semuanya “

Walaupun ajaran Sikh bersifat monotheistik, hanya berkeyakinan satu Tuhan, namun ajaran ini tetap berlandas dan bernafaskan Hindu Kuno dan menghormati tokoh-tokoh Rama, Krisna, dan para dewa-dewi yang hadir di Guru Granth Sahib. Tuhan YME disebut bersifat Teramat suci, mulia, maha dalam segala-galanya, absolut (hakiki), hadir di mana saja, Abadi, maha Pencipta, asal muasal dari segala ciptaan, tanpa status dan atribut, tanpa benci dan bersifat sama rata ke setiap ciptaan. Kaum Sikh berperilaku vegetarian di dalam Guru Dwara, namun banyak juga yang menyantap yang berjiwa diluar itu. Sebagian vegetarian dan melakukan puasa-puasa tertentu, dan dhyana (meditasi). Daging sapi adalah pantangan utama mereka, namun susu sapi adalah menu utama yang amat disucikan sama dengan kaum Hindu. Baik di India maupun di Indonesia Agama Sikh terdaftar sebagai bagian dari agama Hindu.

 

Ada faham dalam agama Sikh yaitu hidup ini tidak bersifat dosa pada awal mulanya, dan hadir dari eksistensi yang murni dan akan selamanya murni.  Bagi ajaran Sikh  tidak ada kasta rendah maupun tinggi, tidak ada manusia pendosa  maupun suci.

 

Tuhan Yang Maha Esa

“Tuhan hanyalah satu (Eka, Ekoankar), namun bentuk-bentukNya tak terbatas, (Satnam, Kartha-purkh, dsb). Ia adalah Sang Pencipta, Ia juga yang bermanifestasi dalam wujud-wujud manusia, jauh dari kematian dan lepas dari kelahiran yang berulang-ulang”.

 

“Hanya satu YME, Sang Pencipta, Penyebab dari semuanya. Ia telah menciptakan semesta raya dan isinya  melalui KehendakNya yang senantiasa aktif. Barangsiapa sadar akan misteri agung dari yang satu namun banyak ini, akan menyatu dengan-Nya”.

 

“Ia yang Maha Hakiki ini hadir tanpa kata-kata tanpa wujud dan tanpa nama. Sewaktu bermanifestasi Ia disebut Sabda (Sabd), Sabda adalah asal muasal seluruh ciptaan. Sabda adalah Omkara (Ekoankar), simbolnya Om dalam aksara Sind/Punjabi Kuno”

 

“Barangsiapa berpasrah total kepadaNya, maka ia akan mencapai tujuan, tidak ada jalan lain, Manusia mendapatkan kehendakNya melalui hubungan dengan Sabda Suci. Asal mula penciptaan dan pralaya (kiamat)  berasal dari Sabda. Demikian juga nantinya penciptaan dan daur – ulangnya akan berawal dan berakhir dengan Sabda”.

 

“Tidak ada seorangpun yang dapat menjabarkanNya melalui logika duniawi ini, walaupun orang tersebut mencobanya selama ratusan tahun”.

“Rasa cukup tidak akan pernah terpuaskan walaupun dengan menghabiskan seluruh kekayaan dunia materi ini”.

“Seseorang tidak akan mencapai Tuhan melalui nalar pemikirannya (logika manusia)”.

“Bagaimanakah caranya agar seseorang dapat memahami Kebenaran dan menembus awan Kebodohan? Ada jalannya wahai Nanak, yaitu dengan menyelaraskan kehendak orang tersebut dengan KehendakNya, yang sebenarnya sudah direkayasa olehNya juga (dari awal penciptaan ini)”

“Semua di dunia ini adalah wujud-wujud manifestasi-manifestasi kehendakNya, namun Kehendaknya ini tidak dapat dijabarkan  oleh siapapun juga. Melalui KehendakNya maka materi dipercepat  menuju kearah kehidupan”.

“Melalui KehendakNya keagungan dapat tercapai, melalui KeagunganNya juga ada yang dilahirkan pada posisi yang tinggi dan ada juga pada posisi yang rendah”.

“Melalui KehendakNya, suka dan duka direkayasa, melalui KehendakNya juga yang suci mendapatkan keselamatan”.

“Melalui KehendakNya mereka-mereka yang batil berkelana terus dalam kelahiran-kelahiran yang tidak terhentikan. Kesemuanya ini hadir dalam KehendakNya, tiada satupun yang dapat eksis tanpa kehendakNya”.

“Wahai Nanak, seseorang yang telah selaras nadanya dengan KehendakNya, terbebas secara tuntas dari berbagai ego-egonya”.

“Ada yang melantunkan kidung- kidung keagunganNya, sesuai dengan KehendakNya, ada yang berkidung akan KedashyatanNya, dan merasakan kedashyatan ini sebagai tanda-tanda yang berasal dariNya. Ada juga yang menyenandungkan kidung-kidung yang menggambarkanNya sebagai Yang Maha Tanpa Batas”

“Ada yang bernyanyi bahwasanya Ia mampu merubah debu menjadi kehidupan dan kehidupan kembali menjadi debu (tanah). Iapun Sang Pencipta (Brahma),Shiwa (Sang Penghancur), dan Wisnu (Sang Pengayom) dan Pemberi kehidupan ini”.

“Ada juga yang menyanyikanNya sebagai yang Maha Dekat  dan Yang Maha Jauh, tidak ada akhir dari berbagai ungkapan-ungkapan manusia ini. Banyak yang telah berusaha mengungkapkanNya, namun Ia senantiasa adalah Yang Maha Tak Terungkap”.

“Sebagian manusia berdoa memohon hadiah dan berkah, Beliaupun menganuhgrahkannya tanpa membatasi. Kalau semua ini berasal dariNya semata, lalu apa yang dapat manusia haturkan kembali kepadaNya. Lalu apa yang dapat kami doakan agar Ia mengasihi kami?”

“Pada dini pagi menjelang subuh, haturkanlah dirimu dalam bentuk dhyana kepadaNya yang Maha Suci, bermeditasilah  kearah KeagunganNya penuh puja puji”.

“Kelahiran kita semua berasal dari karma-karma kita sendiri, namun kebebasan hanya hadir dari wara-nugrahaNya. Wahai Nanak fahamilah bahwasanya Yang Sejati ini hadir di dalam semua ciptaan-ciptaan ini”.

“Mereka-mereka yang senantiasa memujaNya akan diperlakukan secara hormat, wahai Nanak, berkidunglah senantiasa ke khazanah sumber kekayaan semua kebajikan ini”.

Sabda   ( Omkara,  Ekoankar)

“Dengan berkomunikasi ke Sabda , maka seseorang akan/ mencapai status Siddha (manusia yang memiliki sidhi yaitu kekuatan-kekuatan super natural), status Pir(di India/ Pakistan, Pir adalah guru-guru mursyid muslim yang dianggap masih hidup walaupun sudah tiada), status Sura (dewata), ataupun status Nath (yogi yang suci)”.

“Melalui komunikasi dengan Sabda, seseorang akan memahami rahasia bumi ini, semesta dan kekosongan yang melingkupi semesta ini (Bhur,Bwah, dan Swah)”.

“Melalui komunikasi dengan Sabda, maka seseorang akan lepas tanpa halangan, melalui gerbang-gerbang Kematian”.

“Melalui komunikasi dengan Sabda, seseorang dapat memiliki kekuatan Shiwa, Brahma, dan Indra. Bahkan seseorang dapat melewati semua karma-karmanya di masa lalu”.

Guru

“Semua orang dapat menyebut namaNya, namun hal tersebut tidak dapat merealisasikanNya”.

“Sewaktu Sang Guru menghadirkan Tuhan di dalam jalan pikiran seseorang maka orang tersebut akan mendapatkan pahalaNya”.

“Di dalam rumah (raga)mu hadir kekayaan ini, Ia tidak hadir di luar rumah ini”.

“Hanya melalui anugrah Sang Guru sajalah dikau akan mencapaiNya” . .

Sadhana

“Ingatlah senantiasa kepada Sang Guru yang hadir di/dalam dirimu sendiri, melalui lidahmu ulanglah kata-kata yang telah diberikan oleh gurumu”.

Tiga sendi-sendi utama agar sang jiwa dapat mendekatiNya :

  1. Satguru (guru sejati)
  2. Satsangat (kelompok atau Jamaah, sanggah)
  3. Sat-Nam ( nama yang Benar Tuhan YME)

“Seyogyanyalah jadikan rasa berkecukupan sebagai anting-antingmu, dan kerinduanmu ke Yang Maha Suci sebagai pundi-pundi uangmu”.

Dispensasi Suci dan Maha Agung

“Apapun yang dikau tanam, akan dikau petik hasilnya”.

 “Kita semua menerima dengan jatah yang telah direkayasa olehNya semata”.

“Ia maha pemberi dan maha mengetahui, namun hanya sedikit manusia yang dapat memahami hakekatNya ini”.

“Semua hal terjadi sesuai dengan kehendakNya, sabda Nanak seandainya manusia berpikir diriNya besar dan agung maka ia tidak akan maju sedikitpun dan malahan akan segera layu dan punah”.

Pemuja-Pemuja yang Sejati

 

“Pemuja-pemuja sejati tidak terpengaruh oleh jalan pikiran mereka, karena fokus pemikiran mereka terpusat hanya kepadaNya semata”.

“Kebijakan Sang Guru bercahaya di sanubari mereka, kegelapan awidya (kebodohan) merekapun sirna oleh karenanya”.

“Pemuja-pemuja Tuhan memiliki kekayaanNya tertanam di dalam diri mereka semata”.

“Mereka-mereka yang telah terisi dengan Sabda maka jalan pikiran dan nafsu-nafsu mereka telah terpuaskan”.

Doa Puja Puji

 

“Ibarat lebah hitam, akupun senantiasa mendambakan madumu setiap pagi dan petang. Anugrahkan kepadaku chatrik (nektar kehidupan dari YME) agar wahai Tuhan akupun dapat menyatu dengan Namamu”.

“Sabda Nanak, “ Noda-noda masih menempel pada namaku. Namun aku berpasrah kepadaMu, wahai Tuhan mohon tutupilah aib-aibku ini”.

“Ada lima jenis puja-puji (doa-doa), lima kali memuja, dan lima nama bagi masing-masing doa ini. Yang kesatu adalah kebenaran, yang kedua adalah doa-doa yang tepat, yang ketiga adalah bhakti bagi sesama atas nama Tuhan, yang keempat adalah hasrat dan pikiran-pikiran yang baik, dan yang kelima adalah puja-puji demi keagunganMu semata”.

Wacana-Wacana Mutiara

“Ibarat keharuman yang hadir di dalam sang bunga, ibarat pantulan yang hadir di cermin, demikian juga pantulan YME hadir di dalam dirimu sendiri”.

“Mengapa dikau mencari-cariNya diluar? Berkas-berkas cahaya menyatu dengan Sang Surya, ombak menyatu dengan samudra, penerangan menyatu dengan cahaya Ilahi, dan manusiapun terpuaskan. Apapun yang dikau lakukan setiap pagi dan petang telah tersurat di dahimu”. .

Demikianlah sekelumit wejangan-wejangan dari Guru Nanak yang dimuliakan, anda dapat menyimaknya lebih lanjut  Sukhmani Sahib  Suatu karya suci maha karya dari Guru Nanak, yang akan menyentuh setiap kalbu pembacanya. Om Shanti Shanti Shanti Om.

 

mohan m.s

Cisarua, 3 Okt. 08

 

 

 

 

diedit oleh : antonina uvi

BRAHMA – GYANAWALI

BRAHMA – GYANAWALI

Oleh SRI SHANKARA ACHARYA

 

asango’ham  asango’ham  asango’ham  punah punah
saccidananda  rupo’ham  ahamewahamawyayah

 “Tak terikat, tak terikat  Aku ini, lagi dan lagi; Aku bersifat Pengetahuan dan Karunia Nan Abadi; Aku adalah satu-satunya. Itu adalah Aku, yang tak dapat dikurangi, abadi tak terbinasakan, unsur yang tak pernah berahkir.”

Nitya suddha wimokto’ham  nirakaro’hamawayayah
Bhumanada swarupo’ham ahamewahamawyayah

 “Abadi, senantiasa murni, senantiasa bebas adalah Sang Aku, tak berwujud adalah wujud-Ku semata, Aku bersifat Maha Hadir, Ananda Karunia Ilahi dalam kesatuan yang tak ter hingga; Aku adalah satu-satunya; Itu adalah Aku, yang tak terkurangkan, abadi tak terbinasakan, unsur yang tak pernah berakhir.”

nityo’ham  nirawdyo’ham  nirakaro’hamacyutah
paramanandarupo’ham  ahamewahamawyayah

 “Abadi, tak terhitung jumlahnya, tak berwujud tak terkurangkan adalah Aku, bersifat Karunia Ilahi adalah Aku; Satu-satunya adalah Aku.  Itu adalah Aku, yang tak terkurangkan, abadi tak terbinasakan, unsur abadi yang tak pernah berakhir.”

Suddhacaitanyarupo’ham  atmarramo’hamewa ca
Akhandanandarupo’ham  ahamewahamawyayah

 “Aku bersifat cahaya murni dan Aku  menikmati di dalam (melalui) Jati Diriku sendiri; Aku adalah Ananda yang tak pernah terpecah-pecah; Aku adalah satu-satunya. Itu adalah Aku, yang tak terkurangkan, abadi tak terbinasakan,unsur yang tak pernah berakhir.”

praryakcaitanyarupo’ham  santo’ham  prakreth
parahsaswatanandarupo’ham  ahamewahamawyayah 

“Aku bersifat Cahaya Abadi Intelegensia yang paling dalam; Aku Adalah kedamaian yang berada jauh di atas Semesta;  Aku bersifat Ananda yang hadir senantiasa;  Aku adalah Yang Satu. Itu adalah Aku, yang tak terkurangkan, abadi tak ter binasakan, dan unsur abadi yang tak pernah berakhir.”

tattwatitah  paratma’ham  madya titah parah sivah
mayatitah paramjyotirahamewahamawyayah

Aku adalah kebenaran Yang Maha Agung  yang berada jauh diatas kebenaran. Aku Adalah Yang Maha Agung dan Mulia. Siwa yang selalu berseberangan dengan sang Maya (delusi); Aku  adalah Cahaya Yang Maha Agung dan Mulia, Aku adalah satu-satunya yang hadir. Itu adalah Aku, yang tak terkurangkan, abadi tak terbinasakan, unsur yang tak pernah berakhir.”

nanarupawtito’ham  cidakaro’hamacyutah
swaprakasaikarupo’ham  ahamewahamwyayah

“Aku  beda dengan berbagai nama dan rupa (wujud-wujud) : Pengetahuan Murni adalah satu-satunya Wujud-Ku; Aku adalah Yang tidak terbinasakan; Aku bersifat Kebahagiaan : Aku adalah Satu-satunya. Itu adalah Aku, yang tak yang tak dapat dikurangi, abadi tak terbinasakan, unsur yang tak pernah berakhir.”

mayatatkaryadehadi mama nasyewa sarwada
swa prakasaikaropo’ham  ahamewahamawyayah

“Tidak pernah, Aku tak pernah berdelusi ataupun berwujud raga delusi dan mimpi; Aku Adalah Yang Bercahaya dari Diri Ku Sendiri: Aku adalah Satu-satunya.  Itu adalah Aku, yang tak dapat dikurangi, abadi tak terbinasakan unsur yang tak pernah berakhir.”

Gunatrayawyatito’ ham brahmadinam ca sakyaham
anantanandarupo’ham Ahamewhamawyayah

“Aku hadir tanpa ketiga guna (satwa, raja dan tamas); Aku adalah Saksi dari Sang Pencipta (Brahma) dan Trimurti (Brahma -Wisnu – Siwa); Aku adalah Ananda Wujud yang tanpa memiliki akhir : Itu adalah Aku, yang tidak berkurang, abadi tak pernah terbinasakan dan unsur yang tak pernah berakhir.”

antaryamiswarupo’ham  kutastha sarwago’smyaham
paramatmaswarupo’ham  ahamewahamawyayah

Aku adalah Sang Penguasa Dalam, ibarat tempat menempa besi,tidak berubah-ubah,Maha Hadir; dalam bentuk – Ku yang Sejati, Aku adalah Yang Maha Agung dan Yang Maha Mulia; Aku adalah yang Satu. Itu adalah Aku, Yang tidak berkurang, abadi tidak terbinasakan dan unsur yang tidak pernah berakhir.”

dwandwadi saksirupo’ham  acalo’ham sanatanah
sarwasaksiswarupo’ham ahamewahamawyayah

“Aku bersifat (hadir sebagai) Saksi dari semua bentuk dwandas (negatif-positif, Im-Yang, pagi-malam dst.); tidak bergerak, termat kuna adalah WujudKu; Aku adalah Saksi abadi dari setiap benda dan perihal; Aku adalah Yang Satu-satunya. Itu adalah Aku, yang tidak dapat berkurang,abadi tidak terbinasakan, dan unsur yang tidak pernah berakhir.”

pragnayakghana  ewaham wigyanaghana ewa ca
akartaham abhoktaham ahamewahamawyayah

‘Aku adalah Kesatuan dari Kesadaran; Akupun adalah Kesatuan dari Pengetahuan; Aku senantiasa bukanlah sang pelaku; Aku bukanlah sang penikmat; Aku adalah Yang Satu-satunya. Itu adalah Aku, yang tidak dapat di kurangi, abadi tak terbinasakan dan unsur abadi yang tak pernah berakhir.”

niradharaswarupo’ham  sarwadharo’hamewa ca
awasthatrayasaksyasmi cahamewahamawyayah

“Dalam sifatKu Yang Sejati, Aku tidak memerlukan dasar, penunjang maupun sarana dari semua benda dan makluk, bagi semua nama dan rupa; sifatKu serba mandiri, serba berkecukupan, Aku adalah Yang Satu-satunya, yang tdak berkurang, abadi tak terbinasakan dan unsur yang tak pernah berakhir.”

tapatrayawinirmukto dehatrayawilaksanah
awasthattrayaskyasmi cahamewahamawyayah

Aku hadir jauh dari ketiga duka : yang bersifat subyektif, fenomenal, dan kosmis; Aku berbeda dari ketiga raga (raga kasar, raga halus dan raga kasual); Aku adalah Sang Saksi dari ketiga tahap (tahap sadar, tahap mimpi dan tahap tertidur lelap): Aku adalah Satu-satunya. Itu adalah Aku, yang tak dapat dikurangi, abadi dan tidak terbinasakan, unsur yang tak pernah berakhir.”

drgdrsyau  dwau padarthaustah parasparawilaksanau
dr gbrahma drsyam mayeti sarwa wedanta dindimah

“Hanya ada dua hal di alam semesta ini yaitu subyek dan obyek (yang menikmati dan yang dinikmati, yang mengalami dan yang dialami, atau yang menyaksikan dan yang disaksikan), mereka ini saling bertentangan bahkan satu satu dengan yang lainnya. Diantara mereka ini, sang subyek (sang penikmat, yang mengalami dan yang menyaksikan) adalah Kebenaran Yang Maha Agung, dan sang obyek (yang dinikmati, yang dialami, dan yang disaksikan) adalah delusi semata, demikian sabda Wedanta.

aham saksiti yo widyad  wiwicayaiwam punah punah
sa ewa muktah sa widwan iti wedanta dindamah

“Melalui pengetahuan dan kesadaran, maka seseorang akan menyadari bahwa ia adalah  “Sang Saksi”. Insan semacam ini telah mapan di dalam kesatuan “Aku-adalah-Saksi-dan-Kesadaran”, Ia telah berubah bijak dan bebas, demikian sabda Wedanta”.

ghatakudyadikam sarwam mrttikamatrawewa ca
tadwad brahma jagatsarwam iti wedanta dindimah

“Berbagai bejana, piring dan mangkuk dsb. Sebenar-benarnya adalah tanah liat yang di bentuk; demikian pula semesta yang penuh dengan obyek-obyek fenomenal ini, adalah tidak lain dan tidak bukanKebenaran Yang Maha Agung dan Maha Mulia, demikian sabda Wedanta.”

brahmasatyam jaganmithya jiwo brahmaiwa naparah
anena wedyam sacchastramiti wedanta dindimah

“Brahma adalah Kebenaran,dunia yang berisikan berbagai  benda dan makluk ini adalah kepalsuan, unsur egosenttris yang membeda-bedakan ini (yaitu sang jiwa), pada intinya adalah Sang Brahman itu sendiri. Ilmu yang memahami Kebenaran ini adalah ilmu yang paling sejati, Ilmu dari segala ilmu, demikian sabda Wedanta.”

antarjyotih bahirjyotih prakyatjyothi parat parah
jyotirjyotih swayam jyotih atma jyotih siwo’smyaham

“Aku adalah adalah cahaya yang bersinar di dalam, Aku adalah cahaya yang bersinar di luar, di kedalaman yang paling dalam dari Diriku, Aku adalah cahaya yang hadir di luar  Keabadian . . . jauh di luar!  (Aku adalah) cahaya dari semua cahaya, cahaya yang bersinar dari Diriku sendiri . . Siwa adalah Aku . . . Kesucian adalah Aku (tak ternoda oleh batas – batas duka) . . . Aku adalah Itu . . Aku adalah Itu!!!

 OM SHANTI  SHANTI  SHANTI

OM TAT SAT.

Disarikan ke dalam Bahasa Indonesia yang sederhana oleh mohan.m.s  (Cisarua, Juli 2003)

Perpustakaan E Book Shantiwangi

Kami sajikan kumpulan dari beberapa sastra kuno yang telah disarikan oleh shantiwangi kedalam bahasa indonesia yang sederhana sehingga lebih mudah dipelajari dan dipahami, semoga bermanfaat

Sastra Gita

Sastra mengenai Yoga
Bhagavad Gita
Asthavakra Gita

Sastra Upanishad

Prasna Upanishad
Aitariya Upanishad
Svetasvatara Upanishad
Kathopanishad
Taitariya Upanishad
Mundakopanishad
Kaivalyopanishad
Dummapada
Mandukya upanishad
Isavasyopanisad
Kenopanishad
Brahma sutra

Sastra Yoga

Yoga wasistha
shiva shakti book
Sukhmani Sahib

Sastra Sutra

Kama Sutra
Shanti Sutra
Brahma SUtra

Sastra Dalam Bahasa Ingris

The Bhagavad Gita
Shanti Sutra
Brahma SUtra

Kathopanishad

KATHOPANISHAD

 

Semoga Ia melindungi kami berdua.
Semoga Ia memberkati kami dengan Berkah Ilmu Pengetahuan.
Semoga ilmu pengetahuan ini kami pergunakan bersama-sama.
Semoga apa yang telah kami pelajari akan dipelajari
oleh yang lain-lainnya dengan baik.
Semoga kami tidak bersengketa (bertentangan)
satu dengan lainnya.
 Om Santihi – Santihi – Santihi

BAB  –  I

BAGIAN  –  I

(Kisah mengenai Nachiketas dirumah kematian) 

  1. Pada suatu saat diswargaloka, Usan, putra dari Vajasrava (Gautama), melaksanakan suatu upacara pengorbanan, dengan mengorbankan semua yang dimilikinya. Beliau berputrakan seorang anak laki-laki yang bernama Nachiketas.

 

  1. Sewaktu berbagai hadiah pengorbanan dipersembahkan, kegalauan (akan masa depan ayahnya) mengusik hati sanubari Nachiketas, yang pada saat itu masih seorang bocah kecil, dan iapun berpikir.

Keterangan : Usan putra dari Vajasrava melangsungkan upacara pengorbanan yang disebut Viswajit dimana ia harus menyerahkan semua harta benda yang dimilikinya kepada para resi dan fakir miskin. Upacara ini biasanya dilakukan oleh para raja yang berhasil mengalahkan kerajaan lainnya. Upacara ini juga biasanya dilakukan oleh sang kepala rumah tangga, dalam hal ini sang orang tua yang bersiap-siap ke hutan dan berburu, sambil memasuki kehidupannya sebagai Sang Sanyasi.

Pembicaraan dengan sang cucu, Nachiketas, ini malahan penuh dengan shradha (iman), ia memahami arti upacara yang dilaksanakan oleh ayahnya, Usan.

  1. Sapi-sapi ini telah meneguk air untuk yang terakhir kalinya, menyantap rerumputan untuk yang terakhir kalinya, telah kering seluruh susunya dan telah tua, kurus kering dan lemah. Sia-sia saja (tanpa kebahagiaan) loka-loka yang akan dicapai oleh seseorang yang menghaturkan daksina dengan cara ini demi sebuah yagna (upacara pengorbanan yang bersifat suci).
  2. Ia berkata kepada ayahnya, “Ayahanda, kepada siapa dikau akan mempersembahkan diriku ini?”, ia mengulangi pertanyaannya ini sampai tiga kali, sampai-sampai ayahnya teramat murka dan berkata, “Pada Kematian akan kupersembahkan dirimu”.

Keterangan : Nachiketas yang berkesadaran tinggi paham betul bahwa ayahnya telah melakukan yagna ini secara tidak murni, padahal upacara Viswajit ini bersifat teramat sakral dan merupakan penyerahan total terhadap yang Maha Kuasa akan kehidupan duniawi ini demi mempersiapkan jalan menuju ke Pencapaian Kebenaran. Anak kecil ini sadar bahwa karena ia milik ayahnya, maka seharusnya iapun dikorbankan. Maka ia bertanya dengan lugu sampai tiga kali, tetapi sang ayah yang merasa tersindir oleh anak ini malahan murka dan menyatakan bahwa putranya ini akan dipersembahkan kepada dewa kematian.

  1. Nachiketas berpikir, “Dari kesemuanya yang berjumlah banyak ini aku akan pergi paling awal, dari kesemuanya yang berjumlah banyak ini aku akan pergi ditengah-tengah semuanya ini ; pekerjaan apakah yang akan dilaksanakan oleh Yama, Dewa Kematian, melalui diriku ini, yang telah dipersembahkan oleh ayahku ini?”

Keterangan : Sebenarnya Nachiketas sadar bahwa ucapan ayahnya bernada kesal dan tidak sungguh-sungguh berarti, tetapi anak yang saleh dan penuh dengan Kesadaran akan prinsip-prinsip Sanathana Dharma tahu dan paham bahwasanya apapun yang sudah dikatakan tidak dapat dijilat kembali, sehingga ia yang memang merupakan jenius spiritual langsung saja mempersiapkan jiwa raganya demi yagna ayahnya ini.

Disini sidang pembaca dapat menyimpulkan sendiri tentang hakikat dari Dharma dan adharma, tentang seorang yang tulus dan yang tidak tulus.

Bagi Nachiketas selama ini ia mempelajari bahwa ayahnya adalah sekaligus gurunya, dan seorang guru itu dipercaya tidak akan melakukan hal yang salah.

  1. “Ingat bagaimana leluhur kami bertindak, pertimbangkan juga bagaimana yang lain-lainnya bertindak pada saatnya, ibarat tanaman jagung, matilah manusia-manusia ini, dan ibarat tanaman jagung terlahir (hidup) kembali. “

Keterangan : Sloka ini langsung dialamatkan oleh sang anak kepada ayahnya dan sloka ini penuh dengan intisari kebijaksanaan yang dikandung semua Sruthis dan merupakan pengejawantahan dari Sanathana Dharma itu sendiri. Didalam sloka ini juga tersirat secara nyata sekali akan filosofi kelahiran kembali (reinkarnasi) yang merupakan salah satu sendi iman kita yang paling utama.

Nachiketas yang sadar akan karma, pralabdha dan jalan kehidupannya, pada saat ini sedang memberikan “teguran” kepada ayahnya bahwa kehidupan itu harus terhenti suatu saat, lalu mengapa ayahnya melaksanakan suatu bentuk adharma yang berdasarkan ilusi duniawi, yaitu keserakahan yang sifatnya palsu.

  1. Seorang Brahmin (Brahmana) memasuki sebuah rumah ibarat api. Manusia-manusia mempersembahkan ini agar (sang tamu) ini tenang. Vaisvata! Pergi dan ambillah air.

Keterangan : Diantara sloka 6 dan 7 tercipta keheningan yang dramatis dan terdengar sebuah suara yang tak “berbentuk” membimbing Nachiketas untuk memasuki Istana Kematian. Nachiketas memaksa ayahnya agar ia dipersembahkan kepada Dewa Kematian sesuai dengan ucapan sang ayah, dan sang putra ini meninggalkan rumahnya dan memasuki alam kematian.

Ada banyak teori tentang bagaimana ia sampai kegerbangnya Yama Dewa, singkatnya ia sampai pintu gerbang Istana Kematian tetapi harus menanti tiga hari dan tiga malam karena Dewa Yama sedang tidak berada ditempat. Nachiketas menunggu kedatangan Dewa Yama sambil berpuasa (suatu puasa atau upawasa adalah salah satu bentuk tapa-brata diantara upaya-upaya disiplin yang biasanya diajarkan oleh sang guru kepada muridnya agar jalan spiritual sang murid terbuka lebar).

Tiga hari berlalu dan Dewa Yama pun kembali ke Istananya serta mendapatkan ada seorang Brahmin sejati yang sedang berpuasa dirumahnya. Kata api di sloka mantra diatas berarti seorang Brahmana yang bukan berdasarkan garis keturunannya, tetapi berdasarkan tingkat budhi dan kesadarannya yang tinggi serta suci. Api bersifat sangat murni dan suci. Disini Nachiketas diibaratkan sebagai seorang Brahmin sejati dan suci, dan bagi Dewa Yama kehadiran Nachiketas adalah suatu kehormatan sekaligus beban spiritual yang amat berat. Ia sadar bahwa tamu yang satu ini bukan manusia sembarangan.

  1. “Harapan, hasrat, bersama-sama dengan orang-orang yang berbudi luhur, diskusi-diskusi penuh rasa persahabatan, pengorbanan dan pahala dari pemberian-pemberian yang bersifat suci, putra-putra dan ternak . . . .   semua ini hancur berantakan sekiranya dirumah seorang yang kurang pengetahuan (bodoh) tinggal seorang Brahmin tanpa memakan sesuatu (tanpa disuguhi atau diberi santapan oleh yang empunya rumah tersebut).

Keterangan : Didalam ajaran Sanathana Dharma, seorang tamu yang bersifat Brahmin sejati sangatlah dihormati oleh tuan rumah yang mendapatkan kunjungan seorang guru. Bagi sang empunya rumah dan keluarganya, kunjungan seorang suci dianggap berkah yang amat besar karena kaki sang orang suci ini dianggap menyucikan lantai rumah mereka. Jadi adalah suatu perbuatan yang nista kalau sampai terjadi tamu semacam ini tidak dihormati secara layaknya. Tiba-tiba saja Yama Raja mendapatkan seorang tamu suci dengan sifat-sifat seorang Brahmin sejati dirumahnya dan betapa terkejutnya beliau mengetahui bahwa sang tamu belum mendapatkan suguhan apapun juga selama tiga hari, bahkan sambil menunggu sang tamu malahan berpuasa selama tiga hari. Sruthi menyatakan bahwa seorang yang mengabaikan Brahmin yang sejati disebut apamedhasah (seorang yang alpa, idiot, bodoh sekali). Sanathana Dharma tidak berlaku untuk manusia saja, tetapi aturan-aturan dharma ini juga harus ditaati oleh para dewa dewi, bodhisatwa dan yang lainnya karena mereka adalah panutan dan penuntun manusia.

Didalam konsep Sanathana Dharma seorang tamu disebut sebagai Athihi-Narayana (atau manifestasi dari Tuhan itu sendiri). Memberikan santapan kepada seorang suci yang berkarakter Narayana Bhav dianggap sebagai salah satu dari Pancha Maha Yagna (Lima Pengorbanan Utama). Bagi sidang pembaca harus hati-hati membedakan bahwasanya tidak semua yang berkasta Brahmana harus dihormati, tetapi hanya orang-orang budiman yang menyandang sifat-sifat mulia sajalah yang harusnya dihormati dan dijadikan panutan serta diibaratkan sebagai seorang guru sejati dan insan mulia ini dapat saja berasal dari varna apa saja. Ciri-ciri insan yang agung ini selalu sederhana pembawaannya walaupun ia berasal dari golongan apapun juga, ia selalu penuh wibawa, pesona dan cahaya spiritual.

  1. Yama berucap : “Wahai Brahmana, dikau adalah tamu kami yang terhormat, dan telah tinggal selama tiga malam dirumah kami tanpa menyantap sesuatu apapun juga. Oleh karena itu untuk penggantinya, kami mohon dikau untuk meminta tiga hal yang berkenan dihati kepada kami, wahai Brahmana, kami bersujud dihadapanmu. Semoga Kebajikan beserta denganku senantiasa.”

Keterangan : Suatu hal yang mengejutkan tentunya bagi sidang pembaca untuk mengetahui bahwa Yama Raja yang ditakuti oleh semua mahluk dan bahkan oleh para dewa dan manusia ternyata bersujud dan memohon maaf kepada seorang anak yang baru berusia sembilan tahun. Ada suatu nilai luhur yang telah hilang dibumi kita ini, yaitu menghormati orang lain yang lebih mulia. Umumnya kita yang merasa diri berkasta tinggi harus dihormati dengan bahasa yang khusus, dengan segala tata cara yang feodalistis. Seharusnya kita lebih banyak berintrospeksi dari cara Yama Dewa menghadapi Nachiketas ini. Dewa Kematian yang memegang otoritas tertinggi dijajaran dewa dewi ternyata juga adalah seorang Brahmin sejati.

  1. Nachiketas berucap : “Wahai Kematian! Permintaanku yang pertama agar ayahku (Gautama) bersikap welas asih, bajik dan jauh dari rasa amarah terhadap diriku, dan agar ia mengenalku dan menyambutku, sewaktu aku pulang dari kediamanku ini.”

Keterangan : Sekali lagi Nachiketas memperlihatkan sifat-sifat Brahminnya yang sejati. Tanpa memikirkan dirinya pribadi, yang diminta adalah kebajikan semata-mata bagi ayahnya, suatu contoh kesaputraan yang teramat mulia, walaupun ia telah dikorbankan oleh ayahnya kepada Dewa Kematian.

  1. “Melalui kehendakku, Anddalaki, putra Aruna, akan mengenalmu kembali seperti sebelum ini. Ia akan tidur secara damai dimalam hari, sewaktu ia menyaksikan dikau terlepas dari mulut kematian, ia akan kehilangan amarahnya.”

Keterangan : Di sloka ini Yama Raja langsung saja memenuhi permintaan Nachiketas yang pertama. Ayahanda Nachiketas mempunyai empat nama, yang di Upanishad disebut-sebut sebagai Gautama, Anddalaki, Aruni dan Vajasravasah. Kata Gautama mungkin adalah kata penghormatan baginya.

  1. Di swargaloka tidak terdapat rasa khawatir. Dikau tidak berada disana ; juga disana tidak terdapat kekhawatiran akan hari tua. Setelah menyeberangi rasa lapar dan rasa haus, seseorang di swargaloka berbahagia karena telah berada diatas (melampaui) rasa kesedihan.

Keterangan : Sambil mempersiapkan permintaannya yang kedua, Nachiketas mengagungkan kehidupan di swargaloka yang jauh dari berbagai penderitaan dan kekhawatiran akan hari tua. Manusia mempunyai lima tahap kehidupan yaitu kelahiran, masa kanak-kanak, masa muda, usia tua dan kematian. Sedangkan para dewa di swargaloka hanya memiliki tiga tahap pertama. Pada masa yang silam, yaitu pada jamannya Veda-Veda, Dewa Kematian dianggap sebagai dewa pembimbing seseorang kepintu sorga, pada masa kini Beliau dianggap sebagai dewa yang menakutkan, karena persepsi manusia telah berubah dari petunjuk-petunjuk Veda yang sarat dengan nilai-nilai spiritual yang mulia ke nilai-nilai duniawi yang sarat dengan materi pada saat ini.

  1. “Wahai Kematian, Dikau faham akan api yang menuju kearah swargaloka ; terangkan kepadaku yang penuh dengan rasa keingintahuan yang amat mendalam ini, akan unsur api ini, yang digunakan oleh mereka-mereka yang menginginkan kehidupan yang di sorga, inilah permintaanku yang kedua.”

Keterangan : Banyak manusia didunia ini yang menghabiskan waktu mereka dengan melakukan berbagai upacara, upaya spiritual, dana-punia, dan berbagai bentuk kebajikan agar mendapatkan pahala yang berupa kehidupan yang abadi di swargaloka. Bagi seorang Yogi atau Brahmin seperti Nachiketas, orang-orang ini adalah insan-insan yang bodoh, karena sebenarnya kehidupan disorgapun tidak abadi dan ada masa habisnya ; demi mereka-mereka ini ia memohon suatu petunjuk rahasia yang bersifat teramat mendalam yaitu sesuatu yang berhubungan dengan karma umat manusia. Kita lihat disini bahwa Nachiketas sebenarnya ingin menuntun umat manusia agar keluar dari unsur-unsur untuk mendapatkan pahala secara spiritual ; dan untuk itu ia memohon petunjuk kepada Yama Raja agar diberi ajaran pembebasan secara spiritual dari ilusi duniawi ini (termasuk didalamnya adalah swargaloka itu sendiri) yang sebenarnya bukanlah tujuan sejati kehidupan kita sebagai manusia dibumi ini. Seorang Hindu sejati seharusnya tidak mendambakan swargaloka, tetapi ia seharusnya menyadari akan hakikat dirinya sendiri dahulu sebagai Sang Atman yang berasal dari Yang Maha Atman (Paramatman). Secara tersirat dan hanya dimengerti oleh Yama Raja, sebenarnya Nachiketas melalui permintaannya yang kedua memohon agar diberi pengajaran suatu bentuk ajaran spiritual yang teramat rahasia demi kebebasan umat manusia dari ilusi duniawi dan spiritual ini yang merupakan hambatan kita kepenyatuan dengan Sang Atman dahulu lalu ke Sang Paramatman, yang adalah sebenarnya misi kita yang sejati, yang dilahirkan sebagai manusia yang berbudi (intelek).

  1. “Akan kami terangkan kepada dikau secara baik ; wahai Nachiketas, perhatikanlah ucapan-ucapan kami ini, kami tahu akan api yang menuju ke swargaloka ; pahamilah bahwa api (agni) yang menuju ke swarga ini adalah juga api yang menunjang alam semesta dan yang bersemayam didalam relung hati sanubari.”

Keterangan : Mulailah Yama Raja mengungkapkan rahasia alam yang disebut Agni-Vidya (ilmu pengetahuan atau pemujaan kepada Dewa Agni). Bagi manusia-manusia yang kurang paham akan nilai sesungguhnya, ia akan memuja Dewa Agni dengan berbagai ritual dan mengharapkan berbagai pahala. Bagi yang paham akan rahasia Agni ini secara sesungguhnya akan terbebaskan dari dunia ini. Agni atau api adalah unsur penunjang secara makro-kosmik dialam semesta ini dan dikenal sebagai Virat. Ia juga terletak direlung sanubari manusia yang berarti bahwa api ini adalah budhi (intelek spiritual) kita yang hanya terdapat didalam nurani kita yang paling dalam ibarat sebuah gua yang gelap dan teramat dalam (nihitam guhayam).

Sloka diatas menyadarkan kita bahwa bukan ritual yang penting tetapi penghayatan akan arti dan makna dari sesuatu pengorbanan, itulah yang harus dipahami secara sadar dan benar sebagai jembatan kearah pembebasan yang hakiki sifatnya.

Yama kemudian menerangkan kepadanya mengenai tatacara pengorbanan api ini, sumber dari berbagai loka-loka, batu-batu bata jenis apa yang harus dipergunakan sebagai altar, berapa jumlah dan bagaimana menata batu-batu bata ini dan Nachiketas mengulang kembali semua itu kepada gurunya sama seperti yang dijelaskan oleh sang guru. Kemudian Dewa Yama yang sangat terkesan dan bahagia dengan muridnya berkata lagi.

  1. Yama kemudian menerangkan kepadanya mengenai tatacara pengorbanan api ini, sumber dari berbagai dunia (loka-loka); batubara jenis apa saja yang harus dipergunakan sebagai altar, kemudian berapa jumlah dan cara menata susunan batu-batu bata ini, dan Nachiketas mengulang kembali semua itu kepada gurunya tepat seperti yang dijelaskan oleh Sang Guru. Dewa Yama yang sangat terkesan dan berbahagia dengan sang murid ini, kemudian berkata lagi.

Keterangan : Tidak diterangkan dikarya ini apa saja sebenarnya yang diajarkan oleh Yama Raja kepada Nachiketas, tetapi tentunya sesuatu yang teramat rumit dan memakan waktu agar sang murid gagal mencernakannya, ternyata Nachiketas adalah seorang murid yang jenius dan berbakti secara tulus dan ia mampu menjelaskan kembali semua ajaran Dewa Yama secara tepat dan terperinci. Tentu saja sang guru merasa bangga dan teramat puas serta berbahagia mendapatkan murid berbakat semacam ini, dan langsung saja Yama Raja memberikan sebuah anugerah kepadanya.

Selengkapnya silahkan di ebook

Kaivalyopanishad

KAIVALYOPANISHAD

Sementara para ahli Hindu Dharma berpendapat bahwa berbagai Upanishad sebenarnya adalah intisari filosofi dari berbagai Veda, dan berhubungan secara masing-masing dengan keempat veda yaitu Rig, Yajur, Sama dan Atharva Veda (Atharvana Veda).

Keempat Veda ini mengungkapkan ajaran dengan membagi diri mereka menjadi 4 bagian yaitu :

  1. a)Mantra-mantra (mantram)
  2. b)Brahmanas (tata cara upacara)
  3. c)Aranyakas (metode-metode meditasi, Upasanas)
  4. d)Upanishads (ajaran-ajaran para resi guru mengenai penciptaan dan tujuan penciptaan ini)

Seperti yang telah kita ketahui kata Upanishad dapat diartikan duduk di dekat seorang guru sambil mendengarkan ajaran beliau, atau mengajar sambil duduk berhadapan dengan para murid. Ajaran-ajaran ini ada yang bersifat adi-luhung dan adi-karya dan diakui sebagai ajaran-ajaran suci yang kemudian dikenal dengan sebutan Upanishad.

Konon di masa silam diperkirakan ada 1008 karya Upanishad ini, namun hilang entah kemana rimbanya. Ada yang dibumi hanguskan oleh Alexander yang pernah menjajah India dan ada juga yang telah dihilangkan secara sengaja karena berbagai alasan yang tidak diketahui dengan pasti. Di antaranya para ahli  memperkirakan ada sekitar 280 karya Upanishad ini yang masih belum dapat ditemukan tetapi seharusnya ada; dan ada sejumlah 108 karya lainnya yang telah ditemukan. Dari keseratus delapan karya ini 11 buah karya telah mendapatkan pengakuan dari para guru resi dan dari filsuf resi Sri Shankara Acharya, bapak Sanatana Dharma yang tanpa studi beliau tidak mungkin Hinduisme mencapai puncaknya seperti kini. Kesebelas karya-karya ini dianggap karya-karya yang agung sedangkan yang lain-lainnya dianggap biasa-biasa saja dan cukup untuk diajarkan kepada para pemula saja (tingkat pelajar), sedangkan kesebelas karya ini untuk para sishya yang sudah tinggi pemahamannya akan Sanatana Dharma ini. Kesebelas karya (ditambahkan satu lagi menjadi 12) karya ini adalah :

– Katha                   – Isha

– Kena                    – Prasna

– Mundaka              – Mandukya

– Taittiriya                – Aitareya

– Chandogya           – Brihadaranyaka

– Kaivalya                – Svetasvatara

Kaivalya Upanishad ini tercangkum di dalam Atharva Veda dan sering dianggap karya minor karena sedikit isi sloka-slokanya, namun makna yang dikandung sungguhlah agung dan sakral.

Berisikan dialog suci antara sang pencipta Brahma dan salah seorang sishyanya, dialog ini merupakan ajaran yang penuh dengan intisari spritual yang tinggi dan menakjubkan.

 

SHANTI PAT

(PUJA-PUJI PERDAMAIAN)

 “Wahai para dewata ! Semoga kami senantiasa mendengarkan dengan telinga kami berbagai perihal yang bersifat suci dan murni; Wahai yang kami puja, semoga kami melihat hal-hal yang suci dengan mata kami. Semoga seluruh kehidupan kami yang telah ditentukan masanya ini dapat kami jalani secara sehat dan bahagia sambil selalu memuja-mujiMu. Semoga Hyang Indra yang dimuliakan, yang berasal dari masa yang teramat silam dan terkenal, semoga Pushan (Hyang Surya) yang maha mengetahui, semoga Hyang Bayu yang melaju cepat menjaga kami dari berbagai bencana, dan semoga Brihaspati yang menjaga harta benda kami yang bersifat spritual, memberkahi kami dengan kekuatan budhi (daya intelektual) agar kami mampu memahami karya spritual ini, dan memahami semangat yang menyertai ajaran ini.”

Selengkapnya di ebook

Isavasyopanishad (Vajasaneyi Samhita Upanishad)

ISAVASYOPANISHAD

 Sering sekali seseorang yang sedang meniti jalan spritualnya bertanya-tanya kepada dirinya sendiri atau kepada orang lain “Apakah yang mendorong seseorang untuk mengalami kegalauan spritual padahal banyak insan lain yang tidak mengalaminya sama sekali ?”

Berbagai petunjuk di dalam sastra-sastra Hindu menegaskan bahwa gejala tersebut muncul karena adanya evolusi dan pertumbuhan secara individual; Darwin pernah berteori bahwa manusia masih akan tumbuh terus sampai ke tahap akhir evolusi yang disebutnya supermanhood (manusia super). Tentu saja Darwin menyatakan hal ini berdasarkan penelitiannya akan alam sekelilingnya. Kronologi fossil-fossil yang dipelajarinya menghasilkan kesimpulan bahwa kehidupan tumbuh-tumbuhan itu lebih tinggi sifatnya dibandingkan dengan bebatuan; dan kehidupan fauna lebih tinggi dari pada kehidupan tumbuh-tumbuhan , dan di antara fauna yang paling tinggi tahap evolusi dan potensinya adalah manusia dengan daya intelektualnya. Dan Darwinpun terus berkeyakinan bahwa karena manusia sedang berevolusi secara terus menerus, maka suatu saat nanti manusia akan mencapai tahap kecanggihan yang luar biasa yang disebutnya supermanhood.

Kalau bagi Darwin patokan teorinya berdasarkan kadar intelegensia manusia yang berkembang terus, maka para resi pencetus berbagai Upanishad mendasarkan perkembangan manusia atas kwantitas kesadaran atau (rasa eling) yang termanifestasikan melalui organ-organ mental dan fisik manusia itu sendiri. Dengan kata lain manusia adalah suatu ciptaan supra natural yang berintikan sifat-sifat spritual Ilahi yang selalu berkembang ke arah penemuan Jati Dirinnya sendiri dari mana ia berasal. Dan di antara miliaran manusia di bumi ini sebagian besar bahkan tidak menyadari akan hakikat spritual Ilahi yang terkandung di dalam dirinya, dan mereka ini bisa berperilaku menyerupai binatang. Dari sudut pandang Vendanta, insan-insan semacam ini belum mencapai tahap kemanusiaannya secara utuh oleh karena mereka ini masih memiliki naluri-naluri rendah yang berperikebinatangan. Para guru resi Vedanta di masa-masa silam mengkategorikan insan manusia dalam tiga katagori yaitu:

  1. Manusia yang berperilaku kebinatangan
  2. Manusia yang berperilaku kemanusiaan
  3. Manusia yang canggih (super)

Manusia yang berperilaku binatang ini adalah jenis-jenis manusia yang kadar kesadaran spritualnya teramat rendah dan penuh dengan berbagai nafsu dan berperilaku atheis. Bagi mereka agama dan pengertian / penghayatan akan Yang Maha Esa adalah pemikiran yang sia-sia saja karena tidak disadarinya sama sekali.

Tetapi evolusi manusia secara spritual mampu meningkatkan kategori manusia di atas menjadi manusia yang berperilaku kemanusiaan dan selanjutnya lambat laun meningkat terus ke tahap-tahap yang lebih tinggi. Berbagai sastra menyebut mereka ini sebagai Adhikarin, yang berarti manusia-manusia yang pantas untuk tahap kehidupan spritual.

Dewasa ini ditunjang oleh berbagai kemajuan di dalam bidang teknologi dan pada saat yang sama kehidupan manusiapun terus berkembang, maka setiap insan yang memiliki intelegensia di dalam dirinya berhak untuk mencari dan menemukan jati dirinya sendiri dengan mempelajari semua sastra-sastra suci, dari zaman ke zaman yang dahulunya disimpan rapi untuk golongan tertentu saja.

Hindhu Dharma tanpa ajaran Vedanta sama saja dengan agama mati, kata para ahli. Pada era ini Vedanta dan semua ajaran-ajaran Hindhu Dharma telah terbuka bagi kaum awam, bahkan orang asing dan yang berlainan agamapun bisa mempelajarinya dengan mudah. Bagi umat Hindhu Dharma di Indonesia khususnya di Bali yang selama ini hanya menurut dan nunut saja kepada kaum Brahmana keterbukaan ini sangat menggetarkan dan mengagetkan sekali, dan kaum muda yang kritis segera saja bereaksi dan tidak mau asal ikut-ikutan lagi. Pada masa-masa mendatang di Indonesiapun Hindhu Dharma akan berkembang secara pesat, apalagi semua akses agama Hindhu bisa didapatkan di internet secara mudah sekali.

Di dunia yang penuh dengan kebutuhan materialistik yang makin meningkat ini, manusia terhalang oleh berbagai kebutuhan keluarga, oleh berbagai bentuk hasrat, keinginan dan nafsu disamping kebutuhan status simbol, dan sebagian manusiapun lalu terjerumus ke dalam ilusi duniawi ini yang seharusnya menjadi wahana atau alat malahan menjadi tujuan dan tersesatlah manusia ini dari penemuan jati dirinya untuk apa dia sebenarnya dilahirkan.

Sering juga manusia yang meniti jalan kesadarannya bertanya kepada dirinya sendiri, “Seandainya manusia itu adalah sebagian dari Yang Maha Esa mengapa manusia ini selalu dirundung oleh malapetaka?” Para resi menjawab karena manusia tersebut belum sadar akan hakikat dirinya. Manusia ini sebagian besar tidak sadar akan semua fenomena di sekitarnya apalagi yang ada di dalam jiwa raganya sendiri, sehingga cenderung merusak dirinya dari pada melestarikan dirinya sendiri. Para resi bersabda bahwa kehidupan ini terdiri dari berbagai fragmen atau episode yang terjalin dari waktu ke waktu. Sebenarnya kata mereka, ada tiga faktor utama penunjang kehidupan ini yaitu :

(1) subjek, (2) objek, dan (3) hubungan antara subjek dan objek. Karena kekurangan pengetahuan (vignana) kita maka kita cenderung terbius oleh sifat duniawi ini (dunia luar, dunia yang kasat mata) dan terikatlah kita dengan sang maya (ilusi duniawi, prakriti, pradana) ini dan akibatnya timbulah penderitaan dari jalinan duniawi nafsu, keinginan, kewajibn dan sebagainya yang tak ada habis-habisnya. Bhagavat-Gita mengibaratkan fenomena ini ibarat ranting, daun, cabang dari pohon asvatha yang harus ditebas habis dengan pedang kesadaran. Kalau hanya objek duniawi saja yang dikejar dan dipuja terus maka akan sirnalah cahaya Ilahi yang terkandung di dalam jiwa kita, yang sebenarnya sudah hadir semenjak manusia ini berbentuk janin di dalam rahim ibunya. Kalau Cahaya Yang Maha Esa tersebut kita ibaratkan sebagai subjek kehidupan ini maka seyogyanyalah setiap insan menjalin hubungan yang mesra dan penuh hormat terhadapNya, dan Beliaupun akan hadir menuntun kita ke arahNya dengan penuh cinta kasih yang sulit diutarakan bagi kaum awam. Kasih semacam ini disebut prema.

 

GNANA-YAGNA

Persembahan dalam bentuk ilmu pengetahuan

Semenjak kurun waktu yang teramat silam, jauh sebelum ilmu pengetahuan barat melanda dunia ini, para resi telah mendeklarasikan dharma sebagai ilmu pengetahuan sejati (Science of Truth). Dharma yang berkembang di India ini kemudian dikenal dengan nama Sanatana Dharma, yaitu dharma yang diturunkan secara turun-menurun secara berkesinambungan dari seorang guru resi kepada sishyanya dan begitu seterusnya, dan jadilah semua nama Hindhu (Sanatana) Dharma termasuk ajaran Sidharta Buddha Gautama, Guru Nanak dan Satya Sai Baba dan para guru-guru lainnya dewasa ini. Kita boleh menyimak sendiri apakah makna dan intisari dari dharma ini, kedamaian atau peperangan ? Apakah pencarian akan Tuhan Yang Maha Esa itu suatu bentuk kebodohan ataukah panggilan akan cinta kasihNya ? Apakah kehidupan ini menyesatkan atau menghantarkan kita kepada Yang Maha Hakiki ? Jawaban ada pada para resi di masa-masa silam yang mempersembahkan pengalaman-pengalaman spritual mereka dalam berbagai karya yang disebut Upanishad tanpa mencantumkan hak cipta maupun nama mereka, karena keyakinan mereka bahwa ilmu pengetahuan berasal dariNya dan hanya untukNya semata jua.

Salah satu Upanishad dari keseluruhan 108 Upanishad (disimbolkan dengan 108 butir tasbih ganatri) adalah karya ini yang dikenal dengan nama Isavasya Upanishad yang menyabdakan banyak aspek dan kahikat misteri Yang Maha Esa dan kehidupan ini yang penuh dengan misteri spritual dan duniawi. Apakah di masa-masa mendatang Sanatana Dharma masih akan bertahan dan eksis, sebelum mengambil kesimpulan yang salah baiklah kita mempelajari karya adi-luhung yang satu ini hasil terapan para resi melalui meditasi mereka yang intensif dan penuh bakti.

Karena adanya bantaran waktu yang luas di antara para resi di masa silam dengan kita di masa kini, maka sebaiknya kita cari nilai-nilai universal yang terkandung di dalam karya ini yang masih bisa kita hayati di era ini. Mungkinkah karya ini telah ketinggalan zaman ataukah kita yang telah ketinggalan kereta?

Isavasya upanishad ini sebenarnya merupakan bab terakhir dari Sukla Yajurveda Samhita, sering juga karya ini dikenal dengan nama Samhitopanishad. Sabda-sabda dalam berbagai Upanishad dalam bentuk metrikal disebut mantra, sehingga sering berbagai Upanishad ini disebut juga Mantropanishad dan diantara berbagai Mantropanishad karya ini terkenal sebagai yang terindah dalam bahasa Sansekerta.

Isavasya Upanishad ini terdiri dari dua resensi yaitu Kanva dan Madhyandina, yang pertama terdiri dari 18 stanza atau mantra. Karya siapakah Upanishad yang satu ini ? Tidak seorangpun yang akan tahu, karena para resi di zaman dahulu tidak mengenal sistem hak cipta, bagi mereka semua bentuk ilmu pengetahuan datang atas berkah Yang Maha Esa dan harus didedikasikan demi Ia semata.

¨    Para ahli menafsirkan ada 7 inti ajaran di dalam karya ini. Yang pertama, yaitu para guru pengarang Upanishad ini sebenarnya sedang menunjukkan jalan kebenaran melalui jalur pemasrahan diri dari hal-hal yang bersifat keduniawian.

¨       Yang kedua, adalah jalan aksi (bekerja, berkarya, jalan karma). Jalan ini khusus diperuntukkan bagi mereka-mereka yang tidak mampu menjalani jalan yang pertama.

¨       Jalan ketiga, mengisyaratkan bahwa seseorang yang tidak mengambil jalan yang pertama dan kedua akan hancur total dan tersesat dalam penderitaan dan kegelapan.

¨       Jalan keempat, menunjukkan tujuan dari kehidupan ini yang sebenarnya sudah tersirat di stanza yang pertama, dan bagaimana seseorang yang telah mencapai tujuan tersebut mampu sesudah itu hidup di dalam suatu fenomena yang penuh sarat dengan pengalaman-pengalaman mistik akan kebenaran sejati.

¨       Jalan kelima, terdapat di antara stanza 9 s/d 14 yang menyiratkan bahwa ilmu pengetahuan dan tindakan (meditasi dan pemujaan) harus dilakukan secara bersamaan seandainya seseorang ingin mencapai kemajuan spritual secara maksimum, karena kedua faktor ini sebenarnya saling menunjang satu dengan yang lain sehingga tahap pemahaman akan Sang Jati Diri akan lebih meda dicapai oleh sipelaksana.

¨       Jalan keenam, (stanza 15 – 17) menyiratkan hasrat seseorang manusia (yang pasti akan mati suatu saat) ke arah Yang Tak Dapat Binasa (Sang Jati Diri, Atman), agar Sang Atman sudi kiranya menampakkan DiriNya dalam kenikmatan Ilahi.

¨       Jalan ketujuh, memberikan pemikiran akan pentingnya puja-puji ke Yang Maha Esa agar sang guru dan sang sishya pendaki jalan spritual ini selalu dituntun dan dibantu perkembangannya.

Biasanya dalam setiap Upanishad, sang guru dan sang murid selalu memulai dan mengakhiri suatu wejangan spritual dengan menghaturkan puja-puji kepada Yang Maha Esa yang berintikan kedamaian (shanti). Kekuatan sebuah doa puja-puji yang tulus ke Yang Maha Esa tidak dapat digambarkan kesaktiannya. Pada zaman ini doa puja-puji dengan mudah dijadikan barang dagangan / komoditi. Tetapi dizamannya Upanishad sebuah doa antara seorang guru dan sishyanya adalah sebuah alat penyaring kekotoran di dalam diri mereka sendiri, dan sebuah ajaran dimulai dan diakhiri doa bersama, hasilnya sangat efektif secara spritual.

Selengkapnya di ebook

GANESHYA (GANAPATI)

GANESHYA (GANAPATI)

Sri Maha Ganapathy
Sri Maha Ganapathy

Juga dikenal dengan nama Vinayaka, banyak dewa yang paling terkenal secara universal dan dipuja di mana saja di dunia ini, popular sekali di dunia barat, karena merupakan lambang ilmu-pengetahuan duniawi, spiritual dan sains, dan sekaligus menggambarkan manusia dengan segala peri-kemanusiaan, peri-kebinatangan dan peri-kedewaannya secara utuh.Lambangnya hadir di agama Bhuda dalam bentuk swastika merah, sebagai salib dalam kepercayan Nasrani, dan dibalik oleh kaum Ziorus (menjadi istri Ganeshya yang bersifat iblis). Jangan sekali-kali memuja lambang swastika berwarna hitam secara terbalik, iblis cepat sekali datang menyesatkan anda.

Tidak ada suatu upacara apapun juga dalam Hindhu Dharma yang dapat di mulai tanpa memuja Dewa Ganeshya dulu, karena para dewa-dewi pernah melakukan kesalahan dalam menjaga kelestarian jagat-raya ini, maka mandat sepenuhnya dari Yang Maha Esa diwakili seluruhnya kepada Ganesya, termasuk orang-tuanya harus tunduk kepada tuhan ini.Beliau juga adalah Vighneswara (penetralisir) dan Vignaharja (penghusir bala dan bencana ). Namun bentuknya yang aneh sering mengundang tanda Tanya.

Sesungguhnya berbagai mantram-matram menyiratkan Ganeshya pada awal mulanya telah hadir di Rig-Veda (2.23.1) dan (10.112.9) sebagai konsep paling dini, yang kemudian lambat-laun berkembang sebagai Ganeshya masa kini,Ganapati-Brahmanaspati (konsep Rig-Veda)lambat-laun mengalami evolusi spiritual dan menjadi Gajavadana-Ganeshya-Veghneswara.Di Rig-Veda beliau juga disebut Brhaspati dan Vasaspati(wujud cahaya).Beliau sering dilukiskan berwarna merah keemas-emasan dan kapak perang kecil adalah senjatanya yang paling ampuh, tanpa karunia dan persetujuan beliau, semua ritus-ritus agama menjadi sia-sia, beliau tidak menerima caru dalam bentuk daging atau makanan berjiwa, namun selalu dalam bentuk manis-manisan saja, seperti buah-buahan dan berbagai jenis sesajen buatan tangan sendiri.Beliau selalu didampingi para gana (grup penyanyi dan penari), beliau juga hadir sebagai penuntun para dewa selain manusia, dan senantiasa menuntun kita samua ibarat bundanya Durga dan Parwati ke arah kebajikan. Selain Subramaniyam, kakaknya yang amat terkenal kesaktianya, beliau juga bersaudarakan para marut (marut-gana) yang pada saat ini kurang popular.

Ada berbagai versi kelahiran dewa Ganeshya ini:

  1. Suatu saat, para dewa dalam keadaan sulit memutuskan bahwasanya mereka membutuhkan seorang pemimpin baru guna mengkhiri berbagai rintangan, kemudian Dewa Shiva berreinkarnasi melalui Dewi Parwati dan lahir sebagai Ganeshya.
  2. Suatu waktu secara iseng, karena marah kepada suaminya, Dewi Uma membuat sebuah boneka kecil berkepala gajah(ada yang mengisahkan kepada seorang pemuda tampan,ada beberapa versi dari kisah ini sendiri) dan melemparkannya ke sungai Gangga, dan kemudian lahirlah dewa berkepala gajah yang disebut juga Dvaimatura (yang beribu dua).
  3. Konon suatu hari, Dewi Parwati membuat sebuah boneka kecil dari selendangnya, dan memberikan nafas kehidupan kepada boneka ini. Setelah menjelma menjadi seorang pemuda kecil yang tampan, putra ini mendapatkan tugas menjaga pintu rumah Parwati dan menghadang siapapun yang masuk, karena beliau ingin menyendiri memuja Yang Maha Kuasa. Konon Dewa Shiva yang serba tahu kembali ke rumahnya, dan ternyata sang putra tidak mengenalinya karena memang tidak diberitahu oleh ibunya, maka beliau pun dihadang masuk oleh dewa kecil ini,yang mengaku putra Parwati. Dalam kemarahannya maka Shiva sebagai Rudra langsung menebas kepala anaka ini, dan langsung saja kepala tersebut dimakan habis oleh para ganasnya Dewa Shiva. Dewi Parwati sedih sekali akan prihal ini, dan minta anak tersebut dihidupkan kembali. Shiwa yang menyesal  minta maaf kepada putranya dan mencarikan kepala baru yang sesuai dengan kodrat dan misinya berbentuk kepala gajah. Gajah yang sedang mengobrak-abrik sebuah desa ini dipenggal kepalanya untuk diletakkan di atas kepala Ganeshya, yang kemudian mendapatkan sebutan Ganapati, bentuk Rudra yang keras.Ganeshya sendiri adalah bentuk lembut Sang Parwati.
  4. Ganeshya lahir dari bentuk ether Dewa Shiva, karena teramat tampan, ia kemudian menyebab kan dewi Parwati mengutuknya menjadi buruk rupa.
  5. Ganeshya adalah Sri Krishna dalam bentuk manusia, sewaktu sani, seorang dewa planet memandang ke arah Sri Krishna ini, tiba-tiba kepala Sri Krishna terbang ke Goloka, tempat kediaman Sri Krishna(Kreshna) raga tanpa kepala tersebut diganti dengan kepala gajah.

Konon ada 36 kisah lebih mengenai kelahiran Ganeshya ini, di dalam salah satu kisah tersebut, Ganeshya kehilangan ujung gadingnya yang patah karena melawan Parasurama, kemudian gading patah tersebut digunakan untuk menulis Mahabarata yang didektikan kepada Rsi Vyasa .Gading patah juga menjadi symbol tidak ada ilmu-pengetahuan manusiawi yang abadi,yang abadi, hanyalah ilmu-pengetahuan sejati akan Tuhan Yang Maha Esa (simbolnya gading utuh).Jadi arca Ganeshya memang gadingnya patah satu.

Ada juga kisah bagaimana ia mengalahkan kakaknya Skanda, dengan mengelilingi kedua orang tuanya, dengan damikian mendapatkan hadiah berupa dua orang putri Riddhi (Riddhi, Dharma) dan Siddhi (kesesatan,adharma) sebagai isteri-isterinya.Tentu saja kisah ini sarat symbol, karena Skanda, kakak Sri Ganeshya sebenarnya adalah seorang panglima perang, namun sangat emosional dan kurang suka berfikir panjang, sebaliknya Ganeshya sangat cerdas.Dalam kontes yang dimaksudkan untuk menguji kedua anak-anak mereka, Shiva dan Parwati ingin menguji kecerdasan mereka, dalam perlombaan ini barang siapa mampu mengelilingi bumi sebanyak tiga kali lebih cepat dari yang lainnya, maka akan memenangkan perlombaan ini.Sewaktu Skanda terbang melesat memutari bumi,Ganeshya dengan santai saja memutari ayah-ibunya karena teringat sebuah sabda suci di dalam sebuah karya shastra, bahwa barang siapa memutari ayah-ibunya penuh hormat tiga kali, akan berpahala sama dengan memutari bumi sebanyak tiga kali, dengan demikian menanglah Ganeshya dalam perlombaan ini. Ganeshya dengan demikian bermakna kecerdasan dan bakti yang penuh dengan kesadaran.

Bentuk Ganeshya yang umum adalah kemerah-merahan, berbadan manusia yang gemuk pendek dengan berkepala gajah yang bekuping lebar sekali. Bertangan empat dengan salah satu gadingnya patah, bisa kiri bisa kanan.Keempat tangan masing-masing menggenggam Pasa dan Ankusa (kerang-kerang suci), berperut buncit (symbol kekotoran manusia yang ditampungnya setiap hari)menggunakan ikat pinggang berbentuk ular, juga mengenakan tali suci (yajnopavita).Duduk di atas singasana emas dalam bentuk Padmasana, kadang-kadang duduk di atas bunga Padma. Kadang kala salah satu kakinya menjulur ke bawah, busananya senantiasa anggun walaupun bagian atas tidak mengenakan jubah sebagai lazimnya dewa-dewa pria lainnya dan bermahkota bergemelapan. Beliau duduk dengan memandang ke satu arah,dapat ke kanan maupun ke kiri dan gemar menyantap berbagai manisan dan buah-buahan, beliau adalah symbol vegetarian sejati. Sesajen favorit beliau di India adalah semacam onde-onde yang disebut Modaka. Seekor tikus kecil (lambing pencuri) senantiasa menjadi tunggangannya. Kalau anda ingin berhenti merokok, berjudi, bertajen, ingin menjadi vegetarian atau ingin melepaskan diri dari suatu dosa tertentu, maka duduklah dengan tulus di depan sebuah arca Ganeshya, dapat dilakukan di rumah, dengan meletakan sesajen buah dan manisan sedikit secara sederhana, disertai dupa dan bunga sedikit, lalu letakan rokok sisa terakhir, atau uang judi, atau secara simbolis kebiasaan buruk anda, maka mohon kepada beliau agar semua yang berasal dari-Nya dikembalikan kepada-Nya sesuai dengan kehendak-Nya.bacalah mantra”OM NAMO GANESHYA NAMAHA”tiga kali,minumlah tirta suci yang telah anda siapkan sebelumnya, makanlah sesajen yang telah anda Persiapkan sedikit, kemudian bagikan sisanya kepada yang lain-lainnya.Berpuasalah hari itu, atau hari-hari selanjutnya seperti Purnama dan Tilem, maka seandainya tulus, permintaan akan langsung terpenuhi pada saat itu juga. Bagi yang ragu-ragu dan ingin mencoba-coba sebaiknya tidak melakukan sembahyang ini, khusus untuk yang ingin bertobat saja. Selanjutnya kalau terpenuhi dan terhapus kebiasan buruknya, teruskan dengan yoga-meditasi seperti tertera di BAB VI,Bhagawat-Gita.silahkan mencoba, semoga sukses.

Kembali ke Ganeshya yang bermata sipit (lambing meditasi yang berkesinambungan),dengan mata ketiga berposisi di tengah-tengah. Kedua matanya dalam bentuk horizontal. Kepalanya bisa bertambah sampai menjadi lima pada waktu-waktu tertentu, sebuah bentuk Rudra yang menyeramkan kerena berkalungkan tengkorak-tengkorak, symbol kematian adharma, pada saat tersebut dengan sepuluh tanggannya maka jumlah senjatanya bisa menjadi total sepuluh buah atau lebih.Para isteri sering dilukiskan duduk dipangkuannya di kiri dan sebelah kanan.Sedikit penjelasan tambahan untuk symbol-simbol ini:kata Gana berarti katagori, sebuah wujud katagori yang maha utama dan tertinggi.Yang dikhususkan untuk Yang Maha Esa itu sendiri.Gaja berarti gajah,Gajanana atau Gajamukha berarti berwajah adalah sebutan-sebutan lain beliau.Gaja juga mengandung arti khusus sekali yaitu tujuan akhir kehidupan dan alam semesta ini, baik anda sadari maupun tidak.Jadi arti lain dari Gaja adalah:”Dari Dia!untuk Dia!Dan kembali ke Dia!”. 

Beliau adalah tuntunan kita ke Kesadaran yang Tertinggi,dan berupa symbol dari buana alit dan buana agung (Suksmanda dan Brahmanda),dua dalam satu, atau satu adalah kedua-duanya. Kepala beliau melambangkan makro kosmos dengan kata lain makro kosmos ke mikro kosmos dan  sebaliknya adalah siklus kehidupan ini.Raga beliau adalah symbol dunia,mikro kosmos ini yang serba gemerlapan ditandai demi pemuasan berbagai nafsu. Kedua unsur tersebut menyiratkan dengan pasti inti sari Tat-Twam-Asi, kata para resi Upanisad!

Beliau juga disebut sebagai Vighneswara,Vighnaraja(dewa penghalau berbagai rintangan).Namun beliau juga merintangi jalan spiritual kita dengan mengirimkan isterinya adharma untuk menjegal berbagai yadnya dan upaya yang kurang tulus dan penuh pamrih duniawi dan materi,jadi hati-hatilah dalam memujanya,jangan sampai salah.Di Indonesia kini, mulai lagi pemujaan kepada beliau ini,berbagi pura di Jawa-Bali mulai mengembalikan arca beliau ke Padmasari dan berbagai pura sakral.Syukurlah kalo eling begitu.

Beliau adalah juga symbol Vidya dan Avidya (gading sempurna dan gading patah),sekali lagi isteri-isterinya adalah symbol Dharma dan Adharma, jadi beliau juga memiliki ilmu hitam dan putih.Unsur hitamnya dikenal dengan nama Saktiganapati atau Ucchistaganapati, namun yang lebih dikenal di India adalah unsur putihnya yang disebut Nrttaganapati, di unsur ini beliau adalah penguasa musik dan seni tari,berkat karunia dewa Brahma yang senang kepadanya.

Ada bentuknya yang bersifat brahmacari yang disebut Varasiddhi Vinayaka. Bentuknya yang feminim disebut Ganesani,Vinayaki, Sarpakarni, Lambha Mekhala, dan berbagai sebutan lainnya. Ingat, semua dewa (unsur cahaya) berasaskan unsur lingga-yoni,setengah pria setengah wanita,setengah keras setengah lembut.

Ganeshya dipuja dalam berbagai wujud seperti lukisan, linggas, salagramas, yatras, dan kalakas (guci-guci air suci). Salagram adalah benda yang teramat langka. Swastika adalah symbol beliau, swastika yang lengkap dan ampuh adalah yang bertitik empat di tengah-tengah setiap lekukan, ditambah dua garis masing-masing di kiri kanan swastika yang melambangkan dharma dan adharma secara seimbang. Di Bali dilambangkan dengan kotak-kotak hitam putih.Banyak pemeluk Hindhu di Bali dan Jawa,juga saudara-saudara umat yang lainnya yang tidak sadar bahwasanya penjor adalah symbol (lambang) belalai gajah, di Bali malahan maknanya sudah lain sekali.Belalai Ganeshya menandakan bahwa di lokasi tersebut ada upacara.Di India,masih berlaku beberapa tempat dan upacara penjor-penjor yang terbuat dari kainwarna-warni ataupun hiasan janur beserta kelapa bermakna seperti ini.Penjor merah berarti ada upacara pernikahan atau yang berhubungan dengan kejayaan dan ekonomi sosial.Penjor putih melambangkan duka-cita kematian, penjor kuning melambangkan symbol upacara sacral, demikian juga dengan makna payung. Di Indonesia tradisi ini masih hidup, namun untuk penjor duka-cita telah menjadi bendera serta warna kuning bagi yang non-Hindhu, makna kuning saat ini kurang jelas, mungkin hanya mengikuti adat yang sudah ada semenjak dulu kala, namun kurang menguasai makna sesungguhnya.

Kuil bagi Ganeshya bertebaran di seluruh Indonesia dan India pada zaman dulu bersatu dengan pemujaan Shakti Durga dan Shiwa.Demikianlah sejarah dan peninggalan candi-candi di Indonesia dan India membuktikannya. Melihat bentuknya yang setengah manusia,setengah hewan namun adalah dewa yang tertinggi, maka beliau adalah symbol dari tiga unsur tersebut (vidya-avidya-kesadaran akan Yang Maha Esa) suatu bentuk yang amat bermakna.Dari hewan ke manusia baru ke tahap dewa, sebuah bentuk evolusi yang sempurna.Beliau juga sering di gambarkan menggenggam daun-daun kering tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat pengobatan. Inilah faktor yang menyebabkan seluruh jajaran dewa-dewi termasuk orang tuanya menghormati dewa atau unsur ilmu-pengetahuan tertinggi ini, karena di zaman kali ini yang dibutuhkan adalah kesadaran total akan hakekat kehidupan ini, dan kemana akan kita berevolusi sesudah ini, seluruh alam semesta menanti eksplorasi manusia, para dewa akan menuntun, karena sudah menjadi tugas mereka.Namun di Bali, insan Bali hanya sibuk saling berperang dengan sesama saudara dan banyak prihal nonsen menjadi ajang pertarungan, seperti avidya seperti judi, mecaru, melupakan puasa dan tapa-brata. Kalau Ganeshya tidak dikembalikan  dengan segera, mungkin saja pulau dewata ini akan berubah menjadi pulau asura.Tanda-tanda sudah jelas kearah sana. Pariwisata harus dikembalikan lagi,namun pariwisata spiritual yang merakyat dan bukan dengan menjual aset-aset religius kita kepada turis dengan mengorbankan adat budaya dan kesakralan pemujaan kita.Terkutuklah manusia Bali, kalau para dewata marah, dan anak-anak kita berpaling ke agama lain yang lebih praktis sepintas lalu.Penuh dengan karunia Bali dan Jawa ini, seandainya pemujaan ke Hyang Maha Esa, Hyang Widi Wasa diarahkan secara tepat sesuai dengan kaidah Veda, Bhagawat-Gita dan Upanisad yang semuanya adalah Ganeshya itu sendiri.

Berikut ini adalah nama lain dari dewa Ganeshya:    Dhumraketu, Sumukha, Ekadanta, Gajakarnaka, Lambordara, Vighnaraja, Ganadhyaksa, Phalacandra, Gajanana, Vinayaka Vakratunda, Siddhivinayaka, Supakarna, Heramba, Skandapurvaja, Kapila dan Vighneswara. Dia juga dikenal oleh banyak orang sebagai Maha Ganapati.

Mantra-nya adalah om gum ganapataye namah. Para Shadaka yang memuja Ganeshya sebagai dewa mereka merngucapkan mantra itu atau Om Sri Ganeshya Namah.

Para bhakta Ganeshya juga melakukan japa Ganeshya Gayatri sebagai berikut:

Tat purusaya vidmahe
Vakratundaya dhimahi
 Tanno denti pracodayat 

Dewa Ganeshya adalah perwujudan dari kebijaksanaan dan kebahagiaan.Dia adalah dewanya para brahmacari.Dia sangat terkenal diantara orang yang selibat (membujang).

Sebagai tungganganya ia mengendarai seekor tikus.Dia adalah dewa penguasa muladhara cakrapusat psikhis dalam tubuh di mana kundalini sakti berada.

Dia adalah dewa yang melenyapkan segala rintangan pada jalan pengikutnya.sehingga ia disebut Vighna Vinayaka. Aksara bija-nya adalah Gum yang memiliki irama yang sama dengan bahasa Inggris”Sung”.Ia adalah dewa keharmonisan dan kedamaian.

Dewa Ganeshya melambangkan Om atau Pranaya yang merupakan mantra umat dalam agama Hindhu.Tak ada satupun yang dapat dilakukan tanpa mengucapkannya.Ini menjelaskan suatu kebiasaan pemanggilan Ganeshya sebelum melakukan acara atau hal apapun.Dua kakinya melambangkan daya ilmu pengetahuan dan daya kegiatan.Kepala gajah memiliki arti penting karena hanya ia lah satu-satunya figure di alam yang mempunyai bentuk dari symbol”Om”. 

Arti dari menunggangi seekor tikus adalah penaklukan penuh terhadap keakuan.Memegang Akusa melambangkan penguasaannya tehadap dunia.Itu merupakan suatu tanda dari  Bonus Ilahi.

Ganeshya adalah dewa utama.Dengan menunggangi seekor tikus,salah satu mahluk alam terkecil dan yang memiliki kepala seekor gajah,mahluk terbesar dari segala binatang darat,menandakan bahwa Ganeshya adalah pencipta segala mahluk hidup.Gajah adalah binatang yang sangat bijaksana,yang menadakan bahwa Ganeshya adalah lambang kebijaksanaan.Ini juga menunjukan proses evolusi tikus secara perlahan berevolusi menjadi gajah dan akhirnya menjadi manusia.Inilah mengapa Ganeshya memiliki tubuh manusia,kepala gajah dan mempunyai tunggangan berupa seekor tikus.Ini merupakan filosofis simbolik dari wujud-Nya.

Ia adalah dewa dari para gana atau kelompok,contohnya kelompok unsur,kelompok indera dan lain-lainnya.Dia merupakan peminpin dari para shandaka Shiva atau pelayan surgawi dari dewa Shiva.

Para Vaisnava juga memuja dewa Ganeshya.mereka memberinya nama Tumikkai Alwar,yang berarti ke-Ilahian dengan belalai gajah.

Dua kekuatan Ganeshya adalah Kundalini dan Vallaba atau kekuatan cinta kasih.

GANESHYA (GANAPATI) (Dewa pujaan masa lalu, kini dan yang akan datang) 

GANESHYA (GANAPATI)

(Dewa pujaan masa lalu, kini dan yang akan datang)

Ganesha

Ganeshya pada mulanya tersirat di Reg-Veda sebagai seorang dewa minor dengan sebutan Vinayaka.Di masa itu dewa pengetahuan ini belum terwujud secara keseluruhan, namun lama kelamaan Hindhu (sanatana) Dharma berevolusi secara pesat dari berbagai system ritual vedik mengarah secara pasti dan positif ke suatu pemahaman akan Tuhan Yang Maha Esa dan Abadi,Yang serba Maha Alam segala-galanya. Oleh sebab itu maka wujud Ganeshya sebagai maha-dewapun lalu tampil sebagai manifestasi ilmu pengetahuan duniawi dan spiritual, sekaligus menggantikan posisi Hyang Brahman yang makin lama makin tidak popular, demi menunjang perjalanan hidup umat dharma pada zaman kali-yuga ini. Sebagai maha-dewa, Ganeshya kemudian disejajarkan dengan orang tuanya. Berbagai candi Shiva di India, Indonesia dan berbagai tempat lainnya memposisikan Ganeshya di bagian depan candi, kemudian Durga di tengah agak ke atas, dan candi Shiwa di belakang pada posisi tertinggi, namun dalam wujud Lingga-Yoni. Semua posisi ini menunjukan bahwa untuk mencapai penyatuan atau pemahaman Moksha diperlukan dasar pengetahuan (widya) yaitu Ganeshya dengan gadingnya yang retak (shasira-widhi berbagai ritual,hal-hal yang tidak abadi) dan juga dibutuhkan widya (jalan Ilahi yang benar dan hakiki),yaitu gading yang sempurna.

Namun tanpa Bunda Penuntun (yaitu Durga, Maya, semesta, kehidupan duniawi ini), maka seorang tidak akan mungkin mencapai penyatuan dengan Brahman Yang Maha Esa (Shiva itu sendiri),yang disimbolkan dalam bentuk Lingga-Yoni (positif-negatif,dari-Nya mengalir air kehidupan ini, diayomi dan kemudian kembali di daur-ulang demi mempersiapkan kehidupan berikutnya). Proses tersebut berlaku untuk semua yang eksis, baik itu setitik debu ataupun buana agung yang semesta ini. Namun untuk menghayati semua ajaran adiluhung ini diperlukan wahana penuntun atau medium antara manusia dan para dewa, antara manusia dengan alam semesta dan sekitarnya. Medium tersebut adalah ilmu pengetahuan dalam arti seluas-luasnya.

Semenjak masa yang teramat silam Sanata Dharma mengajarkan umat manusia melalui berbagai simbol-simbol, kisah-kisah, parable, filosofi spiritual agar mudah tercerna oleh seluruh lapisan masyakat baik yang berpendikan maupun yang tidak. Zaman Veda telah berlalu, tidak seluruh ajaran Veda yang  masih tersisa, kalaupun masih ada seperti yang kita kenal di masa ini, maka kehadirannya hanya dipahami segelintir brahmana dan cendikiawan. Saripati berbagai Veda ini telah bermanifestasi ke dalam berbagai Upanisad dan kemudian di sarikan lagi ke dalam ajaran Bhagawat-Gita (kitab suci kaum dharma). Pengetahuan atau Ganeshya ini semenjak ribuan tahun yang lalu telah di nobatkan menjadi wakil atau wali Tuhan Yang Maha Esa. Simbol Ganeshya telah mendapatkan posisi yang mapan di dalam hati masyarakat Barat maupun Timur, kesatuan karena syarat dengan Widya, kedua ritual bagi Ganeshya amat mudah dan sederhana.Dapat dilakukan oleh siapa saja, ketiga tanpa ritual pun akan tetap bermakna penghayatannya. Namun kaum Hindhu di Indonesia baru akhir-akhir ini menyadari kembali betapa pentingnya Ganeshya ini, padahal di masa-masa yang silam Beliau hadir dari ujung satu ke ujung lainnya di persada Nusantara ini. Mungkinkah arca – arca Ganeshya di berbagai kuil, pura dan rumah-rumah kita akhir–akhir ini merupakan awal dari kebangkitan dharma di Pertiwi ini? Pertanyaan ini harus kita kaji dan jawab secara jujur.

Perlukah ajaran Shastra Widhi Dharma secara universal demi menunjang kehidupan spiritual kita, ataukah kita akan terus beritual secara konsumtif tanpa dasar widya yang lurus. Sering timbul pertanyaan mengapa pemujaan terhadap Ganeshya mendadak hilang dari khazanah dharma kita? Apakah hancurnya peradaban dharma ratusan tahun yang lalu menjadi penyebabnya, ataukah dharma telah melenceng alurnya? Padahal para pendiri negara ini walaupun bukan penganut dharma telah mengabdikannya sebagai symbol pendidikan tertinggi kita yaitu Institut Teknologi Bandung. Ada sekitar 36 versi kisah kelahiran dewa Ganeshya ini, namun di bawah ini dikenal secara amat luas sebagai suatu bantuk widya pengetahuan umum. Silahkan menyimak makna-makna yang terkandung di dalamnya.

 

Kisah Kelahiran Dewa Ganeshya 

Konon Dewi Uma selalu merengek-rengek kepada suaminya, Dewa Shiva agar dikaruniai turunan (Santana), namu Shiva selalu menolak sesuai dengan kodrat Ilahi yang harus dijalani Shiva. Namun karena dilanda kesepian tanpa memiliki keturunan, Dewi Uma selalu berniat melanggar perjanjian ini.Sudah menjadi kebiasaan Dewa Shiva untuk bersemadi di puncak Kailash (Himalaya) hampir sepanjang tahun, dan hanya kembali ke Dewi Uma selama beberapa hari setiap tahunnya. Namun Uma mendapatkan tugas dan mandat dari Shiva untuk mewakilinya menerima kunjungan para dewa-dewi dalam rangka menunjang alam semesta secara berkesinambungan bersama-sama, sebagai bunda alam semesta (Durga), maka adalah tugas Uma untuk mengayomi dan menuntun para dewata ini demi lestarinya ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Konon pada suatu hari, ketika Shiva selesai dengan tugas rumah-tangganya, iapun mohon pamit dari istrinya untuk kembaali ke Kailash, namun Uma malahan meledak dengan kemarahannya karena permohonan untuk mendapatkan Santana tidak dikabulkan lagi oleh Shiva.Uma membuang muka dan membanting pintu dan mengabaikan upacara perpisahan yang seharusnya dilaksanakn oleh seorang istri yang berdharma-bhakti kepada suaminya (hal ini adalah kesalahan  fatal kedua,yang pertama adalah niat melanggar suaminya).

Merasa dilecehkan, Shiva segera pergi bersama para ganasa (pengikutnya) ke Kailash. Sepeninggal Shiva, Uma yang masih terbakar angkara murkanya menyendiri di istananya dan mengabaikan tugas-tugasnya sebagai bunda semesta. Pada suatu saat sebelum mandi, dari daki yang menempel di tubuhnya, diciptakannya sebuah boneka pria kecil yang kemudian melalui daya shaktinya dihidupkan menjadi seorang pemuda bertubuh pendek namun amat tampan. Pemuda ini dijadikan putranya, diberikan segala ilmu kesaktian mandraguna tanpa batas.Kemudian diperintahkan menjaga istananya selama Uma menyendiri .Tak seorangpun diperkenankan masuk menemui  Uma (kesalahan ketiga, menciptakan tanpa proses alami).Akibatnya tamu-tamu tidak dapat menemui Uma, malahan sebagian besar dipenggal kepalanya oleh pemuda sakti  ini.Gegerlah jajaran para dewata, bahkan Hyang Brahma, Indra dan Wishnu pun tidak berdaya melawan apalagi membujuk bocah ganas tersebut.Kemudian Shiva diminta kembali oleh para dewa untuk membujuk bocah ganas tersebut, namun Shiva pun terusir tanpa daya.Wishnu kemudian menyusun sebuah tipu daya, ia mengusulkan agar serangan terhadap bocah sakti ini dilakukan pada saat dini hari, karena pada saat itu biasanya setiap mahkluk masih merasa ngantuk dan matanya akan agak kabur.Pada saat  penyerangan, para dewa-dewi akan hadir mengelilingi si bocah dari jarak jauh sambil bersorak sorai di sana-sini untuk mengalihkan perhatiannya. Kemudian Hyang Brahma muncul dengan tiba-tiba harus muncul sekejab dihadapan bocah tersebut, pada saat yang sama Shiva muncul dengan genderangnya disamping anak tersebut. Sang bocah akan mengalihkan perhatiannya yang agak kabur dari sisi Brahma ke sisi Shiva, pada saat itu  Wishnu akan muncul sekejab dari sisi belakang dan melemparkan cakranya menebas kepala sang bocah, Hyang Agni dipersiapkan untuk segara melahap kepala sang bocah begitu kepala tersebut menyentuh bumi.Demikianlah keesokan hari pada waktu menjelang subuh rencana dilaksanakan dan kepala sang bocah tertebas oleh cakra dan dilahap langsung  oleh Agni.

Kemudian bocah ini menimbulkan sorak sorai tiada henti-hentin, akibatnya Uma sadar dari semedinya begitu memahami apa ybng telah terjadi ia lngsung mengutuk seluruh jajaran dewa-dewi menjadi patung. Seketika itu juga semua yang hadir menjadi patung. Sekali lagi kacaulah semesta ini karena surya mati, maha panca butha dan sebagainya segera berhenti berfungsi mala petaka melanda alam semesta. Dunia terancam kahancuran sebelum waktunya.Uma merung-raung ke Yang Maha Esa mohon keadilan dan kehidupan bagi putranya ini.Tiba-tiba di tengah-tengah kegelapan yang mencekam ini terlihat sebuah titik cahaya yang gilang gemilang mendekati Uma.Cahaya Ilahi yang tidak dapat dijabarkan betapa indah dan menakjubkan ini bersabda ke Uma:”Uma dikau telah melanggar sumpahmu sendiri, bahkan telah melawan kodrat Ilahi melalui keangkuhan, ego, dan kesaktianmu, sekarang dikau meminta keadilan,padahal dikau tidak berhak untuk itu. Pada sisi lain dewata telah menyalah- gunakan mandat mereka secara licik dan bersikap kurang bijak, maka merekapun layak untuk dihukum.Tiba-tiba Uma sadar akan kesalahannya, ia mohon pengampunan untuk dirinya serta pasemua para dewata yang telah menjadi patung.Yang Maha Penyayang dan Pengasih dalam wujud cahaya Ilahi ini berkenan memaafkan Uma, namun untuk itu para dewata harus dikembalikan kewujud semula.Uma sadar kutukan tidak mungkin diubah namun dapat direvisi  oleh Hyang Maha Kuasa. Iapun berkata:”Sesuai dengan kehendak para Brahman Yang Maha Kuasa, maka para dewata segera berubah ke wujud asli masing-masing”.Para dewata kembali ke wujud masing-masing,namun patung-patung mereka tetap eksis sampai kini sesuai kutukan yang tidak dapat dicabut.Hyang Para Brahman,Tuhan Yang Maha Esa memutuskan bahwa semenjak saat itu para dewa-dewi akan dipuja dalam bentuk arca, dan tugas mereka sebagai elemen dasar adalah  mengantarkan umat manusia ke Hyang Maha Esa itu sendiri bukan sebagai tujuan utama pemujaan umat manusia, tujuan pemujaan adalah Tuhan Yang Maha Esa.Untuk itu diperlukan sarana pengetahuan (widya),Yang Maha Kuasa kemudian memerintahkan seluruh jajaran dewa-dewi termasuk Uma untuk menyalurkan prana-vital mereka serta seluruh mandat mereka ke jasad bocah cilik tersebut.Sebelumnya Shiva dan para ganasnya ditugaskan untuk menebas kepala gajah untuk diletakan di atas jasad bocah ini. Seketika sang bocah ini bangkit dari kematiannya (kehidupan lamanya yang adharma),dan memasuki kehidupan barunya(Dwijati).Iapun menangis dihadapan cahaya Ilahi dan memohon pengampunan.Yang Maha Kuasa bersabda:”Mulai saat ini dikau akan disebut ganeshya,dikau akan beristrikan dua,yaitu:dharma dan adharma.Dikau adalah wujud arti Pengetahuan yang berasal dari kegelapan dan kebodohan(awidya).Mulai saat ini pengetahuan (Ghana) berdiri diatas berbagai pemujaan dan ritual. Aku adalah tujuan sejati dan hakiki,dan dikau kutunjuk sebagai sarana yang mengantarkan umat manusia kepadaku melalui pengetahuan”.Demikianlah kemudian cahaya yang agung tersebut hilang dari pandangan para dewa. Agama Hindhu yang pada awalnya tidak mengenal pemujaan arca kemudian melestarikannya diberbagai kuil, namun tujuan utama adalah Tuhan Yang Maha Esa (OM).Seluruih Shastra Widhi, ajaran, mantra harus dimulai dengan OM dan didampingi symbol swastika.Ganeshya kalau tidak maka dianggap tidak sah.Ganeshya disebut dengan panggilan Bapa (yang berarti ayah, pemimpin, soko guru).

Semenjak saat itu, setiap manusia sebenarnya dapat mamuja ke Tuhan Yang Maha Esa secara langsung. Kalaupun pemujaan kepada para dewa masih dilakukan maka hal tersebut harus dilandasi oleh kesadaran bawasanya para dewa-dewi adalah istadewata yang menuntun kita semua ke Yang Maha Esa. Semoga kisah yang amat popular di kalangan kaum Hindhu India ini dapat memberikan kesadaran hakiki kepada kita.

 

Om Namo Ganeshya Namaha

Om Shanti,Shanti,Shanti

OM  TAT  SAT

Memahami Ganapati lebih lengkap

GANAPATI

Ganapati
Ganapati

Ganapati atau Ganeshya juga dikenal sebagai Vinayaka, barang kali merupakan Devata Hindhu paling terkenal yang dipuja oleh seluruh bagian dari orang-orang Hindhu. Tak ada kegiatan apapun, baik yang bersifat sakral ataupun sekuler, dapat dimulai tanpa menghormati dan memuja-Nya terlebih dahulu. Ini dapat dimengerti dan diinginkan, karena dikatakan bahwa ia merupakan penguasa halangan (Vighneswara atau Vighnaraja). Namun apa yang tak dapat dipahami dan secara pasti sangat tak diharapkan adalah asalnya yang menjijikan dan wujudnya yang sangat aneh sekali. Bahkan bagi mereka yang mengagumi ketrampilan Shiva dalam seni bedah pencangkokan kepala, akan menjadi sangat sulit untuk mengagumi hasil akhirnya. Sekali kita berhasil menyelidiki rahasia perlambang ini, kejijikan kita akan menimbulkan rasa hormat dan berusaha untuk menghormati dan memuja-Nya.

Walaupun kenyataannya bahwa Ganapati yang dinyatakan dalam mantra Reg-Veda terkenal,”gananam ganapatim havamahe…”(2.23.1) dan “Visu sida ganapate…”(10.112.9) dan Ganapati yang kita puja sekarang ini saling tak dikenal, semua sarjana objektif sepakat bahwa benih-benih konsep Ganapati sudah ada dalam Reg-Veda itu sendiri. Dalam abad yang akan datang, konsep ini telah melewati ujian dari kitab-kitab “epos” dan Purana untuk menghasilkan Ganapati seperti kita kenal sekarang. Dalam suatu komunitas, perkembangan dari konsep Tuhan dan cara pemujaannya sebanyak produk geografis, histories dan factor-faktor budaya dari pengalaman mistis dan realisasi spiritual dan orang – orang yang sangat berkembang. Masih dapat dipahami untuk menduga bahwa Ganapati-Brahmanaspati dan Reg-Veda secara bertahap bermetamorfosis ke dalam Devata, ”Gajavadana-Ganeshya-Vighneswara.

Dewata Regveda Ganapati-Brahmanaspati yang juga disebut Brhaspati dan Vacaspati- Mewujudkan dirinya melalui berkas sinar yang besar. Ia berwarna merah keemasan Kapak merupakan senjata padanya. Tanpa anugrahnya, tak ada kegiatan upacara keagaman yang dapat berhasil. Dia senantiasa dalam kelompok (gana=kelompok) para penyanyi dan penari. Dia menunudukkan musuh para deva, melindungi para bhakta yang tulus dan menunujukkan jalan yang benar.

Kelompok devata Regveda lainnya yang dikenal sebagai Marut atau Marut-gana, dilukiskan sebagai anak –anak Rudra, juga memiliki ciri-ciri yang mirip. Sebagai tambahan, merak dapat menjadi dengki terhadap mereka yang menimbulkan rasa benci mereka dan dapat menyebabkan kehancuran seorang gajah liar. Mereka dapat menempatkan rintangan di jalan manusia bila tak berkenan dan melepaskannya bila disenangkan.  Mereka mandiri dan tidak tunduk pada kekuasan apapun (Arajana = Vinayaka).

Pembicraan tentang dua uraian ini akan terpaksa membawa kita pada keputusan yang jelas bahwa Ganapati merupakan bentuk metamorfosis dari dewata Brhaspati – Marutgana, tak ada yang aneh dalam hal ini, khususnya bila kita dapat menyadari trnsformasi yang telah berlangsung diantara berbagai dewata Veda, karena mereka secara bertahap terserp diantara para dewa, Pantheon Hindu yang belakangan. Dahulu, indra yang maha kuasa dan maha perkasa diturunkan kedudukannya pada tingkat dewata rendahan yang hanya mengatur salah satu arah saja, letnannya Wisnu ditingkatkan pada tempat utama dalam Tri Murti, Rudra yang menakutkan menjadi Siwa yang menguntungkan. Banyak dewata lain seperti ; Dyaus, Aryaman, dan Pusan secara dim-diam diutus, menjadi terlupakan.

Walaupun kenyataannya ganapati sangat dihormati dan merupakan dewata Maha Kuasa, Kepalanya sering menjadi suatu misteri bagi yang lainnya. Tak diragukan lagi, kontroversi semacam itu, seseorang mungkin tertarik pada penyimpulan yang menggelikan bahwa ia bukanlah dewata bangsa arya sama sekali, tetapi kemungkinan besar diimport dari Mongolia! Oleh karena itu lebih baik untuk bermain yang aman, menyelamatkan yang terbaik dari padanya guna kehidupan spiritual kita.

Bentuk Ganapati yang paling umum diterima, menggambarkannya berwarna  merah dan dalam wujud seorang manusia dengan kepala gajah dari dua gadingnya, salah satunya patah. Dia memiliki empat tangan. Dua tangannya memegang Pasa (jerat) dan Angkusa (kait gadjah). Dua tangan lainnya memperagakan Abhaya dan Varada Mudra. Perutnya buncit dan dihias dengan sabuk ular. Ada juga Yajnopvita atau benang suci kerohanian, baik berupa benag ataupun ular. Ia mungkin duduk dalam sikap Padmasana (sikap kembang Padma). Bila perutnya tak menijinkan hal ini, kaki kanannaya mungkin terlihat bengkok dan tergeletak pada tempat duduk.

Terpisah dari jubah dan perhiasannya yang indah, Ia menggunakan mahkota yang teruikir cantik. Belalainya mungkin mengarah kekanan atau kekiri. Secara normal, ia tampak melayani dirinya pada jumlah modaka (sejenis manisan) yang berlimpah.

Seekor tikus yang ukurannya kecil sangat lucu, terlihat didekatnya mengerogoti bagian manisan, mungkiun berharap untuk mendapatkan kkuiatan yang cukup untuk megangkut majikannya !

Mata ketiganya kadang-kadang dpat ditasmbahkan di dahinya, di renmgah-tengah kedua alis mata. Jumlah kepalanya dapat ditingkatkan hingga lima. Lengannya dpat bervariasi dari dua hingga sepuluh buah. Kembang teratai, buah dellima, mangkuk air, kapak perang , kecapi, patah gading, batang tebu, bulir padi, busur dan anak panah, petir koma, tasbih, buku, ini adalah beberapa benda lain yang terlihat ditangannya. Saktinya sering terlihat dengannya duduk di pangkuannya. Kadang –kadang dua sakti Riddhi dan Siddhi juga tampak.

Sekarang marilah kita berdoa untuk mengungkapakan perlambangan ini.

Gana berarti = Kategori. Segala sesuatu yang kita pahami melalui panca indera kita atau melalui pikiran kita dapat dinyatakan dalam istilah jenis atau katagori. Prinsip yang menjadi sumber sgala katagori itu mewujudkan dirinya adalah Ganapati peguasa katagori. Dalam akibatnya, itu berarti asla mula dari segenap ciptaan, yaitu tuhan sendiri.

Kata sanserketa yang umuim, untuk menyatakan gadjah adalah “Gaja”, sehingga nama gajanana atau gajamuka (yang bermuka gadajh )ditujukan bagi Ganapati. Tetapi kata gaja “memilikimkonotasi yang lebih dalam. “GA” menyatakan “Gat”, – tujuan akhir.Sebagai tujuan dari segenap ciptaan, Apakah disadari atau tidak.”Ja” menyatakan “Janma” , – lhir atau asal mula.Karena itu,”Gaja”menyatakan Tuhan sebagai asal mula dunia dan tujuan kermajuaannya,yang pada akhirnya terserap ke dalam-Nya.Dengan demikian yang berkepala gajah secara murni melambangkan dan menunjukan pada kebenaran ini.

Faktor lain yang kita amati dalam ciptaan ini adalah dua bidang manfestasinya sebagai mikrokosmos(Suksmada)dan makrokosmos(Brahmanada).Masing-masing merupakan replica dari yang lainnya.Mereka merupakan kesatuaan dalam yang dua dan dua dalam yang satu.Kepala gajah menyatakan makrokosmos dan badan manusia bagi mikrokosmos.Du bentuk dalam satu unit.Karena makrokosmos merupakan tujuan dari mikrokosmos,bagian gajahnya telah diberi penonjolan lebih besar dengan menjadikan kepala.

Barangkali pernyataan paling tegas yang  berkaitan dengan kebenaran filosofis yang pernah dibuat terkandung dalam pernyataan ringkas dan tajam dari Chndogya Upanisad:”Tat-Tvam-Asi”,-Itu adalah Engkau”.Itu berarti bahwa : Engkau individu yang nampaknya terbatas, pada intinya merupakan kebenaran kosmis, Yang Mutlak”.Bentuk manusia gajah dari Ganapati adalah pernyataan ikonografis dari dictum agung Vedantik .Gajah menyatakan kosmis,sementara manusia menyatakan individu.Gambaran tunggal mencerminkan identitas mereka.

Diantara berbagai mitos yang berkenaan dengan asal mula Ganapati,salah satun yang menyatakan berasal dari daki atau kotoran yang diambil dari badan Parwati tampaknya paling dikenal secara luas,dan dianggap sebagai aneh dan menjijikan.Karena itu ada gunanya untuk menyelidiki lebih dalam rahasianya.

Salah satu julukan Ganapati yang paling terkenal dan dipuja adalah Vighneswara atau Vighnaraja(penguasa halangan).Dia adalah penguasa segala yang menggangguatau menahan, yang menghalangi atau mencegah.Dengan berbagai derajat dan perbedaan dari daya penggunanya di bawah pengendaliannya,dia dapat menciptakan suatu neraka kesulitan bagi kita bila ia menghendaki!.Menurut pernyataan mitologis,dalam kenyataannya tujuan dari ciptaannya ini adalah untuk mengganggu kemajuan di jalan kesempurnaan

Bagaimana ia melakukannya?Bila tidak ia dipuaskan dengan pemujaan sepantasnya,maka segala kegiatan,baik yang sacral maupun yang sekuler,akan bertemu dengan demikian banyak halangan yang mereka hanya akan secara perlahan-lahan.Hal ini untuk menunjukan bahwa tak ada satupun yang dapat berhasil tanpa anugerahnya.Bila dia disenangkan dengan pemujaan dan pelayanan,dia akan menggoda pemujanya dengan keberhasilan dan kemakmuran(Siddhi dan Riddhi)di mana rasanya secara bertahap dapat membawanya menjauhdari jalan spiritual.Mengapa melakukan hal itu?Untuk menguji mereka dengan menyeluruh sebelum memberi mereka berkah spiritual terbesar dari Moksha.Menjadi penguasa segala seni dan ilmu-pengetahuan,dan khasanah dari segala pengetahuan,dengan mudah ia dapat memberikan keberhasilan atau kesempurnaan pada salah satu hal ini.Namun ia tidk berkehendak untuk membri pengetahuan spiritual yang membawa pada pengalaman spiritual tertinggi,supaya tampaknya tidak muda mendapatkannya di mata manusia.Lagi-lagi keburukan dan cobaan.Jalan kebaikan dipenuhi dengan rintangan  yang tak terhitung banyaknya.”Sreyamsi bahuvignani”.Hanya pahlawan terbaik sajalah yang dapat menghadapi cuaca paling kasar yang patut diberkahi dengan hal itu.Mahluk manusia secara alamiah cenderung menuju kenikmatan akan daging dan mabuk kekuasaan serta kekayaan.Hanya satu dalam sejuta orang berpaling pada Tuhan.Diantara roh-roh yang banyak semacam itu, sangat jarang yang bertahan dalam perjuangan dan mencapai tujuan(lihat Gita 7.3).

Bila dibandingkan dengan kebijaksanaan spiritual tertinggi,yang satu-satunya benar-benar merupakan tujuan yang harus dicari,bahkan Riddhi dan Siddhi(keberhasilan dan kemakmuran)bagaikan kotoran atau Mala.Karena pendamping Ganapati adalah Riddhi dan Siddhi(personifikasi dari kekuatan, keberhasilan dan kemakmuran),maka Ganapati dilukiskan tercipta dari daki badan Parwati

Disamping itu,”Mala”tidak perlu memiliki suatu kejijikan tentang itu.Bila Shiva menyatakan Paramapurusa,Pribadi utama,Parwati menyatakan Parama Prakrti.Alam utama yang diangap sebagai daya-Nya,tak terpisahkan dengan-Nya.Dalam bahasa filosofi,Dia adalah Maya-prakrti,yang terdiri dari Triguna-Sattva,Rajas dan Tamas.Sattva dinyatakan murni dan bila dibangdingkan dengannya,Rajas dan Tamas dikatakan sebagai tidak murni.Karena ciptaan tidak mungkinberasal dari Sattva murni,seperti halnya emas murni tak membiarkan dirinya untuk dibentuk menjadi perhiasan,kecuali dia dicampur dengan logam dasar,maka I harus dicampur dengan Rajas danTamas untuk mempengaruhinya.Ia tampaknya menjadi masukan cerita tentatang”ketidak murnian’substansi yang digunakn Ibu Parwati untuk membentuk Ganapati.

Sekarang marilah ,mencoba untuk menafsirkan factor lain yang berkembangdakam simbologi dari deva ini.Telinganya lebar,cukup lebar untuk mendengar perrmohonan dari siapapun,tetapa seperti keranjang penampi yang mampu mengayak apa yang baik bagi para pemohon dari apa yang tidak baik.Dari  kedua gading,salah satu yang merupakan keseluruhan menyatakan kebenaran,satu tanpa ada yang kedua.Gading yang patah,yang tak sempurna, menyatakan dunia yang berwujud,yang tampak menjadi tak sempurna karena dari  ketidakpantasan bawaannya.Namun alam semesta berwujud dan kesatuan yang tak berwujud ini keduanya merupakan atibut dari Absolut yang sama.Belalai yang bengkok merupakan pernyataan dari Omkara atau Pranava,sebagai lambang Brahman Ynga Mutlak yang menyatakan bahwa Ganapati adalah Brahman sendiri.Perut buncitnya menyatakan bahwa seluruh dunia ciptaan terkandung padanya

Pasu(jererat) menyatakan Raga(keterikatan)dan Ankusa(kait gajah)untuk Krodha(kemarahan).Seperti jerat,keterikatan membelenggu  kita.Kemarahan menyakiti kita seperti kait gajah itu.Bila Tuhan tidak puas dengan kita,keterikatan dan kemarahan kita akan bertanbah besar, yang membuat kita menderita. Satu-satunya jalan untuk melepaskan diri dari tirani ini adalah berlindung pada Tuhan. Atau itu dapat berrarti bahwa jauh lebih aman bagi kita untuk menyerahkan keterikatan dan kemarahan kita kepadanya. Bila mereka ada di tangannya kita selamat.

Bagaimana kita beraharap agar Ganapati memilih tikus besar sebagai tunggangannya,namun kenyataanya adalah sebaliknya hak hak istimewa itu telah diberikan pada seekor tikus kecil.Kata Musaka(tikus)diambil dari akar kata “Mus”yang berarti”mencuri”.Seekor tikus secara diam-diam masuk ke dalam barang sesatu dan menghancurkannya dari dala,demikian pula halnya keakuan msuk tanpa diperhatikan ke dalam pikiran kita dan secara diam-diam menghancurkan seluruh perbuatan kita.Hanya apabila ia dikendalikan dengan kebijaksanaan Ilahi,ia dapat dimamfaatkan pada saluran yang berguna.Atau tikus yang mencuri dapat menyatakan kasih sayang yang mencuri hati manusia selama kasih sayang manusia dipertahankan pada tingkat rendah,ia dapat menciptakan malapetaka.Sekali ia diarahkan menuju yang Ilahi,ia akan meningkatkan kita.Tikus yang bisa melihat di dalam segala benda dapat menyatakan kecerdasan yang tajam.Karena Ganapati merupakan penguasa kecerdasan,tepatlah bila ia memilih tikus sebagai tunggangannya.

 

GAMBARAN ( PATUNG ) GANAPATI 

Ada beberapa variasi dari patung-patung Ganapati dalam kuil dan monumen-monumen arkiologis kita. Apakah berjumlah 71,50,31atau 21 yang pasti bahwa ada beberapa aspek dari Devata ini. Hanya beberapa dari padanya dapat diuraikan di sini.

Ganbaran Balaganapati dan Tarunaganapati melukiskan masing-masing sebagai seorang anak dan pemuda.Vinayaka tampak dengan empat tangan yang memegang patahan gading,kait gajah,jerat dan tasbih.Dia membawa Modaka manis pada belalainya.Dia dapat berdiri ataupaun duduk.Herambaganapati memiliki lima kepala,sepuluh tangan,tiga buah mata pada masing-masing wajah dan menunggangi seekor singa.Viraghness menampilkan semangat gagah berani dengan beberapa.senjata yang dipegang sepuluh tangan-Nya.”Saktiganapati” beberapa variasi yang diuraikan  dalam kitab-kitab Tantra tampak dengan Sakti-Nya,yang secara beragam disebut “Laksmi Riddhi” Siddhi,Pusti dan lain sebaginya Dengan memuja aspek ini dikatakan memberikan kekuatan khusus atau memberikan hasil yang diinginkan dengan cepat

Salah satu variasi dari” Saktiganapati”ini disebut “Ucchistaganapati” Ganapati yang dikaitkan dengan hal-hal kotor seperti baranh rongsokan dimana yamg memujanya termasuk golongan Vamacara(jalan yang berhaluan kiri,yaitu jalan kotor dan heterodoks)dan yang dikatakan memberikan hasil yang cepat.Tak ada sesuatupun kekawatiran atau langkah mundur dalam konsep ini barang-barang kotor merupakan bagian alam yang sama dengan bersihnya.Tetepi bukanlah para pemulung dan para dokter menanganinya dengan cara higienis dan melayani orang-orang ? Bukankah semua oarng wajib menjadi para pemulung dalam berbagai tingkatan? Mengapa hal ini tidak dilakukan secara agamais,seperti halnya pelayanan dan pemujaan? Alam merubah hal-hal yang bersih menjadi kotor dan sebalaliknya,dengan demikian Ganapati menjiwainya dan menangani kekotoran secara ilmiah dn agamais,juga dapat menjadi suatu disiplin spiritual.Hal ini nampaknya menjadi filosofi dibalik konsep ini.

Nrttaganapati merupakan patung indah yang memperlihatkan seeorang sedang menari. Itu nampaknya dahulu Brahma menemui Ganapati dan menunduk padanya dengan Bhakti dan penghormatan.Puas dengan hal ini Ganapati mulai menari dengan riangnya.Itulah sebebnya mengapa Ganapati dinyatakan sebagai penguas musik dan tarian

Varasiddhi Vinayaka merupakan aspek yang dipuja selama perayaan Ganeshya Caturthi yang terkenal itu. Dia dikatakan sebagai seorang yang membujang.

Ganapati kadang-kadang dilukiskan sebagai Shakti(dewata wanita) dengan nama Ganesani, Vinayaki, Surpakarni, Lambamekhala dan lain sebagainya

Ganeshya dipuja bukan hanya dalam bentuk patung,tetapi juga pada lingga,Salagrama, Yantra(diagram geomatris) dan Kalasa(mangkuk air). Namun Ganapati Salagrama sangatlah jarang. Svastika juga dipakai sebagai lambing grafis dari Ganapati

Kuil-kuil dan tempat pemujaannya dibaktikan pada Ganapati sangatlah banyak.Tersebar diseluruh negara  India., di temukan pada banyak candi candi kuno di Nusantara, di Bali hampir di setiap pura dan rumah memuja Dewa Ganesya. Dia juga nampak di halaman-halaman kuil dari devata-devata yang lain.

BERBAGAI MANTRAM GANESHYA

BERBAGAI MANTRAM GANESHYA
(Untuk permujaan, meditasi, dan sebagainya)

  

Sri Ksipraganapati Dhyanam

OM
Danta-kalpalata-pasa
Ratnakumbham-suko-jwalam
Bandhuka-kamaniyabham
Dhayet ksipraganadhipam

 (Kami bermeditasi kepada Ksipra Ganapati,yang mulia,yang menggengam gading,seutas tanaman merambat,seutas tali,kendi permata.Yang bersinar terang ibarat kuntum bunga Bhanduka berwarna merah)

Mantram ini khusus untuk meditasi tanpa pamrih.

 

Sri Wijavaganapati Dhyanam

 OM
Pasam-kusah swadantagra phalawa-nakhuwahana,
Nihanto sarwawighnanam rakta-warnom-vinayakah.

(Kami bermeditasi kepada Wijaya Ganapati yang berkulit merah,penghancur berbagai rintangan,yang mengendarai wahana tikus,yang membawa seutas tali,pengait,gading dan buah-buahan digenggamannya).

Mantra ini khusus untuk menghalau bala,rintangan,kesialan,black magic dan sebagainya.Sebaiknya sang bhakta berpuasa satu hari penuh tanpa makan dan minum dari pukul 4 subuh sampai pukul 6 sore,kemudian menghaturkansesajan sedikit,beras,bunga,10 lembar daun sirih,dupa atau sedikit buah-buahan.Setelah selesai beryadhnya(meditasi),bukalah puasa dengan memakan buah-buahan dan makan vegetarian pada hari itu.

 

Sri Haridra Ganpati

OM
Haridrabham caturbhahum haridrwanam prabhum
Pasan-kusa-dharam dewam modakam dantamewa ca
Bhakta bhaya pradataram dewam vighna-winasanam
Dewadewam jagad-wandhyam haridra-Ganapatin bhaje

(Kami memuja Haridra Ganapati yang bersinar iibarat kuning kunyit, wajahnya  gilang gemilang dengan cahaya kekuningan, yang memiliki empat lengan ,yang menggenggam tali,kuch dan yang memberikan perlindungan kepada para bhakta-Nya,yang menghancurkan semua ketakutandan kekawatiran mereka)

Mantra ini untuk menghalau rasa kawatir ,takut dan sebagainya.

 

Sri Dhundignapati Dhyanam

OM
Aksanala-khutaram ca
Ratna-pa’Swadantakam,
Dhatte karai-rwidhnarajo
Dhindi-nama mude’Stu nah

(Semoga Dhundi Ganapati yang memegang Aksamala(tasbih),kapak,cupu perhiasan,sudi menganugrahkan kebahagiaan nan abadi kepada kita semua)

mantra ini demi memohon kebahagiaan dan pengetahuan Ilahi.

 

 Doa-doa sehari-hari 

Om Sri Ganeshya namaha

cukup 3x setiap pemujaan

Atau 108 kali dengan Aksamala untuk meditasi

Om Gum Ganapataye Namaha

Seperti di atas.sebaiknya memuja Ganeshya demi pengetahuan(widya)

 

Perpustakaan :

  • Ganeshya Caturthi
  • Berbagai Makna Dewa-Dewi
  • Legenda Ganesya
  • Sri Tatvanidhi

 

Mohan m.s

Cisarua 10 Oktober 2003